"Dalam hukum fisika, kesetimbangan benda tegar itu diterapkan pada berbagai macam arsitektur, salah satunya jembatan. Dalam pembuatan jembatan, kita nggak boleh gegabah. Kita harus menentukan titik beratnya, titik massanya, baru titik tengahnya. Jangan asal-asalan dong!"
"Jira?"
"Eh, iya Jen?"
Jennie menggelengkan kepala, tidak heran dengan kelakuan sahabatnya. "Asik banget kayanya belajar. Gue mau ngomong sesuatu nih."
Kepala Jira berbelok ke sumber suara. "Apa?"
"Kita kan temenan udah sembilan tahun lebih, lo nggak mau ngasih apa gitu ke gue?"
Jira menganga. "Hah? Kok udah sembilan tahun aja? Emang gue harus ngasih lo apa?"
"Apa gitu..." suara Jennie menggantung. Sunyi langsung tercipta begitu saja.
Menghilangkan keheningan itu, Jira menutup buku pelajarannya. "Tumben banget, lo kenapa Jen?"
"Gue rasanya pengen balik ke masa lalu deh Ji, capek banget ternyata kuliah. Pengen jadi anak-anak aja."
"Lah, kok?" Jira mulai memfokuskan perhatiannya pada gadis itu. Kalau Jennie sudah mengeluh begini, artinya ia sedang tidak baik-baik saja.
"Pusing gue Ji..."
Jira mengulum senyum, dalam hati ia ingin mengajak Jennie makan. "Hm...Jen, kita ke itu yuk—eh lo kenapa?"
"Jen, kok lo jalannya mundur gitu?"
"Jen, lo mau kemana?"
"Jennie!"
Bayangan Jennie menghilang, diganti oleh langit-langit kamar yang gelap.
Jira mengerjapkan mata. Memastikan kembali kegelapan yang ia lihat. Perasaan, tadi ia sedang bersama Jennie. Tapi, ini?
"Oh." perempuan bersurai hitam itu mengembuskan napas.
Itu hanya mimpi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Train To Bogor (republished)
Mystery / ThrillerApakah jalan cerita ini sama dengan Train to Busan? BIG NO. Dimulai dari stasiun besar yang sangat terkenal di ibukota, stasiun Manggarai. Lalu, semuanya berlanjut hingga di kota Bogor. Apa yang dapat kalian bayangkan ketika stasiun Manggarai adalah...