Jimin -Part2-

3.2K 399 9
                                    

Malam itu Jimin diantar oleh ayahnya pergi untuk mewarnai rambutnya.

Jimin ingin menghancurkan setiap cermin yang ada di ruangan itu atau seluruh kota saat melihat hasil warna rambutnya.

Warna rambut Jimin bukan hanya pink, tapi begitu soft pink. Jimin mulai berpikir jika dia berkelahi dengan warna rambut ini, lawannya akan tumbang duluan karena terlalu lelah tertawa melihat penampilan Jimin.

Karena itu juga Jimin memutuskan untuk tak masuk sekolah seharian penuh esok harinya, ditemani Hoseok. Atau lebih tepatnya tawa Hoseok.

Dia bisa melihat tatapan heran siswa yang satu sekolah dengannya, atau tawa kecil siswi yang melihatnya.

Dan jika Jimin tak mempunyai aturan jangan pukul mereka yang membuatmu marah kecuali mereka menyerangmu duluan, mereka sudah pergi ke sekolah dengan muka membiru.

-

Jimin kini sedang menunggu ibu dia menjemputnya. Jimin kembali berpura-pura menjadi murid teladan. Dan mobil merah berhenti tepat di depannya.

"Jimin, masuklah." Ucap wanita yang memang ibu Jimin dari dalam mobil.

Dia menurunkan kaca mobilnya agar bisa membuat Jimin yakin itu dia. Tapi Jimin lebih bisa mengenali dia dari suaranya, wajahnya jauh berbeda dari 4 tahun lalu. Sangat jauh berbeda.

Jimin memasuki mobil mewah itu, dia duduk di samping jok pengemudi. Ibu Jimin menatap dia dengan penuh haru.

"Ah... uri adeul~" Ibu Jimin memeluk Jimin dengan begitu erat. Jimin tertawa dan membalas pelukannya.

"Aku tak boleh menangis, eyeliner ku akan luntur." Ucap Ibu Jimin sambil melepas pelukannya, mendongak agar air mata dia tertahan dan mengipaskan tangannya.

Yupz Ibu Jimin sangat berubah.

Selama perjalanan menuju restoran yang sudah di pesankan Ibu Jimin, Jimin terus memperhatikan wajah ibunya. Berusaha membandingkan dengan saat mereka terakhir bertemu.

Kulit ibu Jimin begitu putih tak seperti dulu, bibir dia juga diberi warna merah menantang, dan mata dia kini terlihat memakai make up yang dulu Ibu Jimin akan hindari. Seperti eyeliner, maskara, juga bulu mata palsu.

Mungkin Ibu Jimin memang sudah banyak berubah, atau Jimin lah yang lupa rupa Ibunya.

"Apa Eomma semakin cantik?" Tanya Ibu Jimin yang sadar sedari tadi diperhatikan anaknya.

"Entah, mungkin... iya." Jawab Jimin dengan senyuman, Jimin tak boleh merusak mood ibunya sama sekali, jika itu terjadi Jimin tak akan bisa mengatakan yang selalu dia ingin katakan.

"Uh... anak Eomma harus bisa lebih jujur. Akui kalau Eomma mu ini makin cantik." Ucap Ibu Jimin yang tetap menatap jalanan. Jimin tertawa mendengar itu.

-

Mereka sampai pada restoran yang dipesan ibu Jimin. Restoran itu begitu mewah.

Jimin yakin bahkan orang kaya pun akan berpikir dua kali untuk makan di tempat ini.

Mereka menunggu pesanan untuk meja mereka dengan obrolan kecil, tentang sekolah, teman, cita-cita yang tentu Jimin jawab dengan kebohongan.

Hidangan satu persatu sampai di meja mereka, hidangan itu benar-benar terlihat mahal bahkan hanya dari penampilan luarnya.

Jimin menelan ludah dia, Jimin akui dia tiba-tiba kelaparan.

"Makan lah." Ucap Ibu Jimin dengan senyuman. Dan Jimin balas tersenyum, bersiap memakan semua hidangan di depannya.

Mereka terdiam selama beberapa menit sampai Ibu Jimin memulai percakapan lagi.

"Eomma sudah duga, warna pink terlihat sangat pas untuk wajah imutmu." Ibu Jimin mengacak-acak rambut Jimin.

Jimin baru saja lupa kalau rambut dia berwarna pink, dan sekarang dia mengingatnya lagi.

Seketika Jimin melihat percakapan ini sebagai jalan untuk Jimin mengatakan itu.

"Eomma, Eomma ingin melihatku setiap hari? Melihat wajah cute ini setiap hari? Eomma ingin aku tinggal bersama Eomma?" tanya Jimin dengan khawatir.

"Jimin ingin tinggal bersama Eomma? Eomma sangat ingin. Ayo kita bereskan surat dan sebagainya." Wajah ibu Jimin begitu sumringah, dan memegang tangan Jimin erat.

Dan ini lah saatnya Jimin mengatakan itu,

"Juga bersama Appa. Kita tinggal bersama lagi bertiga." Dan ibu Jimin terdiam mendengar itu.

"Eomma, Appa masih sangat menyayangimu. Tak bisakah kita kembali bertiga?" Ibu Jimin tetap terdiam.

"Eomma tak bisakah?" napas Jimin mulai tercekat, tanda bahwa dia berusaha menahan tangis.

"Tidak bisa Jimin..."

Jimin memang berasal dari keluarga kaya, dan berpengaruh di sekolahnya. Tapi hanya ibu Jimin.

Orang tua Jimin bercerai 4 tahun lalu, dan Jimin tinggal bersama ayahnya sejak saat itu.

Ayah Jimin memutuskan untuk tinggal di Seoul, karena itu Jimin memulai hidup Smp dia di Seoul, di tempat yang sama sekali Jimin belum kenali.

Jimin sangat tahu ayahnya sangat mencintai ibunya, tapi ibu dia ingin mengejar karirnya dan lebih memilih pergi.

Jimin tak membenci ibunya yang pergi, atau ayahnya yang tak melakukan apapun ketika ibunya pergi. Tapi melihat mereka bisa hidup bertiga lagi tetap menjadi impian untuk Jimin.

Selama ini, ibu Jimin hanya mengirim uang. Dan ini pertama kalinya mereka bertemu lagi.

Jimin sedikit berharap Ibunya ingin kembali. Tapi ia salah.

Jimin sudah jelas dituntut menjadi penerus karir ibunya karena itu ayah Jimin selalu mengawasi nilainya. Bagi ayah Jimin suatu hari nanti Jimin akan meninggalkannya dan pergi menuju ibunya, tapi jika itu untuk kebahagiaan Jimin maka ia rela kembali melepas seseorang yang ia kasihi.

Tapi Jimin benci ide itu.

Jimin tak mengatakan apapun setelah itu. Berdiri dan langsung membungkuk dan pergi begitu saja.

Ibu Jimin tak mengejar karena ia tahu itu tak bisa mengubah apapun.

-

Jimin lari dari tempat itu, pergi menjauh dari sosok ibunya.

Dia tak tahu harus kemana,

Dia tak tahu harus lari pada siapa.

Jimin tak pernah mengatakan hal ini pada Hoseok teman terdekatnya, walau dia tahu Hoseok sudah mengetahuinya.

Dia berjalan tanpa arah sampai sore hari dan diam di taman, dia tahu nama taman ini. Dia akan menghubungi Hoseok untuk menjemput dia, tapi terhenti dan menghubungi orang lain.

Dia menunggu sambungan diangkat oleh orang diseberang.

"Appa... Appa tahu taman yang sedang populer di Itaewon? Aku sedang disana. Bisa kau jemput aku?"

"Eomma ada urusan, dan aku menolak tawaran dia mengantarku pulang."

"Iyah, menyenangkan." Dan Jimin selalu berbohong.

The Way Into The Spring || JiKookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang