Gamers 47

857 32 4
                                    


"Fan, hari ini jadi kerumah lu?" tanya Berlin senyum semeriang berbeda dari biasanya.

"Jadi," jawab Fani singkat, padat, jelas.

"Okey tunggu sebentar ya, disuruh nemuin Pak Sabandi dulu," ucap Berlin meninggalkan Fani.

"Fan, gua pulang dulu ya. Nanti nyusul."

"Oke."

Setelah membereskan alat tulis, Fani menunggu Berlin. 15 menit berlalu entah apa yang sedang dibicarakan, Fani keluar kelas merasa sekolah sudah sepi.

Maulie dan Berlin berjalan "Ka Fanin Maulie ikut ya."

"Ikut kemana."

"Kerumah Ka Fanin."

"Oh, iya ikut aja."

Sepanjang jalan Fani hanya menatap jalan yang macet. Bukan Jakarta namanya kalau tidak macet. Sesampainya dirumah Fani masih memasang wajah datarnya.

"Assalammualaikum Tante."

"Walaikumsalam, Fani kenapa?" melihat wajah Fani ditengkuk membuat mama Ayu khawatir.

"Gapapa mah, Fani ganti baju dulu."

Fani menaiki anak tangga per anak tangga

"Fani kenapa sayang?" tanya Tante Ayu.

"Fani lagi kecewa Tante," ceplos Berlin. Maulie menyenggol tubuh Berlin supaya tidak berbicara yang membuat Fani semakin sedih.

"Masalah cowo?"

Berlin hanya memanggut setuju.

"Mau minum apa?" tanya Tante Ayu.

"Apa aja Tante, kalau bisa yang dingin ya," ucap Maulie.

"Siap."

Maulie menuruni anak tangga, dengan tatapan kosong mengarah kedepan. Ia duduk dipinggir sofa. Gani yang baru saja pulang membuka pintu utama, dengan membawa donat berbagai macam bentuk.

"Fani," panggil Gani.

"Kenapa ka?"

"Katanya Rafisky mau kesini."

"Serius ka," sambung Berlin tak percaya.

"Iya Lin, kenapa emangnya?"

"Gapapa."

"Ywdah ya, gua ganti baju dulu."

"Ka Berlin suka sama Rafisky ngeselin itu?" tanya Maulie.

"Enggak ngeselin ko."

"Assalammualaikum," ucap seseorang dibalik pintu utama.

"Bukain gih Lin, kali aja paket gua dateng," Berlin berjalan keluar membuka pintu, dan ternyata di sana seorang pria tinggi, gak putih sih cuma manis, matanya yang cokelat membuat Berlin susah untuk berpaling.

GAMERSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang