- 24 - Alfa dan Eshale

27 4 1
                                    

Hari ini Eshale mau tidak mau harus berangkat sekolah. Dua minggu lagi Ujian Akhir diadakan. Jika terlalu lama ia tidak masuk, apa yang dapat ia kerjakan nanti. Namun, tidak seperti hari biasanya saat ia bersekolah, hari ini ia masih tampak lesu. Kantung matanya sangat hitam dan matanya masih sembab.

Seharian Eshale hanya berdiam diri di kelas. Saat pelajaran dimulai, dengan sekuat tenaga ia mencoba untuk fokus ke pelajaran walaupun sebagian pikirannya masih tertuju pada Ethan.

"Shal, ngantin, yuk! Dari pagi lo belum sarapankan?" Eshale hanya menggelengkan kepala menolak ajakan Rene.

"Ayolah, Shal. Ntar lo sakit gimana?" Eshale tetap diam. Ia memilih menelungkupkan kepalanya. Rene hanya dapat menghela nafasnya. Ia berbalik hendak ke kantin. Saat berbalik ia terkejut melihat Alfa sudah ada di belakangnya namun Alfa memberikan kode untuk Rene tetap diam. Ia menyuruh Rene untuk keluar kelas.

"Ada apa?" Tanya Rene. Alfa memberikan tas kresek berisi sesuatu pada Rene.

"Itu ada gado-gado sama mie goreng. Lo suka mie goreng kan? Sekarang lo balik ke kelas temenin Eshale makan, ya?" Pinta Alfa.

"Kenapa nggak lo aja?" Tanya Rene.

"Lo yang bener aja. Gue sama Eshale kan....udah putus," ujar Alfa.

"Ok-ok. Btw, makasih mie gorengnya. Lo tau darimana gue suka mie goreng?" ujar Rene. Alfa mengedikkan bahu lalu berbalik.

"Cowok lo," jawab Alfa sambil berbalik pergi. Rene mengangguk-anggukan kepalanya lalu berbalik masuk ke dalam kelas.

Rene duduk di hadapan Eshale lalu membuka kedua makanan itu. Eshale yang merasa berisik dengan tingkah laku Rene mulai menegakkan kepalanya ingin tahu.

"Nih, ada gado-gado. Tadi gue beli. Makan cepet! Gue temenin," ujar Rene menyiapkan makanan beserta minumannya.

"Cepet banget lo dari kantinnya?" Tanya Eshale curiga. Rene sempat berhenti sebentar mendengar pertanyaan Eshale.

"Gue tadi yang beliin. Gue suruh Rene bawain soalnya gue kebelet pipis." Rene menoleh melihat Beta dan bernafas lega. Beta mengedipkan sebelah matanya ke arah Rene. Eshale diam menatap makanan di depannya.

Hmm, sepertinya Eshale memang sudah lama tidak makan. Melihat gado-gado milik ibu kantin kesukaannya membuat perutnya berbunyi. Ia langsung mengambil sendok dari tangan Rene dan memakan gado-gadonya dengan lahap. Rene dan Beta saling pandang melihat Eshale yang makan dengan lahap.

"Laper, bu?" ejek Beta.

"Uhuk-uhuk." Eshale memegangi dadanya dan menutup mulutnya. Beta langsung panik dan memberikan Eshale minum.

"Sialan lo!" Ucap Eshale lalu kembali makan. Rene menahan tawanya dan memberikan kode agar Beta diam.

~~~~~

Eshale pulang ke rumah dan langsung menuju kamar Ethan. Air matanya kembali jatuh melihat foto-foto dan kenangan-kenangan yang teringat ketika melihat setiap sudut kamar itu.

Tadi pagi, sebelum berangkat sekolah, akhirnya dirinya mau untuk pergi ke makam Ethan, hampir sejam dia berdiam duduk di depan makam Ethan. Perlahan namun pasti, Eshale sudah mulai merelakan Ethan walaupun ia masih sering menangis. Kedua orangtuanya juga tidak menyalahkan Eshale atas kematian Ethan, mereka menganggap ini semua sudah takdir, mungkin memang sudah waktunya Ethan pergi.

Eshale keluar dari kamar Ethan dan pergi ke kamarnya untuk mengganti pakaian. Selesai itu Eshale memilih pergi ke taman belakang. Eshale memilih duduk di ayunan sambil menggoyang-goyangkannya pelan. Sambil itu, pikiran Eshale melayang ke kejadian beberapa hari belakangan yang terjadi pada dirinya.

Dia sadar, dia sangat keterlaluan pada Alfa. Ia juga baru teringat jika saat itu bukankah Cakra juga memiliki kekasih? Ia merasa menjadi perusak hubungan orang dan bukan wanita baik-baik sampai berani bermain dengan lelaki lain padahal di saat itu ia masih berstatus pacar Alfa.

Mama Eshale menghampiri anak gadis yang kini menjadi anak satu-satunya itu. "Shal, Mama boleh minta tolong nggak?" Eshale menatap Mamanya lalu mengangguk.

"Tolong siramin bunga-bunga kesayangannya kak Ethan, ya? Biasanya kakakmu yang nyiram," ujar Mama Eshale ikut sedih. Baru saja Eshale sudah tidak teringat akan Ethan, ia lalu kembali diingatkan. Ethan memang tipikal pria yang berbeda. Tidak dalam artian belok. Disaat semua memilih bermain games atau sekedar nongkrong, Ethan memilih bertanam walaupun sesekali ia juga ikut nongkrong bersama teman-temannya.

"Mama mau pergi dulu, nyamperin Papamu. Kamu mau titip sesuatu?" Tawar Mamanya.

"Eshale titip ice cream yang di samping kantor Papa aja, Ma," ujar Eshale pura-pura tidak papa.  Mama Eshale mengangguk lalu mengingatkan Eshale akan tanaman sambil menunjuknya. Eshale tersenyum kecil dan mengangguk.

Eshale berdiri menyalakan kran air dan langsung mengambil selang. Eshale menyirami tanaman milik Ethan dengan hati-hati, ia takut jika siraman air yang kencang dari selang dapat merusak bunga-bunga itu.

Setelah selesai menyiram bunga-bunga milik Ethan, ia beranjak ke tanaman lain yang ada di halaman belakang rumahnya. Daripada ia menganggur, lebih baik sedikit bermanfaat dengan membantu pekerjaan tukang kebun di rumahnya.

Sekelebat bayangan tiba-tiba muncul si kepala Eshale. Ia ingat persis kejadian itu. Hari terakhir dimana ia menyandang status sebagai sahabat Alfa dan keesokan harinya mereka berpacaran. Dada Eshale tiba-tiba menjadi sesak. Air matanya entah kenapa keluar dengan derasnya.

Eshale terduduk memeluk lututnya dan membenamkan wajahnya di sana. Eshale sadar. Ia hanya mengaguni Cakra. Eshale hanya terbawa perasaan oleh Cakra yang merupakan salah satu tipe pria yang ia idam-idamkan. Hanya satu pria yang tetap mengisi hatinya. Terbukti jika berada di dekat Cakra, tidak pernah sedikitpun ia tidak memikirkan Alfa. Bahkan ia selalu membanding-bandingkannya. Karena pada dasarnya, Eshale ingin Alfa yang begitu kepadanya bukan Cakra. Namun, di saat Alfa berusaha menjadi yang Eshale mau, Eshale malah meninggalkannya begitu saja.

Eshale terkesiap merasakan seseorang merangkul tubuhnya. Ia mendongak dan melihat Alfa ada di hadapannya. Ia sempat mengerjapkan mata beberapa kali takut itu hanya ilusi, namun tidak itu memang Alfa.

"Lo ngapain nangis di sini? Lihat basah semuakan jadinya celana lo. Seenggaknya matiin dulu krannya baru nangis," uhar Alfa berusaha bercanda. Ia berada di sini karena Mama Eshale yang menyuruhnya tadi. Eshale sendirian di rumah hanya ada pembantu yang mungkin sedang sibuk serta satpam rumah yang pasti berjaga di depan rumah. Alfa dengan senang hati langsung menyanggupi, terlebih dirinya juga sangat meridukan mantan gadisnya ini.

"Lo kenapa nangis, sih? Kangen kakak lo?" Eshale mengangguk, lalu menggeleng. Ia memang kangen dengan Ethan, namun bukan itu yang membuatnya menangis.

"Kok gitu jawabannya?" Tanya Alfa bingung.

"Gue kangen sama lo," jawab Eshale blak-blakan. Alfa sedikit terkejut, namun sedetiknya perasaan bahagia muncul dari hatinya.

"Oh, kirain apa. Kalau itu mah gue tau. Guekan emang ngangenin," ujar Alfa. Raut wajah Eshale langsung berubah datar, Alfa tertawa dan akhirnya Eshalepun ikut tertawa.

Eshale menyikut kaki Alfa keras hingga si empunya jatuh. "Shal! Yah, basah cuy celana gue!" Alfa menatap celana sekolah yang ia kenakan nanar. Kini bagian belakangnya kotor dan basah.

"Biar samakan?" Ujar Eshale mulai ikut bercanda. Alfa sempat tersenyum sekilas melihat senyuman Eshale yang telah kembali. Ia langsung berdiri mengambil selang dan kembali menyalakannya setelah tadi ia matikan lalu mengarahkannya ke Eshale.

"Alfa! Basah, dong. Alfa, stop!" Eshale berdiri berusaha menutupi tubuhnya karena Alfa yang dengan sengaja mengarahkan air ke arahnya. Alfa masa bodoh dan terus menyerang Eshale. Eshale tidak mau kalah, ia mengambil selang lainnya dan juga menyalakan krannya. Kini gantian Alfa yang ngomel-ngomel karena basah.

"Sial! Ini celana masih dipakai lagi besok. Bodo amatlah." Eshale tertawa mendengar gerutuan Alfa. Salah sendiri masih memakai seragam sekolah, untung Eshale berganti baju dulu tadi.

Dan kejadian hari terakhir mereka berstatus sahabatpun terulang. Entah besoknya mereka akan kembali jadian siapa yang tahu.

~~~~~~~~

BAPER [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang