Jonathan x Yua - I Miss You

13 1 4
                                    

"Oke, sekarang coba jelasin mengapa seorang Yuvana Jelita udah tahu abis latian pentas capeknya super tapi bukannya pulang malah nyusulin gue main voli?"

Yua tak langsung menjawab pertanyaan Jonathan. Ia justru terkekeh dan menyandarkan badan mungilnya ke jok mobil.

"Dih, ditanyain malah cengengesan. Untung cantik," celetuk Jonathan dengan nada kesal.

"Kan lu bilang pengen ditonton kalo lagi main, yaudah mumpung selesai latiannya lebih cepet ya gue nyusul," Yua mencoba menjelaskan.

"Maksudnya kalo turnamen Mbak, bukan yang main becandaan gini,"

"Lah sama-sama main kan?"

"Gue menangnya cuma pas turnamen,"

Saat ini sudah hampir tengah malam. Hanya sedikit kendaraan yang berlalu lalang, termasuk mereka berdua yang dalam perjalanan ke apartemen Yua. Jonathan tak pernah menyalakan lampu kabin mobilnya, sehingga Yua mencoba memahami ekspresi wajah Jonathan dibantu temaram lampu jalan.

Seperti kata Jonathan, ia tadi bermain voli bersama teman-teman semasa kuliahnya. Bukan pertandingan serius, hanya pertandingan seru-seruan saja walaupun di antara mereka ada tiga atlet voli profesional, termasuk Jonathan. Juga seperti yang bisa ditebak, tim Jonathan kalah.

Nah, Yua datang tepat saat match point tanpa memberitahu Jonathan sebelumnya.

"Gue bukan dateng karena pengen liat lu menang kok," ucap Yua. "muka lu udah sering banget nongol di tv tiap menang turnamen, di youtube juga banyak. Udah bosen,"

"Tetep aja. Mana kalahnya lawan Bangji lagi, sialan,"

Kalau begini Yua tak perlu lagi menebak-nebak ekspresi Jonathan. Sudah pasti seratus persen merengut.

Sebenarnya tak ada yang salah dengan Bangji. Dia juga atlet voli, bahkan satu tim dengan Jonathan, baik di klub mau pun timnas. Yua juga mengenal Bangji, akrab malah. Yang jadi masalah adalah tabiat Bangji yang luar biasa tengil. Tadi saja saat Yua muncul Bangji langsung teriak,

"JIAAAAAHHH MALU-MALUIN DIDATENGIN PACAR PAS KALAH!!!"

Iya, begitu. Sama persis. Lengkap dengan gaya tengilnya berlari keliling lapangan.

"Bangji kan mau kalah mau menang yang penting ngeledek orang, udah biasa lah Jo,"

"Justru itu Mbak. Udah menang masih sombong lagi,"

"Ya kalo kalah tapi sombong mah bego, Jo. Gimana sih malah kok kemakan emosi???" sahut Yua sambil mencubit pipi kiri Jonathan.

Kalau ini Jonathan yang biasanya, dia pasti langsung membalasnya. Tapi Jonathan nyatanya diam saja dan tetap melihat ke arah jalan.

Yua menyimpulkan penyebab utamanya bukanlah ketengilan Bangji.

"Gue turun sini aja deh Jo," ucap Yua sambil bergerak hendak melepaskan sabuk pengaman.

"Eh apaan sih? Nggak, bentar lagi juga nyampe,"

"Lu lagi emosi dan kalo lu lagi emosi lu lebih suka sendiri," ucap Yua tenang. "nanti kalo emosinya udah reda baru kita ngobrol,"

Jonathan menghela napas. Ia benar-benar menepikan mobilnya, namun tangannya menahan Yua yang sudah siap melompat turun. Yua tentu kebingungan, tak paham jalan pikiran Jonathan yang...

Pastinya kalut.

"Gue kangen," desis Jonathan. "gue kangen, tapi sekalinya ketemu malah pas gue kalah. Gue malu,"

Ah, Yua kadang lupa Jonathan dengan segala gengsinya adalah hal yang tak pernah bisa dilepaskan. Yua bahkan baru sadar tadi Jonathan tak menyapanya saat ia datang. Jonathan hanya melambaikan tangan, lalu membereskan barang-barangnya. Fokus Yua teralihkan oleh teman-teman Jonathan yang menyapanya.

Tapi alasan Yua datang tiba-tiba karena ia merasakan hal yang sama seperti Jonathan. Entah mengapa rasanya kesibukan mereka sedang di puncaknya. Rangkaian turnamen Jonathan baru selesai dua minggu lalu, kebetulan berbarengan dengan tawaran pentas untuk Yua yang datang silih berganti. Sesibuk itu sampai untuk sekadar berbalas pesan singkat saja sulit.

"Jo, kadang gue lupa lo kalo lu itu lebih muda dari gue. Lucu banget sih?" canda Yua. "sini,"

Yua menepuk kaki Jonathan dan membuka tangannya lebar-lebar. Yang ditepuk berusaha bertahan dengan gengsinya dan membuang muka, namun Yua bergerak lebih cepat dengan menarik lengan Jonathan sampai pria itu limbung dan benar-benar jatuh ke pelukan Yua.

"Gue mau sama lu karena itu elu, Jo. Mau lu menang kek, kalah kek, selama nama lu masih Jonathan Abyakta Pamungkas, masih suka random jemput gue pulang, yang hobi banget bawa gue ke acara keluarganya nggak pake bilang apa-apa, yang suka jealous nggak jelas kalo gue sepanggung sama aktor lain, ya gue bakal tetep betah," ujar Yua. "gue juga kangen. Banget. Titik,"

Gengsi Jonathan lenyap sudah. Ia balas memeluk Yua erat-erat. Dikecupnya kening Yua kemudian kembali membenamkan wajahnya dalam ceruk leher wanita mungil itu.

"Ini beneran lu badmood gara-gara kangen doang kan? Bukan yang lain kan?"

Jonathan hanya mengangguk. Ia terlalu malu untuk bersuara.

"Lain kali ngomong, jangan diem aja. Kan gue bukan cenayang," Yua mengacak rambut Jonathan. "gengsi kurang-kurangin,"

Jonathan melepaskan pelukannya. Ia tersenyum manis dan menganggukkan kepala dengan mata yang menatap mata Yua lamat-lamat.

"Udah beres beneran nih badmood-nya?" Jonathan mengangguk lagi. "gitu doang? Ya ampun Jo, kita tu berapa lama nggak ketemu sih kok lu jadi gemesin gini?"

Jonathan masih tersenyum, sepertinya ia benar-benar menikmati semua perlakuan Yua terhadapnya. Bahkan ia terkekeh seiring cubitan Yua yang makin kuat.

"Mbak," panggil Jonathan.

"Apa?"

"Tadi Bangji bilang lu pacar gue lo, nggak marah?"

Mata Yua membulat. Tangannya berhenti mencubit pipi Jonathan dan ia langsung membenahi posisi duduknya. Yua mendengus, lalu kembali menoleh pada Jonathan.

"Bodo ih, pada susah percaya kita nggak pacaran,"

"Ya emang umumnya yang kayak kita gini statusnya pacaran Mbak,"

"Hah? Kaya gini maksudnya... Jonathan ih!"

Tawa Jonathan pecah di sela ia menghindari pukulan Yua yang beringas. Walaupun lampu kabin mati, Jonathan yakin seratus persen wajah Yua benar-benar merah padam sekarang.

Jonathan baru saja mencuri satu kecupan dari bibir Yua.

~DONE~

Kangen mereka berdua :(((
Males nyari poto, jadi gapake. Kalo penasaran cek part sebelum ini ya wkwkwk..

Love SeasonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang