Please please please jangan lupa vommentnya para kalian readers yang baik hati....
.
Ethan tersenyum mengetahui Eshale akan pergi bersama Alfa. Ia terus menunggui Alfa di teras rumahnya. Sebenarnya Ethan sedikit bingung. Adikknya yang hendak berkencan, tapi dirinya yang terlihat antusias. Semua itu terjadi karena Ethan mengetahui semua yang akan terjadi hari ini pada Alfa dan Eshale. Ethan juga ikut mempersiapkannya, maka dari itu, ia sangat bersemangat untuk melihat ekspresi adikknya saat pulang dari pergi bersama Alfa nanti. Walaupun berangkat saja belum.
Sebuah mobil hitam datang dan membunyikan klakson dua kali ke arah rumah Eshale. Ethan mengacungkan jempolnya lalu masuk ke dalsm rumah. "DEK! ADEK! ALFA UDAH DAT-"
"Ssst, berisik!" Ethan merengut ketika teriakannya dipotong gerutuan Eshale yang sedang menuruni tangga.
Eshale menyalami Ethan sebelum langsung keluar rumah. Ia sempat berhenti ketika melihat mobil yang selama ini hanya terparkir di garasi rumah seseorang kini terparkir di depan rumahnya. "Tumben bawa mobil," ujar Eshale ketika sudah duduk di bangku depan tepat di sebelah Alfa.
"Hari yang spesial, kendaraannya juga spesial," balas Alfa sumringah lalu melajukan mobilnya. Eshale menelan ludahnya pahit mengingat ia akan mengatakan sesuatu yang mungkin membuat sesuatu yang Alfa maksud spesial menjadi rusak.
Alfa mengajaknya ke sebuah gedung tua. Eshale diam tidak bertanya ataupun mengatakan sesuatu. Ia tengah mempersiapkan mentalnya jika tiba-tiba Alfa ingin menjahilinya. "Yuk, turun!" Eshale mengangguk lalu turun dari mobil Alfa.
Alfa menuntunnya untuk masuk ke gedung tua itu. Mereka menaiki lift yang ternyata masih berfungsi ke lantai tertinggi gedung. Keluar dari lift, hanya ada satu pintu yang ketika dibuka hanya memperlihatkan anak tangga. Alfa kembali mengajak Eshale untuk menaiki tangga itu, hingga mereka sampai di roof top si gedung tua. Mereka berjalan ke arah tepi.
Suasana disana terasa sangat menyejukkan. Angin berhembus membuat rambutnya berkibaran kemana-mana. Tapi Eshale tidak mencoba untuk merapikannya. Ia membiarkan rambutnya menjadi berantakan sementara dirinya menikmati suasana yang ada.
Eshale hampir saja lupa, jika bukan sentuhan seseorang yang tengah menyelipkan rambutnya ke belakang telinga. "Suka?" Tanya Alfa tersenyum. Sudah lama ia tidak melihat Alfa tersenyum seperti ini. Belakangan, yang sering ia lihat darinya hanyalah senyuman jahil dan humor.
Eshale mengangguk menjawab pertanyaan Alfa. Eshale menunduk merasa bersalah. Tapi ia tidak bisa bertahan lagi. Alfa dan dirinya terlalu berbeda. "Alfa gue mau ngomong," ujar Eshale memulai.
"Mau ngomong apa?" Tanya Alfa masih dengan senyuman yang sama. Eshale menatap senyuman itu nanar.
"Gue mau minta putus."
Alfa terdiam. Eshale menunduk tanpa berani menatap mata Alfa.
"Apa karena lelaki itu?" Eshale mendongakkan kepalanya terkejut.
"Apa maksud lo?" Tanya balik Eshale.
"Lo lagi suka cowok lain kan?" Tanya Alfa.
"Al-"
"Jawab!" Ujar Alfa sesikit keras.
"I-iya," jawab Eshale akhirnya. Ia menutup mulutnya berusaha menahan isak tangisnya. Eshale tidak tahu kenapa ia menangis, seharusnya ini kan yang ia inginkan?
"Ok." Eshale menatap Alfa terkejut.
"Ok, gue ikhlas." Alfa berusaha tersenyum menatap Eshale. "Gue ikhlas lo sama siapapun itu asal lo bahagia. Gue seneng kok kalau misalkan lo seneng." Eshale semakin menangis mendengar Alfa yang berkata seperti itu. Ia merasa melakukan sesuatu yang salah. Tapi, ia juga merasa-
"Hei, kenapa malah nangis?" Tanya Alfa menangkup wajah Eshale dengan kedua tangannya. Eshale menggelengkan kepalanya sambil sesenggukan. Ia lalu menghapus kedua air matanya. Saat ia mulai melihat wajah Alfa, tangisnya kembali muncul. Alfa tidak tega, ia langsung memeluk Eshale.
"Eh, so-sorry, Shal. Gue nggak bermaksud meluk lo," ujar Alfa melepas pelukannya dan menghindar dari Eshale.
"Al, please. Kita tetep sahabatkan?" Ujar Eshale. Alfa tersenyum lalu mengangguk. Tidak mau menjadi semakin sedih, Eshale berbalik hendak pergi. Namun, yang ada di hadapannya membuatnya semakin ingin menangis.
Ada bangku taman dengan boneka beruang besar berwarna pink terletak tepat di belakangnya. Balon-balon berbentuk hati terikat di setiap sudut membentuk persegi mengelilingi bangku itu. Di samping kanan dan kiri bangku, ada meja kecil dimana di atasnya terdapat kue dan minuman. Eshale tidak tahu kapan semua ini disiapkan, karena saat ia baru sampai disini, semuanya belum ada. Belum lagi saat baru saja ia hendak berbalik, di samping kanannya, ada proyektor besar yang menampilkan video-video dirinya bersama Alfa, sejak mereka kecil hingga beberapa hari belakangan ini.
Ia teringat akan ucapan Rene mengenai video-video yang diedit oleh David.
Eshale menoleh ke arah dimana Alfa berdiri. Alfa yang memang sedang melihat Eshale hanya tersenyum sekilas sambil mengangkat kedua bahunya. Eshale langsung lari dari sana dan pergi dari gedung itu. Ia menyetop taksi yang lewat tanpa mau melihat lagi ke arah gedung tadi dimana Alfa yang masih diam di tempatnya memperhatikan Eshale dari atas dengan air mata yang satu persatu mulai membasahi pipinya.
Sampai di rumah, Eshale segera membuka pintu dan masuk ke dalam kamar. Ia sempat melewati Ethan yang sedang ingin mengambil beberapa CD PSnya yang ada di ruang tengah. Ethan langsung membuntuti Eshale yang pulang-pulang sambil menangis.
"Loh-loh, dek. Kok nangis? Bukannya seharusnya lo seneng-seneng?" Tanya Ethan mengelus kepala Eshale sayang. Bukannya tenang, Eshale malah menangis semakin jadi.
"Lah, kok, tambah kenceng?" Ethan yang tidak tahu apa yang terjadi semakin bingung melihat Eshale. Eshale langsung bangkit dan menatap Ethan.
"Kak, gue sebenernya salah apa enggak, sih?" Tanya Eshale sambil sesenggukan.
"Apanya yang salah sama bener?" Tanya Ethan.
"Gu-gue putus dari Alfa," jawab Eshale terbata. "Dan ke-kemarin, gue jadian sama kak Cakra," lanjutnya. Ethan menghela nfasnya berat lalu memeluk Eshale.
"Ssst, udah jangan nangis. Mau gimana lagi, jalanin aja apa yang udah terjadi. Kalau misalkan pilihan lo salah, yah, palingan lo bakalan nyesel. Kalau emang pilihan lo bener, ya, syukur," ujar Ethan.
"Yang pertama kenapa nggak enak banget, sih?" Gerutu Eshale masih dengan tangisannya.
"Ya, mau gimana lagi?" Balas Ethan. Eshale merengut lalu mendorong Ethan menjauh.
"Pergi, ah!" Ujar Eshale kesal.
"Yeee, ngusir. Udah jangan nangis lagi. Ntar makin jelek," ujar Ethan sambil menutup pintu kamar Eshale bersamaan dengan bantal yang Eshale lemparkan tepat pada saat pintu itu menutup. Bicara dengan kakaknya itu memang percuma. Kakaknya selalu mengingatkannya tentang kenyataan, bukan malah berusaha untuk menenangkan.
Sekarang, Eshale bingung harus berkeluh kesah dengan siapa. Ia bingung memilih Cakra dan melepas Alfa itu keputusan yang benar atau salah. Rene? Jelas ia menyalahkan perbuatan Eshale. Apa benar Eshale memang salah?
~~~~~~~~
KAMU SEDANG MEMBACA
BAPER [END]
Teen FictionKetika hubungan menghadapi sebuah ujian dimana hati ingin beralih.. Ketika kebiasaan menimbulkan perasaan.. Dan ketika kesibukan dijadikan alasan... Saat itulah kita tahu, seberapa kuat cinta kita.. Cakra yang sudah memilik Salsa, dan Eshale yang su...