- 22 -

31 7 0
                                    

Pagi yang sangat berkabung di rumah keluarga Eshale. Bendera kuning terpasang di salah satu sudut rumahnya. Orang-orang ramai berdatangan dan mengucapkan belasungkawa pada kedua orangtuanya. Pemakaman juga telah dilaksanakan pagi hari tadi. Dimana seluruh keluarganya datang dan juga teman-teman kuliah serta teman semasa sekolah Ethan. Hampir dari mereka semua ikut pergi untuk melihat tempat persemayaman terakhir Ethan. Hampir, karena Eshale memilih untuk mengurung diri di kamar tanpa mau berbicara kepada siapapun.

Kedua orangtuanya sudah berunglang kali membujuk Eshale untuk turun, namun Eshale sama sekali tidak menjawab dan mengunci pintu kamarnya. Menyesal? Sangat. Ia sangat menyesal dengan semua yang terjadi menimpa Ethan. Ia menyalahkan semua kejadian itu pada dirinya sendiri. Eshale merasa bahwa secara tidak sengaja ia yang membunuh Ethan.

Di lain tempat, Cakra yang masuk sekolah hari ini kebingungan melihat Eshale yang tiba-tiba menghilang sejak kemarin. Ia sudah menanti gadis itu selama berjam-jam namun tidak kunjung kembali. Akhirnya, Cakra memilih membungkus makanan Eshale dan pulang ke rumah. Dan hari ini, Cakra juga tidak mendapati kehadiran Eshale di sekolah.

Cakra sudah berusaha menghubungi Eshale dari semalam, namun seolah gadis itu benar-benar hilang nomor yang ia hubungi tidak aktif. Cakra juga ingin bertanya kepada teman-teman Eshale. Namun yang ia kenal hanya Rene dan David. Tapi anehnya kedua orang itu hari ini juga tidak masuk sekolah.

Ia memilih berdiam di kelas sambil berusaha menghubungi gadis itu lewat ponselnya. Tapi nihil, semuanya tidak berhasil. Masih seperti semalam, ponsel Eshale tetap tidak aktif. Cakra diam menimang-nimang ponselnya. Mungkin ada satu hal yang tidak sengaja ia lakukan sehingga Eshale marah, terlebih sikap Eshale yang mendadak jadi pendiam kemaren. Ia memasukkan ponsel ke dalam sakunya dan berniat untuk datang ke rumah Eshale nanti malam.

~~~~~

Hari sudah malam dan Eshale sama sekali belum mau keliar dari kamar. Semua orang yang ada disana khawatir. Rene, David, Beta, dan Alfa yang tadi datang ke acara pemakaman Ethan memilih untuk pulang hingga kembali lagi namun tetap tidak bisa menemui Eshale.

"Duh, Eshale kenapa nggak keluar-keluar, sih. Khawatir nih gue," ujar Rene sambil mondar-mandir. Beta diam tidak tahu harus bertindak seperti apa, ia sedang berpikir. David terus-terusan menatap Rene yang terlihat sangat khawatir sementara Alfa menatap dalam pintu kamar Eshale yang dari tadi pagi tidak terbyka sana sekali.

"Al, ada tangga nggak?" celetuk Beta. Semua yang ada di sana langsung melihat ke arah Beta.

"Buat apa?" Tanya balik Alfa.

"Yang sekiranya tinggi gitu, sampai nyampek balkon kamar Eshale," lanjut Beta tanpa menghiraukan pertanyaan Alfa. Seperti paham, Rene langsung duduk di sebelah Beta dan ikut antusias.

"Iya, lo atau bokapnya Eshale gitu yang punya tangga?" Tanya Rene ikutan.

"Setau gue bokapnya Eshale punya, sih," jawab Alfa. Rene dan Beta langsung berlari menghampiri Papa Eshale yang tengah menyalami tamu yang ingin pamit pulang.

"Om," panggil mereka berdua kompak setelah sang tamu pulang.

"Kenapa?" Tanya Papa Eshale.

"Boleh pinjem tangga nggak, Om?" Tanya Rene. Papa Eshale mengerutkan alisnya bingung.

"Ambil aja, di depan samping rumah." Rene dan Beta mengangguk. Rene balik masuk dan Beta keluar menyiapkan tangga.

Rene keluar menyusul Beta sambil membawa sepiring nasi dan segelas air. Mereka menaiki tangga denga hati-hati karena saat ini, hanya satu tangan yang dapat mereka andalkan karena yang satu lagi untuk memegang minum dan makanan.

Sampai di balkon kamar Eshale, mereka melihat pintu balkon yang dibiarkan terbuka lebar. Otomatis angin malam yang dingin masuk dengan mudah ke dalam kamar. Mereka langsung masuk ke dalam kamar Eshale dan menutup pintu balkon.

Ketika berbalik mereka hampir saja berteriak ketakutan melihat sesosok yang terbaring di atas tempat tidur.

Eshale sedang tidur miring dengan pandangan kosong ke arah kasur. Kantung matanya yang terlihat sangat hitam begitu juga dengan kelopak matanya yang sangat bengkak. Rambut awut-awutan serta wajah yang pucat. Hal itu yang membuat mereka mengira bukan Eshale yang ada di sana melainkan hantu.

"Eshale, astaga!" Teriak mereka berdua hampir bersamaan. Para pria yang ikut menyusul langsung naik tangga cepet-cepetan mendengar teriakan kedua gadis itu. Tapi, sayang. Mereka tidak bisa masuk karena Beta dan Rene sudah mengunci pintu balkon kamar Eshale.

"Eshale, yaampun! Kok lo bisa sampai begini, sih?" Cecar Rene panik. Seumur hidupnya berteman dengan Eshale, ia tidak pernah melihat gadis itu terpuruk sampai seperti ini.

Eshale masih diam tidak menanggapi ucapan kedua sahabatnya itu. Ia masih terus memikirkan Ethan.

Tok tok tok

Rene turun dari kasur Eshale dan segera membuka pintu kamar Eshale yang terkunci. Mama Eshale tersenyum melihat Rene. Ia sempat melirik Eshale dan wajahnya berubah sendu.

"Ini, tante titip ini aja buat Eshale. Tadi ada nak Cakra datang, tapi berhubung Eshale lagi sedih jadi tante suruh pulang." Rene menganggukkan kepalanya dan menerima bucket bujga yang diberikan Mama Eshale padanya.

Melihat sang kekasih berbalik membawa bunga. David segera berbalik dan melihat ke bawah. Benar Cakra berdiri di sana. David menepuk pundak Alfa dan menunjuk ke arah Cakra. Alfa melihat ke arah yang ditunjuk David, namun sayang ia tidak dapat melihat wajah lelaki itu karena lelaki itu yang keburu masuk ke dalam mobil.

Di dalam kamar, Rene mendakati Eshale dan menaruh bucket tadi di depan Eshale. "Shal, dia kesini tadi. Itu dari dia," ujar Rene. Beta menatap Rene bertanya. Alfa ada di balkon kamar Eshale, lalu siapa yang mengirimkan bunga? Memang hanya Beta yang tidak tahu mengenai putusnya hubungan antara Eshale dan Alfa.

Eshale bangkit. Ia membuang bunga itu ke segala arah. "GUE GAK BUTUH BUNGA!! GUE CUMA MAU KAK ETHAN!! KAK, KAK ETHAN KAAAAAAK!!" Dengan segera Rene dan Beta langsung berusaha menenangkan Eshale yang kembali histeris. David dan Alfa langsung menggedor-gedor pintu minta dibukakan. Beta membiarkan Rene mengambil alih sementara dirinya membukakan pintu untyk kedua pria tadi.

Alfa langsung masuk dan memeluk Eshale. "Ssst, Shal lo mesti tenang, Shal. Kakak lo udah tenang," ujar Alfa berusaha menenangkan.

"ENGGAK, KAKAK GUE BELUM MATI!! KAK ETHAN, KAAAKAHAHAHA!! Kak Ethan huhuhu." teriakan Eshale melemah. Ia mencengkram baju Alfa kuat. Ia kembali menangis sejadi-jadinya dalam pelukan Alfa. Rene menutup mulutnya menahan isak tangisnya. David mendekat dan merangkul kekasihnya. Beta duduk di sebelah Eshale sambil mengelus punggung gadis itu pelan. Tak urung air matanya juga ikut tumpah.

Kedua orangtua Eshale beserta pegawai rumah Eshale datang mendengar teriakan Eshale. Melihat Eshale yang seperti itu dipelukan, membuat Mama Eshale tak kuasa dan kembali menangis sambil memeluk Papa Eshale. Tidak hanya itu, pegawai rumah Eshale juga ijut merasa sedih. Bahkan bibi yang sudah bekerja saat mereka masih kecil ikut menangis.

Tangisan Eshale mulai mereda, ia terlihat sangat lelah dan tertidur dalam pelukan Alfa.

~~~~~~~~

8 Juli 2020

BAPER [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang