thirteen : 2 months

2.2K 287 33
                                    

Waktu telah menunjukkan jam 8 malam, tapi Jira belum mengantuk sama sekali—efek tidur siang yang cukup lama

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Waktu telah menunjukkan jam 8 malam, tapi Jira belum mengantuk sama sekali—efek tidur siang yang cukup lama.


Tak henti-hentinya dia mencoba untuk tidur, tapi tetap saja gagal. Akhirnya Jira memutuskan untuk ke kamar sebelah—ada Nami, Rara dan Lisa. Oh ya, Windi juga akhirnya menumpang di kamar Jira.

"Ji!" sapa Rara. "Windi sama Sella mana?"

"Udah tidur dari tadi."

"Oalah. Sini-sini," Rara menepuk-nepuk kasur dan Jira duduk di sebelahnya.


"You know what?" lirih Rara. "I'm worried."

"Why?"

Rara tersenyum hambar. "Tentang apa lagi?"


Nami yang tadinya asyik berbaring pun akhirnya ikut bergabung.


"Hai." Nami mengambil tempat di tengah-tengah sahabatnya.

"Are you okay, Nam?"

Nami terdiam mendengar pertanyaan Rara—yang sebenarnya bernada lembut itu. Ketika ia merasa tidak berguna saat melarikan diri dengan teman-temannya, kemudian menderita sesak napas dan kekhawatiran yang terus muncul, apa gadis itu baik-baik saja?


Jira dan Rara yang peka dengan suasana hati perempuan itu, langsung menyatukan tangan dan berpelukan bersama.

"Nam, nggak papa kok." Jira berusaha menenangkan. "Kita berdoa aja ya, supaya nggak ada orang terdekat kita yang hilang lagi."


Kalau ditanya sakit atau tidak, Jira tentu merasakan sakit yang sama. Dalam waktu sehari, perempuan itu sudah kehilangan empat orang sekaligus. Airin yang punya momen terakhir bersamanya, lalu Hasan dan kakak beradik Jennie Yoan yang tidak diketahui keberadaannya. Belum ada waktu yang tepat untuk mencari mereka semua.

Bicara tentang kehilangan, Jira dan Hasan adalah anak yatim piatu. Orang tua mereka menjadi korban kecelakaan pesawat saat Jira ada di kelas tiga SMP, dan Hasan masih menginjak bangku SD. Sejak itu, Jira dan Hasan hanya tinggal berdua dengan bantuan biaya dari keluarga ayah dan ibu mereka. Beruntung, Jira dan Hasan bisa memperoleh beasiswa untuk berkuliah, jadi beban hidup mereka tidak terlalu banyak.


Di sisi lain, Nami berusaha untuk menahan air matanya. Meskipun ditenangkan oleh kedua sahabatnya, gadis itu tetap punya perasaan bersalah. Kecemasan yang akhir-akhir ini sering muncul membuat ia semakin khawatir akan keselamatan orang-orang terdekatnya. Terlebih, satu fakta yang mungkin tidak semua orang tahu. Nami merasa bertanggung jawab.


Pelukan mereka terhenti saat Lisa keluar dari kamar mandi, lagi?

"Huh. Lega," ia senyum sumringah. Saking leganya, ia tak menyadari tatapan ketiga sahabatnya yang aneh bin mengherankan.

Train To Bogor (republished)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang