BRUK!
Tristan terjatuh tepat setelah ia menyeberangi pintu kereta.
DOR! DOR! DOR!
Zombie-zombie yang mendekat ditembak secara asal. Para petugas dengan cepat menutup pintu, membiarkan zombie-zombie yang tersisa menabrak pintu itu penuh dengan kebringasan.
"ARRRGGHHH!!!"
Setelahnya, suara mesin terdengar dari luar kereta. Sebuah laser muncul dari bagian bawah kereta, melepas pengait antara rangkaian kereta terakhir dengan kereta yang sudah dipenuhi oleh zombie. Ketika kaitan itu terlepas, kereta langsung melesat lebih kencang dan zombie-zombie yang menempel di pintunya terhempas jauh, sangat jauh.
"Hiks...hiks...hiks..." Mahen mengelap ingusnya.
"Mahen?" panggil Alvaro. "Lo kenapa?"
"Nggak papa bang." balas Mahen dengan sisa tangisnya. "Gue terharu akhirnya kak Jira sama temennya selamat. Huaaaaaa..."
"Oh." tanggap Alvaro. "Cengeng juga ya lo,"
"Bang!" sahut Mahen tidak terima. "Lo pikir gue aja yang nangis? Liat ke depan, banyak yang nangis terharu juga. Makanya kalau mau bicara, liat keadaan dulu dong!"
Alvaro cengengesan. "Bener juga ya, huaaa..."
Sementara itu, Jira menatap kakinya yang sedang diobati salah satu petugas kereta. Pintu yang membuatnya tersandung tadi memang cukup tajam dan membuat kakinya tergores cukup dalam.
"Ouch.." gadis itu meringis.
"Sabar ya mbak. Sebentar lagi," petugas itu menenangkan. Jira mengangguk kecil. Gadis itu menoleh ke kirinya, ada Tristan yang bersandar ke jendela. Wajahnya disanggah oleh tangan kirinya, sepertinya sedang mencoba untuk tidur.
Tanpa sadar, seulas senyum tipis muncul di wajah gadis itu.
"Makasih ya..."
"Mbak?" Jira menengok ke petugas perempuan yang mengobatinya.
"Ini ada baju ganti buat mbak, mbak pakai aja ya." sahutnya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Train To Bogor (republished)
Mystery / ThrillerApakah jalan cerita ini sama dengan Train to Busan? BIG NO. Dimulai dari stasiun besar yang sangat terkenal di ibukota, stasiun Manggarai. Lalu, semuanya berlanjut hingga di kota Bogor. Apa yang dapat kalian bayangkan ketika stasiun Manggarai adalah...