☀️40

1.3K 88 12
                                    

Darel memacu kendaraannya dengan kecepatan tinggi, ia meliuk-liuk diantara kendaraan lain. Rambu jalan seperti tak terlihat olehnya, lampu merah ia lewati begitu saja. Dyra jadi takut mau bicara.

Laju kendaraannya semakin lambat, jalanan dipadati kendaraan berukuran besar selain itu ternyata ada satu Bis yang mogok dan berhenti di bahu jalan. Darel geram, ia menekan tombol klakson berkali-kali sambil tidak lupa meluapkan kekesalan.

"Sialan! Brengsek! Bikin macet jalan aja sih!"

Dyra semakin ketakutan. Cuma bisa diam, tidak tahu lagi apa yang harus ia lakukan untuk menenangkan Darel. Ia tahu jika Darel bersikap seperti ini tidak lain karena pertemuannya dengan Alan tadi.

Begitu keluar dari tol, Darel menepi. Ia menghentikan kendaraanya dan keluar dari mobil.

"Ah!!!!" pekiknya. Dyra tercekat mendadak, lalu ikut keluar.

"Rel," panggilnya.

Darel tak menghiraukan. Ia kembali mengambil sebatang rokok, dengan cepat Dyra mengambil alih korek yang akan ia gunakan untuk menghidupkan rokoknya.

"Balikin nggak?"

"Nggak," tolak Dyra sambil menyembunyikan benda itu di belakang tubuhnya. "Kamu udah janji untuk berhenti ngerokok."

"Balikin," paksa Darel. Ia mendekatkan tubuhnya, kedua tangannya beraksi bersamaan menarik paksa benda itu untuk lepas dari tangan Dyra. Ia seperti tidak peduli jika Dyra kesakitan dibuatnya.

"Sakit Rel," rengek Dyra.

Darel melepaskan cengkraman kuatnya kemudian menyundut rokoknya dengan api. Kemudian ia duduk di atas kap mobilnya, raut wajahnya terlihat sangat frustasi.

Dyra mendekatinya. "Kamu kenapa sih? Sikap kamu ke Kak Alan tadi keterlaluan tau nggak?"

Darel berdecih. "Cowok tadi siapanya lo? Selama gue nggak ada lu deket sama dia?"

Dyra tersentak, dia kaget dengan nada bicara Darel yang mendadak kasar.

"Dia temen aku Rel, kamu kenapa sih? Kenapa kamu jadi ngomong, lu gue gini ke aku?"

"Temen kata lo?" Darel menyeringai. "Orang jelas-jelas dia suka sama lo."

Setelah puas menghisap rokoknya ia melempar puntung rokok itu sembarangan, lalu melompat turun.

Ia berdiri berhadapan dengan Dyra memarahinya, membuat Dyra menangis karenanya.

"Dia cuma temen aku Rel! nggak lebih!" rengeknya sambil berurai airmata.

"Yakin? Kalo cuma temen kenapa jalan sama dia harus ngumpet-ngumpet di belakang gue?"

Sebenarnya, hari dimana Dyra diam-diam pergi bersama Alan ke acara resepsi pernikahan teman kantornya.

Malam itu juga, setelah mengantar Dyra dengan selamat. Darel memutar mobilnya ke jalan yang tadi ia lewati bersama Dyra.

Begitu tiba di rumah Dyra, dia turun dari mobil dan bertemu Dave dan juga Anggun. Malam itu ia dihajar sampai babak belur oleh Dave dan setelahnya ia jadi tahu jika Dyra tidak menghiraukan larangannya dan tetap pergi bersama Alan.

Darel meremas tangannya kuat-kuat. Urat-urat di dahinya dapat terlihat dengan jelas, itu menandakan jika ia sangatlah murka.

"Jawab Dyr, kenapa lu diem-diem jalan sama dia di belakang gue?!"

Dyra kaget dibuatnya, tangisnya semakin jadi.

"Kak Alan udah baik banget sama aku dan keluargaku. Dia juga yang udah bantu biaya rumah sakit Ayah sebelum dia akhirnya menghembuskan napas terakhir." Dyra menangis sesegukan.

Wachten / Menunggu [Selesai]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang