Ya—sesuai dengan panggilan speaker, semua penumpang yang masih berada di peron bertolak menuju aula melalui tangga yang berada pada ujung barat peron.
Setibanya di aula, mereka disuguhkan dengan ruangan yang sangat super extra mega besar —aula raksasa yang mampu menampung puluhan ribu orang.
"Wow." desis Rara takjub.
Penumpang yang segitu banyaknya datang dari luar kota —bahkan masih menyisakan seperlima bagian dari aula tersebut. Raksasa sekali bukan?
"Silahkan duduk pada tempat yang disediakan." suara speaker menggema di sekeliling aula.
"Mencar lagi?" tanya Jira.
"Buat apa mencar?" sangkal Mahen. "Masih banyak kursi kosong di depan tuh. Heran, kenapa orang-orang pada duduk di belakang."
"Oh. Okay," semua mengikuti arahan Mahen dan duduk di kursi yang berada di depan—cukup untuk mereka bersembilan.
Seseorang yang sepertinya adalah juru bicara kali ini menaiki sebuah panggung—persis seperti yang ada di stasiun Manggarai, dan ada dua layar di sisi kiri dan kanan panggung agar membantu orang-orang yang duduk di belakang.
"Sudah duduk semua? Baik saya mulai—selamat siang semua."
Pembicara yang merupakan seorang pemuda tinggi itu membenarkan jasnya, "Dan selamat datang di stasiun bawah tanah Kota Bogor."
Situasi mendadak ricuh. Para warga sontak mengeluarkan keterkejutannya, kebingungan, kagum, dan yang menunjukkan rasa penasaran.
"Keren juga ya, Bogor punya tempat sekeren ini," Lisa berdecak kagum.
"Hmm, udah gue duga," ucap Alvaro.
"Mudah ditebak. Di Belanda mah beginian banyak," tambah Tristan.
"Heran.Anak kembar sekalinya ketemu, bawelnya kerasa banget ya," umpat Sella.
"Apa?" tanya Alvaro.
"Nggak," jawab Sella cuek. Ia mengalihkan perhatiannya pada juru bicara yang berada di atas panggung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Train To Bogor (republished)
Mystery / ThrillerApakah jalan cerita ini sama dengan Train to Busan? BIG NO. Dimulai dari stasiun besar yang sangat terkenal di ibukota, stasiun Manggarai. Lalu, semuanya berlanjut hingga di kota Bogor. Apa yang dapat kalian bayangkan ketika stasiun Manggarai adalah...