five : woki

3.7K 458 6
                                    

Aula sudah mulai sepi dan penumpang shift malam sudah mulai diberangkatkan. Hanya ada penumpang shift pagi yang jumlahnya penumpang shift malam.


Jira menepuk pundak Sella.

"Kita nggak satu kereta, Sel."

Ya, mereka memang tidak satu kereta. Sella berangkat dari peron 4 dan Jira berangkat dari peron 7. Sella satu kereta dengan Lisa, sedangkan Mahen dan Alvaro juga satu kereta dengan Jira. Meskipun begitu, Sella belum sama sekali mencari keberadaan Lisa.


Sella tersenyum pahit.

"Nggak papa lah, Ji. Toh nanti juga ketemu, iya kan?"

Jira mengangguk paham.

"Mahen sama Varo kemana?" tanya Sella. Sepertinya, pertanyaan itu tidak perlu dijawab karena Mahen datang menghampiri mereka.


"Oy, Kak!" sapanya.

"Yo!" sapa Jira balik, sedangkan Sella hanya melambaikan tangannya. Mahen langsung duduk di kursi sebelah mereka berdua.

"Mau ikut gue nggak kak?" ajaknya.

"Ke mana?" tanya Sella.


"Ikut aja, ntar juga tahu." ucap Mahen penuh rahasia.

Jira menatap Mahen penuh selidik. Ini dia terlalu seneng jalan-jalan atau terlalu kepo sama pembangunan rahasia yang nggak dibilangin bapaknya?

"Males ah." tolak Sella. "Nanti kalau Alvaro dateng terus pada nggak ada, ntar pada repot. Kita kan nggak ada handphone,"

"Iya juga. Ya udah deh gue aja yang ikut," sahut Jira. "Lo jangan kemana-mana ya."

"Iya elah." Sella mengangguk.

"Mau kemana sih, kok kita sampai ngendap-ngendap gini?" bisik Jira

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

"Mau kemana sih, kok kita sampai ngendap-ngendap gini?" bisik Jira.

"Udah, ikut aja kak." sahut Mahen pelan sampai akhirnya mereka tiba di sebuah ruangan gelap. Terdapat loker-loker yang bertumpuk di dalamnya.

"Ikut gue." Mahen menarik Jira ke sudut ruangan yang tak terlihat.


Duh, mau ngapain nih anak. Jira mulai curiga dengan gerak-gerik si anak yang terlihat aneh. Tapi, pikiran buruknya itu hilang seketika saat Mahen menunjukkan sebuah tas besar.

"Ini apaan?"


Mahen membuka tas tersebut dan mengeluarkan sebuah benda di dalamnya.

"Ini tuh tipikal walkie talkie tapi mirip handphone gitu. Punya petugas, dan setelah gue baca-baca buku panduannya, benda ini tuh emang berguna buat zaman purba gitu. Jadi, kita bisa kirim pesan atau suara tanpa khawatir karena no signal needed." jelasnya.

Train To Bogor (republished)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang