Matahari masih belum muncul pagi itu, maklum jam masih menunjukkan pukul lima pagi. Namun berbeda dengan Eshale. Eshale sudah sangat siap untuk berangkat sekolah. Ia melihat penampilannya di depan cermin. Ia mengambil tasnya dan turun ke bawah membawa dua bekal lagi seperti saat ia masih bersama Alfa.
Saat sudah berada di luar rumah, bukannya belok kiri jalan menuju gerbang komplek, Eshale malah berjalan ke arah kanan menuju rumah Alfa.
Tok tok tok
"Assalamualaikum, Tante!" Pintu rumah Alfa terbuka dan Ibu Alfapun keluar.
"Waalaikumsalam, eh, Eshale. Tumben pagi-pagi banget kesini? Masuk-masuk, ayo!" Ujar Ibu Alfa.
"Iya, tante. Mau berangkat bareng Alfa, takutnya telat. Makanya Eshale dateng pagi-pagi. Maaf ya, Tan, Eshale ngeganggu pagi-pagi," jawab Eshale tidak enak.
"Halah, kamu kayak sama siapa aja. Itu Alfa masih tidur, dari tadi Tante bangunin lima menit-lima menit terus. Kamu tolong bangunin, ya? Tante mau nyiapin sarapan dulu." Eshale mengangguk. Ia menaruh tasnya di ruang tamu dan pergi ke kamar Alfa.
Eshale langsung membuka kamar Alfa. Untung baginya Alfa memang sedang tidur, kalau sedang ganti bajukan malu di dianya buka pintu nggak pakek ketuk dulu.
Eshale menarik selimut Alfa dan membuang guling yang Alfa peluk. "ALFA BANGUN!" Teriak Eshale. Alfa hanya menggeliat menarik kembali selimutnya lalu menjadikan bantal yang ia pakai jadi guling.
"ALFAAAAAA, BANGUUUN!" Kali ini Eshale menjatuhkan selimut dan bantal ke lantai agar Alfa tidak bisa mengambilnya.
"Uhm, iya lima menit lagi, Ma." Eshale melotot mendengar Alfa mengira jika ia Ibunya. Akhirnya Eshale melepas sepatunya lalu naik ke atas tempat tidur Alfa.
"ALFA BANGUN! ALFA BANGUN! ALFAAA! BANGUUUN!"
BUGH
"Aw!" Eshale meringis melihat Alfa kesakitan. Pasti sangat sakit, ranjang tempat tidur Alfa pasalnya lumayan tinggi. Iya, Alfa yang jatuh. Eshale yang loncat-loncat di atas tempat tidur Alfa, membuat si empunya lama-lama tergeser hingga jatuh.
"Astaga, Mama. Gak bisa kalem sedikit apa bangunin Al-Eshale?" Eshale nyengir ketika Alfa sadar jika dirinya yang membangun.
"Halo, Alfa. Udah full nyawanya?" Ujar Eshale tidak merasa berdosa.
"Sial. Gue kira nyokap gue. Lo bangunan gue gak bisa yang nyantai dikit apa? Sakit tau ini pantat!" Omel Alfa. Eshale merengut lalu berkacak pinggang.
"Salah lo sendiri dibangunin dari tadi gak bangun-bangun. Yaudah, gue sambil mainan loncat-loncat. Lagian udah lama gue nggak kayak gini. Terakhir kayaknya pas kelas tiga SD." Alfa memutar bola matanya.
"Lagian lo ngapain bangunin gue sepagi ini? Gue biasanya bangun jam enam juga gak telat. Pasti gue jemput, ntar," ujar Alfa menguap.
"Iya, nggak telat. Tapi, mepet. Udah cepet mandi!" Perintah Eshale.
"Terus? Lo mau berdiri terus di sana? Turun-turun, jebol lagi ntar kasur gue." Eshale melihat dimana ia berdiri lalu nyengir ke arah Alfa. Ia lupa jika masih berdiri di sana. Ia langsung turun dan Alfa segera mengambil pakaian ganti dan masuk ke dalam kamar mandi. Eshale, ia membantu Alfa membereskan tempat tidurnya, karena Eshale yakin seratus persen jika bukan ia saat ini, nanti ketika pulang sekolah pasti keadaan kamar ini akan tetap sama.
"Ada yang bisa Eshale bantu, Tan?" Ujar Eshale turun dari tangga. Ibu Alfa berbalik melihat Eshale.
"Alfa udah bangun?" Tanya Ibu Eshale.
"Udah, Tante," jawab Eshale.
"Susah?" Kali ini Ibu Alfa bertanya sambil menahan tawa.
"Kayak biasa, Tan. Pakek banget." Ibu Alfa terkekeh mendengar keluhan Eshale. Akhirnya, Eshale hanya dimintai tolong menata piring untuk Ibu Alfa, Alfa, dan dirinya.
"Lah, Om kemana Tante?" Tanya Eshale.
"Ommu lagi dinas di Jawa. Aslinya Tante pingin ikut, tapi Alfa itu ngerengek alasannya ntar dia siapa yang masakin, siapa yang bangunin," ujar Ibu Alfa sambil menirukan gaya Alfa. Eshale tertawa ketika dari arah tangga terdengar gerutuan dari Alfa.
"Mama ini, kapan Alfa pernah kayak gitu?" Gerutunya sambil merengut.
"Iya, kamu bilang kayak gitu. Perlu Mama telfonin Papa?" Alfa semakin merengut dan duduk di sebelah Eshale.
Mamanya langsung makan sarapannya sambil sesekali memainkan ponselnya. Alfa baru sadar jika Eshale ikut sarapan bersamanya. Sesekali menyuapkan roti ke mulutnya, ia melirik ke arah Eshale sambil senyum-senyum tidak jelas.
Sarapan usai dan mereka berdua pamit berangkat ke sekolah. Berbeda dari hari-hari sebelumnya, sebelum mereka putus lebih tepatnya. Biasanya mereka akan saling melontarkan candaan atau bernyanyi bersama. Tapi hari ini tidak. Mungkin karena masih ada rasa canggung di antara mereka.
Di tengah jalan, Eshale memeluk Alfa dari belakang kuat. Ia menyembunyikan wajahnya di bahu Alfa. "Gue minta maaf. Gue udah keterlaluan sama lo." Alfa terkejut mendapat perlakuan seperti itu dari Eshale. Ia langsung meminggirkan motornya dan berbalik melihat Eshale.
"Gue udah maafin lo dari kemaren-kemaren, kok. Kalau misalkan lo bahagia, guekan juga ikut bahagia." Eshale semakin merengut mendengar ucapan Alfa. Ia merasa semakin jahat pada Alfa.
"Lo cuma mau minta maaf doang?" Tanya Alfa. Eshale menggelengkan kepalanya.
"Enggak sih, sebenernya. Tapi, gak jadi deh. Kesannya gue jahat banget," ujar Eshale. Alfa yang seperti paham maksud Eshale tersenyum geli.
"Lo mau ngajak gue balikan?" Skak Alfa sambil tersenyum. Eshale langsung gelagapan. Ia membuka mulutnya hendak menagatakan sesuatu, namun tidak ada yang keluar.
"Gue sih mau aja balikan sama lo. Tapi cowok yang lo taksir gimana?" Tanya Alfa. Ia juga tidak mau jika Eshale di cap pemberi harapan palsu oleh orang lain.
"Gue udah nggak sama dia. Kita berdua sadar cuman kebawa perasaan aja kemaren," jawab Eshale meringis tidak enak. Alfa lega mendengarnya. Ia turun dari motor lalu menggenggang kedua tangan Eshale.
"Kalau gitu gue yang ngomong. Eshale gue masih sayang pakek banget sama lo. Lo mau balikan sama gue?" Eshale tersenyum girang, ia mengangguk antusias.
"Makasih karena selalu ada buat gue ya, Al," ujar Eshale terharu. Alfa mengangguk sambil tersenyum. Ia mengecup dahi Eshale sekilas lalu kembali menjalankan motornya ke arah sekolah.
Akhirnya, kebiasaan-kebiasaan yang dulu sering mereka lakukan kembali terulang. Alfa yang mengantar Eshale ke kelasnya. Mereka yang ke kantin bersama dan memakan bekal yang Eshale bawa. Dan kebiasaan-kebiasaan lainnya.
"Cieee yang udah balikan. Aduduh anget banget sih," goda Rene.
"Biasa. Dunia seakan milik berdua. Inget woy! Sini juga bayar pajak pemerintah kali bukan cuma lo berdua!" Sindir Beta. Sedangkan David hanya menggeleng-gelengkan kepalanya.
Eshale dan Alfa tidak menghiraukan ejekan dari teman-temannya. Mereka memilih sibuk dengan apa yang mereka lakukan. Seperti yang Beta bilang, mereka menganggap saat ini dunia hanya ada mereka berdua. Eshale dan Alfa. Yang lainya....numpang.
"Sial! Kita cuman jadi kambing disini."
"Itu mah lo. Gue kan sama David."
"Gitu ya? Gue pergi aja kalau gitu."
~~~~~~~~
KAMU SEDANG MEMBACA
BAPER [END]
Teen FictionKetika hubungan menghadapi sebuah ujian dimana hati ingin beralih.. Ketika kebiasaan menimbulkan perasaan.. Dan ketika kesibukan dijadikan alasan... Saat itulah kita tahu, seberapa kuat cinta kita.. Cakra yang sudah memilik Salsa, dan Eshale yang su...