twenty-three c: the real time machine part. 2

243 29 4
                                    

all of sudden tiba-tiba aku iseng cek chapter cerita ini, dan baru nyadar kalau part ini harusnya dipublish dari kemarin kemarin karena udah kelar dari bulan april😭 

in case kalian lupa, silakan baca chapter 23-b terlebih dahulu ya

Happy reading!

Happy reading!

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"Maksud anda?"

"Untuk mencapai markas itu, kamu tidak hanya berpindah tempat, tetapi juga berpindah waktu." Jeremy memperjelas. "Jadi, untuk pergi ke sana, kalian harus menggunakan mesin waktu lagi."

Jira memiringkan kepalanya.

"Kenapa harus menggunakan mesin waktu? Kenapa harus berpindah waktu? Kenapa bukan di waktu sebenarnya saja?" Gadis itu meluncurkan pertanyaan bertubi-tubi.

Jeremy terkekeh, memaklumi.

"Jika markas itu ada pada tahun yang sama dengan munculnya zombie, besar kemungkinan markasnya akan mudah diserbu oleh zombie-zombie itu. Dan Cempaka Putih sendiri sudah membuat kebijakan terkait tahun yang cocok untuk mengungsi." Sang pria dewasa menyunggingkan senyum. "Hanya saja, tidak pada tahun ini."

Jira menunduk lesu. Tristan tersenyum pahit. Sedikit kecewa karena ternyata, perjalanan mereka tidak semudah itu. Tidak semudah itu untuk pulang sekarang.

Pulang sekarang pun membuat mereka harus kembali menghadapi realita.

"Kalau kalian belum siap untuk berangkat hari ini, tidak apa-apa." untuk kesekian kalinya, Jeremy bisa menebak kekhawatiran yang terpampang di wajah Jira dan Tristan. "Saya tahu kalian butuh beradaptasi dengan pengalaman perjalanan waktu. Saya tidak akan memaksa kalian, kalian boleh bilang kapan pun jika sudah siap."

Jira dan Tristan saling pandang, seakan-akan berbicara dengan matanya. Cukup lama sampai membuat yang lain ikut penasaran.

"Tahun berapa itu?" tanya Tristan.


Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Langkah kakinya berderap di lantai, tangannya menenteng sebuah paper bag. Koridor kelas saat itu sudah mulai ramai karena memasuki jam istirahat.

Train To Bogor (republished)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang