Putra x Ira - Airport

62 6 17
                                    

Geser.

"Halah si Irsyad lagi..."

"Haloooooo masyarakat!!! Selamat lebaran yak! Nih gue abis... Aduh! Kok dipukul sih Sya?"

"Motornya cari dulu ih! Instagram mulu!"

"Sukurin disemprot bini sendiri,"

Geser.

"Win, senyum Win mumpung cantik!"

"Halah si Dadang, nggak di kantor, nggak di luar, nggak puasa, nggak lebaran, gombalnya gak kelar!"

Geser.

"Halo, saya Raymond,"

"Saya Dana,"

"Kami sekeluarga mengucapkan selamat lebaran untuk teman-teman yang merayakan!"

"Halah malah mantan update sama suaminya,"

Putra menutup ponselnya dan mengangkat kepala. Ia baru menyadari parkiran telah sepi. Putra melirik arlojinya.

07.48 am.

Dua jam lagi pesawatnya akan berangkat. Putra segera bangkit dari duduknya setelah sedikit merenggangkan badan. Ia sedikit terkekeh, merasa bodoh karena tak menyadari ia menjadi satu-satunya manusia yang tersisa di lapangan parkir karena tenggelam dalam update instastory kawan-kawannya.

Harusnya saat ini Putra sudah ada di Surabaya dan memohon maaf di kaki ayah dan ibunya. Salahkan sikap teledornya, satu-satunya tiket yang berhasil ia dapatkan adalah tiket pesawat, itu pun di hari H lebaran.

Iya, Putra sudah menyesal.

Iya, ibunya juga sudah mengomelinya semalam suntuk.

Karena tak ingin mengulangi kebodohan yang sama, pagi ini ia berangkat shalat Ied lebih awal, bahkan mobilnya menjadi mobil pertama yang terparkir. Putra juga berhasil mendapatkan posisi di baris shaf nomor dua dari depan. Namun setelah bersalaman dan sedikit lempar senyum dengan jamaah lain, barulah Putra menyadari sesuatu.

Untuk keluar dari masjid dan mengeluarkan mobilnya dari lapangan parkir, ia harus mengantri cukup panjang.

Anggaplah ini kebodohannya yang lain.

Jadilah Putra menunggu semua itu dengan duduk di bangku kosong sembari memainkan ponselnya. Toh jalan raya di hari besar seperti ini sangatlah sepi. Ia tak perlu mengkhawatirkan macet dan menciptakan kebodohan yang lain.

Srak!

Putra mengangkat kaki kanannya. Ada sebuah kantong plastik putih yang tak sengaja diinjaknya. Tangannya terulur mengambil kantong tersebut.

"Lah? Kok ada dompet?" Putra bermonolog sendiri saat menyadari isi dari kantong tersebut.

Sekali lagi Putra menoleh ke kanan dan kiri, barangkali menemukan si pemilik kantong. Sayangnya nihil, ia memang satu-satunya yang tersisa.

"Mohon maaf ya ini barangnya gue bongkar, keburu pesawat gue berangkat nih,"

Putra membuka dompet berukuran cukup besar tersebut. Ada beberapa kartu beratasnamakan 'Indira Listy Wijayanti' dan beberapa lembar uang kertas yang tak berani disentuh Putra. Matanya kini justru tertuju pada dua lembar kertas bukti penukaran tiket pesawat tujuan Surabaya jam 10 pagi.

Kok sama?

"Lah? Sebelahan sama gue?" kening Putra makin mengernyit saat membaca nomor kursinya.

"Pak? Beneran nggak lihat dompet jatuh Pak? Biru warnanya, agak gede gitu,"

"Nggak Mbak, saya nggak lihat,"

Love SeasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang