Jungkook -Part 1-

2.5K 313 4
                                    

cklek

"Siapa?" Jungkook tahu jelas suara itu. Itu Ibu dia.

Jungkook tambah yakin dia tak seharusnya pulang.

"Aku." Jungkook benci fakta bahwa untuk sampai ke kamar dia, dia harus melewati ruang tengah. Yang dia yakini orang tua dia sedang disana.

"Apa yang sudah kau lakukan sampai pulang jam segini? Berkelahi?" Jungkook ingin mengabaikan pertanyaan dari ibunya dan melangkah menuju kamarnya. Tapi lengan dia ditahan oleh ibunya.

"Ibu bertanya kau tak dengar?!" Jungkook hanya diam dan menunduk.

"Ini pertama kalinya Ibu melihatmu selama seminggu, dan yang kau lakukan tak menatap ibu sama sekali," Ibu Jungkook kembali berucap dan tak melepaskan pegangan tangannya.

Ayah tiri Jungkook berada disana dan hanya menatap mereka tak tahu harus melakukan apa.

"Dan apa ini?" Tangan Ibu Jungkook meraih tangan kanan Jungkook yang terluka.

"Kau berkelahi sampai begini? Kenapa tak kau lukai saja kakimu sampai kau tak bisa berjalan, mungkin dengan begitu kau hanya bisa duduk dan belajar lebih giat." Ibu Jungkook agak meremas bagian tangan Jungkook yang terluka, dan membuat Jungkook meringis.

Saat itu lah Ayah tiri Jungkook bangkit dan melepaskan remasan tangan Ibu Jungkook.

"Hentikan, kau melukainya." Ayah Jungkook berucap dan menahan tangan istrinya.

Jungkook segera akan berlari dan memasuki kamar tapi Ibu Jungkook lebih dulu menghalangi pintu kamarnya.

"Aku melukainya? Lalu kenapa? Dia juga melukaiku," Jungkook dengan terpaksa menatap Ibu dia.

Tatapan kebencian terlihat jelas disana.

Dan Jungkook kesakitan, bukan karena tangan kanan dia, tapi segalanya.

"Dari sejak aku tahu yang dia bisa lakukan hanya berkelahi," Jungkook tahu jelas kemana pembicaraan ini mengarah.

"Kenapa Ayahmu mengambil kakakmu bukan kau?" Jungkook tertunduk, badan dia bergetar entah menahan amarah atau tangis.

"Jungkook yang harus kau lakukan adalah belajar dengan rajin, jadilah seperti kakakmu." Nada Ibu Jungkook melembut dan dia memegangi kedua bahu Jungkook.

Ini lah yang Jungkook dengar sepanjang tahun, menjadi kakaknya. Tapi Jungkook benci kakaknya, sangat membencinya.

Dia tak ingin jadi kakaknya.

"Ne... jadilah seperti kakakmu. Buang dirimu yang ini." Dan Jungkook melepas pegangan Ibunya dengan kasar.

Amarah ibu Jungkook kembali naik.

"Lihatlah, Ibu hanya meminta dari kau satu hal dan ini yang kau lakukan. Tak tahu berterima kasih, kau benar-benar pantas untuk dibuang!" Jungkook terkekeh mendengar itu.

Dia menatap wajah ibunya yang kini heran dengan reaksi Jungkook.

"Kalau begitu buang lah, buang juga anak mu yang lain nanti. Buang semua anak yang kau tahu tak akan menjadi anakmu yang itu!" Jungkook meledak, itu satu hal yang pasti. Jungkook tak seharusnya berkata ini dia tahu, tapi dia sudah terlalu marah dan terlalu lelah.

Tak cukup kah dia mendengar tentang kakaknya hari ini.

Bahkan dia hilang kendali saat Jimin membicarakan kakaknya.

"Kau tahu, jika aku dibuang mungkin aku akan bersyukur." Lanjut Jungkook.

Ibu Jungkook kini terlihat hampir hilang kendali.

"Kau tak akan membutuhkanku?" Ibu Jungkook berusaha membuat senyuman, dan senyuman itu yang paling Jungkook benci. Senyuman mengejek.

"Ada atau tidak ada kau, tak ada bedanya." Dan kali ini tamparan yang menyentuh pipi Jungkook.

Jungkook kaget, ini bukan pertama kalinya ibu dia menamparnya. Tapi tetap Jungkook merasakan setiap tamparan seperti pertama kali.

Jungkook mendecih dan menggeser paksa Ibunya dari depan pintu kamar. Dia mengunci kamarnya.

Dia bisa mendengar teriakan ibunya dari luar juga suara ayahnya berusaha menenangkan. Jungkook benci ini.

Jungkook benci saat dia pulang ke rumah.

-

Jungkook selalu berangkat ke sekolah pukul setengah 5, walaupun hari libur dia tetap akan keluar dari rumah pukul setengah 5, sebelum orang tuanya bangun.

Dan dia akan pulang ke rumah pukul 11 malam, sesudah orang tuanya tidur.

Jungkook benci berhadapan dengan orang tuanya. Dia benci mendengar teriakan ibunya.

Dia benci segala hal tentang keluarganya.

Air mata mengalir begitu saja dari pipi Jungkook.

Jungkook merasa lemah, dan tangan kanannya kembali merasakan sakit.

Dia ingin menghentikan segalanya dan tidur dengan tanpa beepikir apapun.

Tapi dia tak bisa, semua kejadian ini akan terbawa dalam mimpinya.

Bagaimana ia kalah dari Jimin,

Bagaimana Ibu dia menampar dia dan menghina dia.

Dia tak ingin tidur, kenyataan sudah cukup menyakitkan untuk dia, dan mimpi tak pernah lebih baik.

Jungkook coba merebahkan tubuh dia di kasur, dan berusaha bernapas dengan stabil, tapi air mata dia tetap mengalir.

Dia tak tahu harus berbicara dengan siapa.

Jungkook mungkin saja pergi dari rumah, tapi itu akan jadi pilihan bodoh. Hidup dia sudah berantakan dan keluar dari rumah tak akan membuat semua lebih baik.

Jungkook mendengar bunyi handphone dia dari tas, dia terlalu lelah untuk melihat siapa yang menghubungi dia, mungkin itu Taehyung atau Mingyu.

Sekali, dua kali, tiga kali handphone itu berbunyi, akhirnya Jungkook mengambil handphone dia dan melihat nama 'Ayah' tertera disana.

"Ayah, ada apa?" Jungkook berusaha agar suara dia terdengar normal, tapi serak itu tak bisa hilang.

"Iya, aku akan menunggu di pinggir jalan jam 10." Dan panggilan berakhir. Jungkook menatap layar handphone dia dengan datar.

Ayah Jungkook mengajak dia untuk makan di hari Sabtu, tak aneh.

Jika seseorang bertanya pada Jungkook, siapa yang lebih dia sukai Ayah atau Ibu? Jungkook mungkin tak bisa jawab. Bukan karena dia terlalu menyukai keduanya, tapi dia terlalu membenci keduanya.

Mungkin ayahnya terdengar lebih baik karena dia memberi Jungkook perhatian.

Tapi tidak, hanya itu yang dia lakukan, mengajak makan, bertanya tentang sekolah lalu pergi.

Ayah Jungkook tak tahu apapun tentang dia, dan Ayahnya sama saja dengan ibunya selalu menceritakan kakaknya dan hanya itu.

The Way Into The Spring || JiKookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang