Memang benar, tak semua berjalan dengan baik.
Mereka sudah berjuang sekeras mungkin tapi tidak berhasil menang. Untuk menyemangati mereka, Seokjin dan Namjoon mengajak mereka untuk makan di tempat terdekat.
Beberapa anggota tak dapat menahan tangis di tempat itu, memang kalah tidak pernah terasa manis. Mereka berusaha menyemangati satu sama lain lagi, dan tertawa saat malam semakin gelap. Semua membungkuk dan mengucapkan terima kasih saat mereka beranjak pulang.
Hanya tinggal Jungkook dan Jimin yang bersama Namjoon dan Seokjin.
Seokjin ragu untuk bertanya, tapi pada akhirnya dia menawarkan Jimin dan Jungkook untuk pulang ke apartment mereka. Dan jelas mereka menerima tawaran itu.
Dua orang ini sudah terlalu dekat gurunya.
-
"Hei, kau tak akan menangis?" Jimin bertanya sambil duduk di samping Jungkook. Mereka sedang di beranda tempat tinggal guru mereka.
"Menangis tak akan menyelesaikan masalah, dan menangis adalah tanda kau lemah." Ucap Jungkook agak tersentuh karena Jimin mengkhawatirkannya, tapi hanya saat Jungkook mulai luluh, Jimin merasakan dingin yang berhembus menyentuh pipinya dan memutuskan untuk masuk.
Jungkook siap untuk menarik semua pikiran baik tentang Jimin, tapi Jimin kembali dengan membawa selimut.
"Disini dingin," Jimin menyelimuti mereka berdua. Jungkook yakin banyak orang akan benar-benar jatuh hati pada Jimin karena ini, tak terkecuali Jungkook.
"Menangis bukan berarti kau lemah. Dan menangis memang tak akan menyelesaikan masalah, tapi itu bisa membuat orang lain tahu kalau kau sedang bersedih dan butuh seseorang." Ucap Jimin menatap ke Jungkook di sampingnya.
"Yeah, in a perfect world. Tapi disini, semua akan setuju berkata kau lemah, dan kau tahu apa yang mereka lakukan pada orang yang lemah?" Kini mereka saling beradu pandang.
"Orang-orang akan memperlakukan mereka seperti sampah," Sorot mata Jungkook menajam, memberi tahu Jimin bahwa semua yang ia katakan bukanlah kebohongan.
"Karena mereka sangat lemah terhadap masalah kecil yang hidup berikan pada mereka." Jimin terdiam mendengar itu, dan Juungkook tersenyum kecut melihatnya.
Jungkook mengalihkan pandangannya menuju langit, langit kosong yang tak berbintang sama sekali.
Semua terasa dingin, sangat dingin.
Sama seperti semua malam yang selalu ia lalui sendirian.
Jungkook merasakan lengan Jimin memeluk pundaknya, dan hanya kali ini Jungkook diam tak menepis dia sama sekali.
"Jungkook, di tiap 1000 orang yang berkata dirimu sampah, tetap akan ada satu orang yang berkata kau manusia yang sedang berjuang," Jungkook merasakan hangat seorang Jimin lagi. Kehangatan yang tanpa ia sadari selalu ia cari.
"Dan semua orang kuat dengan cara yang berbeda." Lanjut Jimin.
Tanpa mengalihkan pandangannya dari langit, Jungkook terkekeh.
"Bagaimana denganku?" Tanya Jungkook.
"Jungkook kau itu kuat, kau melindungi Taehyung walau waktu itu kau belum mengenalnya," Jungkook menyandarkan kepala dia di ceruk leher Jimin. Nyaman.
"Kau juga selama ini menanggung semua kesedihan sendiri," Lanjut Jimin.
"Sekarang waktu kau istirahat Jungkook, bernapaslah." Setiap kata yang keluar dari bibir Jimin, menghipnotisnya.
"Aku tidak bisa, Jimin. Aku belum berhasil, masih tak ada yang menginginkan diriku." Jimin mulai mendengar suara Jungkook yang tercekat tanda menahan tangis, dan mengeratkan pelukannya.
"Tidak akan ada yang menginginkanmu jika kau sendiri tak menginginkan dirimu. Apa yang kau benci dari dirimu sendiri?" Jimin menatap Jungkook.
hening menyelimuti mereka. Hanya deru angin yang memenuhi indra pendengaran mereka.
"Semuanya." Itu lah jawaban Jungkook.
"Aku benci diriku yang tak bisa sehebat orang lain,"
"Aku benci diriku yang tak diinginkan,"
"Aku benci fakta diriku tak bisa menemukan tempat yang disebut rumah,"
"Aku benci fakta aku selalu sendiri." Jungkook mendengar Jimin menarik napas dia dalam, dan Jungkook mendongak. Jimin masih menatapnya.
"Jungkook, kau punya Taehyung, Yoongi, Hoseok, Namjoon sonsaengnim juga Seokjin sonsaengnim, dan semua anggota klub dance. Kau juga punya aku, bagaimana mungkin kau melupakan kami?" Jimin kini tahu, Jungkook sangat rapuh dalam hal ini.
Tubuh dalam pelukannya ini masih menahan tangis.
"Kalian akan pergi saat tahu seberapa lemah aku." Jawab Jungkook.
"Jungkook aku melihatmu menangis dua kali, dan lihat dimana aku saat ini," Jungkook terdiam dan menunduk mendengarnya.
"Mungkin orang tua mu selalu membencimu, kakakmu meremehkanmu, dan teman-temanmu hanya memanfaatkanmu. Tapi lihatlah, mereka yang memang tak pernah menuntut apapun darimu selalu ada di sampingmu kan?"
"Aku akan selalu jadi seseorang yang bangga padamu, dan menjadi rumahmu." Lanjut Jimin.
Jimin menangkup pipi Jungkook, dan membuat Jungkook menatap padanya.
Jungkook sedang menggigit bibir bawahnya menahan tangis. Jimin yakin bibir itu sudah berdarah.
"Jadi, sekali ini. Menangislah, bernapaslah karena kau sudah berhasil."
Suara isak tangis terdengar setelahnya, dengan sepasang tangan memeluk dia berusaha memberi kehangatan.
*
*
*
Hi ^^Thanks for reading ><
Next Chapt will be so f long, so bear with me okay....
Next Chapter: Confess.
Support dan bintang kalian berarti banyak buatku ><
C u next time (^o^)丿
KAMU SEDANG MEMBACA
The Way Into The Spring || JiKook
Fanfiction[END] Kehidupan lain yang berusaha Jimin dan Jungkook tutupi. Musim Dingin panjang yang seolah tanpa ada ujung yang mereka lalui sendiri. Kapan semua akan berakhir? Main pair Jikook. Side pair Vhope, Namjin