'Harusnya aku tidak seperti ini. Tapi namamu menjadi yang pertama kuingat dalam keadaan berbahaya sekalipun.'
Christel mengerut, merasakan guyuran air yang mengenai wajahnya. Sudah semalaman Christel berada di tempat pengap ini. Sebuah bangunan terbengkalai yang punya ruangan pengap di dalamnya. Merlin dan Dion membawanya ke sana kemarin.
Dan sejak waktu itu, Christel belum makan, pun minum barang setetes.
"Bangun!" teriakkan itu membuat Christel membuka matanya lebar.
Masih dengan baju kurang bahannya, Merlin duduk di kursi depan Christel yang terikat di tiang.
"Gimana? Seneng tinggal di sini?"
Christel tak menjawab, menatap Merlin jengah. Tak lama, Dion muncul dari balik pintu kecil tanpa penutup. Tubuh Christel basah karna air yang Merlin guyurkan.
"Masih idup? Kirain udah sekarat." Dion tertawa mengejek.
"Mana pangeran yang selalu ngebela lo itu? Gak dateng? Atau dia takut? Takut dipukuli kayak waktu itu lagi." Tawa Merlin dan Dion terdengar menyebalkan di telinga Christel yang masih diam.
"Tiba-tiba ngilang. Bahkan WA gue aja gak dibales, Mer. Pangeran apanya? Pangeran sakit-sakitan?" mereka tertawa lagi.
Christel mengernyit.
Sakit-sakitan?
"Dia itu sukanya sama gue. Gak mungkin dia peduli sama lo. Tapi Alta cukup bodoh mau babak belur demi cewek kayak lo sih. Padahal waktu itu bang Dion cuman gertak dia, tapi dia mau-maunya percaya dan diem aja dihajar sama anak buah bang Dion." Kembali mereka tertawa.
Dion mendekatinya dengan tatapan seperti hendak membunuh. Dengan berani Christel membalas.
Dion mencengkram kedua pipi Christel dengan satu tangannya.
"Semua rencana gue hancur gara-gara cewek yang berhenti berkembang kayak lo. Karena lo, image gue jadi hancur di kampus. Dan usaha gue buat ngambil alih kampus keluarga Prasiarkana sialan itu jadi berantakan. Karna lo juga, Merlin jadi gak bisa deketin Alta."
Dengan kasar Dion melepas cengkramannya. Mata Christel memanas, ditahannya airmata yang hendak keluar.
Cuuih!!
Dion menutup matanya setelah mendapat hal yang dia sangka dari gadis mini di depannya. Merlin berdiri dari kursi karena terkejut Christel berani meludahi Dion.
"Gue gak pernah takut sama pecundang yang cuma berani sama perempuan kayak lo. Lo bahkan nyuruh orang buat mukulin Alta tanpa berani nyentuh Alta dengan tangan lo sendiri. Kenapa? Karna lo takut Alta bakal bales semua perbuatan lo kan? Lo jadiin gue ancaman supaya lo bisa main-main sama Alta. Asal lo tau, Alta bukan pengecut kayak lo. Bahkan untuk saat ini gue percaya, dia lagi nyari gue dan bakal ngasih pelajaran sama lo. SECEPATNYA!" Christel menekan kata terakhir dalam kalimatnya.
Rahang Dion mengeras. Sampai tangan besarnya mengayun kuat dan mendarat tepat dipipi Christel yang membiarkan airmata kebenciannya jatuh.
"GAK ADA YANG LEBIH PENGECUT DARI PADA LAKI-LAKI BANCI YANG BERANI NGELUKAIN CEWEK KAYAK LO!"
Suara teriakkan Christel menggema di gedung berdebu itu.
***
"Lo yakin ini tempatnya?" Kinan tampak menatap pria tinggi yang kini menggunakan hoodie dan topi.
Topi yang dipakainya semakin menambah ketampanan pria itu.
"Kinan bener. Ini Cuma gedung terbengkalai." Kali ini Kevin ikut berbicara.
KAMU SEDANG MEMBACA
Je t'Aime [Sudah Terbit]
General Fiction(Tersedia di shopee dan playstore) Warning !! Sebelum baca Je t'Aime Aussi, disarankan buat baca cerita ini dulu. Biar gak bingung. Tengkiyu Hidup gadis itu berubah setelah bertemu dengan Alta Prasiarkana. Lelaki yang beberapa tahun lebih muda darin...