Delapan Belas

3.8K 555 69
                                    

Warn: Short and boring chapter. Hope you'll enjoy this chapter.

--

"Woo, aku laper. Kamu mau masak atau mau makan diluar?"

"Oh, kesayangannya Uwu laper ya? Uwu masakin aja ya?" ujar Seongwoo dengan suara imutnya.

Ckiit

Daniel melakukan rem mendadak dan menepikan mobilnya secara tiba-tiba, membuat Seongwoo sedikit tersentak dan menatap Daniel dengan tatapan horror.

"Kamu itu apa-apaan sih, Niel? Untung jalannya sepi,"

Daniel tidak bergeming. Ia menggenggam stir dengan sangat erat dan keringat mulai turun dari dahinya. Dirinya masih tidak kuat melihat Seongwoo berbicara lucu seperti itu.

"Ka-kamu ngga apa-apa?" ucap Seongwoo sambil menepuk pundak Daniel.

Daniel sedikit berjengit dari duduknya lalu menatap wajah Seongwoo yang sedang menatapnya juga.

"Woo..."

"Maafin aku, Woo. Tapi aku udah ngga tahan,"

Daniel melepas seatbeltnya dan milik Seongwoo, lalu mengangkat tubuh Seongwoo ke atas tubuhnya.

Ia mengelus pipi Seongwoo pelan dengan tatapan memuja, kemudian menyium bibir Seongwoo. Bukan, bukan ciuman lembut melainkan ciuman menuntut dengan lumatan yang di selimuti oleh nafsu. Membuat tubuh Seongwoo terbuai dan membalas ciuman Daniel sebisanya.

Tangan Daniel tidak tinggal diam. Ia sudah melepas kemeja milik Seongwoo entah sejak kapan, lalu meraba tubuh mulus milik Seongwoo. Mengakibatkan tubuh Seongwoo menggelinjang hebat dan tak lupa dengan desahan yang panasnya.

Mari kita biarkan saja mereka melakukan 'itu' dengan indahnya.

--

"Ayah ngga suka kalau nilai kamu 8 terus! Kamu itu belajar atau ngga sih? Masa gini aja dapat 8. Pokoknya kalau nilai kamu segini lagi, iphone sama macbook kamu ayah sita," teriak pria paruh baya itu kemudian melempar buku ulangan milik Guanlin hingga membuat barang-barang yanag ada di nakas menjadi berantakan.

Guanlin menangis. Bukan karena ancaman iphone sama macbooknya disita. Tapi karena kekangan ayahnya yang semakin hari semakin menjadi.

Ini tidak seperti ayahnya yang biasa. Semenjak Seongwoo pergi, ayahnya jadi lebih mudah emosi dan berakhir mabuk atau percobaan bunuh diri.

Guanlin mengambil foto ibunya yang terlempar saat ayahnya membuang buku ulangannya tadi dan mengelus foto retak itu. Air matarnya masih mengalir sedaritadi dan makin deras saat ini.

"Ibu..." ucapnya lirih.

Tidak. Guanlin tidak bisa menjadi selemah ini, ia segera menaruh foto ibunya di atas nakas kemudian mengambil tasnya lalu memasuki beberapa baju yang ia butuhkan tak lupa dengan uang yang ia tabung selama ini.

Ia tidak bisa selamanya di kekang dengan ayahnya. Jadi lebih baik ia pergi menginap di rumah temannya, mungkin? Siapa tau ada yang mau menampungnya walaupun cuma sementara.

Guanlin mengambil iphone 8 miliknya dan segera mengetikkan beberapa pesan untuk Seongwoo.

--

Disinilah ia berakhir. Di apartemen temannya yang selama ini menjadi sahabatnya.

"Eh, Guanlin? Ngapain malem-malem kesini?"

"Em, maaf Hoon. Boleh ngga aku nginep di sini buat sementara? Seenggaknya sampe ujian selesai,"

Dia Park Jihoon. Teman satu sekolahnya Guanlin dari awal masuk TK sampai SMA.

Beruntung Jihoon ini tidak terlalu pelit, jadi ia mengangguk mengiyakan permintaan Guanlin lalu menyuruh Guanlin masuk. Setelah mereka masuk, Guanlin menceritakan apa yang terjadi sehingga ia kabur kepada Jihoon.

"Makasih ya Hoon. Maaf kalau ngerepotin,"

"Ngga apa-apa Lin. Aku juga bosen disini sendiri mulu. Eh tapi kalau kamu kabur, abang kamu gimana?"

Guanlin menghela nafasnya. "Bang Seongwoo udah kabur dari lama, ngga tahan sama ayah juga dia,"

Jihoon mengangguk paham lalu segera menepuk pundak Guanlin. "Yang sabar ya Lin. Oh iya, kalau kamu nginep disini, berarti kita bisa belajar bareng dong?"

Guanlin mengangguk antusias, sedikit mengajari Jihoon tidak ada salahnya menurutnya.

"Yaudah, kamu susun dulu baju-baju kamu. Lemari di kamarku masih banyak ruang. Terus nanti kamu tidurnya sama aku ya? Biar bisa aku peluk, soalnya boneka yang kamu kasih ilang ngga tau di ambil siapa,"

Lagi, Guanlin mengangguk mengiyakan. Mempunyai sahabat seperti Jihoon memang selalu menyenangkan baginya. Bahkan, tidak sampai satu jam di rumah milik Jihoon, ia sudah melupakan masalahnya dengan ayahnya karena semua ocehan dari Jihoon.

"Em Lin, kamu udah makan? Ini tadi mama bawain aku makanan, kita makan bareng ya? Biar bisa suap-suapan,"

"Lin, besok pagi kalau mau mandi, mandinya berdua ya? Soalnya kan mandi pagi itu bikin badan seger nah kalau mandi sama kamu segernya nambah liat badan kamu,"

"Lin, yang ini caranya gimana? Kok susah banget sih daripada cara mikirn kamu?"

"Lin, kok badan kamu kurus tapi itu kamu gede? Padahalkan sama-sama makan nasi,"

Dan lain sebagainya.

Walaupun Guanlin sedikit kewalahan mendengar semua ocehan Jihoon, ia tetap bahagia menjadi teman Jihoon. Setidaknya hal ini bisa membuatnya lupa dengan segala hal buruk yang sedang terjadi untuk sementara waktu.

--

Hampir lupa kalau mereka masih ada konflik sama ayahnya.

Thanks for 2k reads everybody!!!
Ya walaupun ngga kayak fic OngNiel lain yang readsnya sampe 10k+, aku tetep bahagia kalau respon di fic ini bagus banget.

Mau double up tapi ide masih stuck. Maaf ya, mungkin lain waktu :))

-Dev

Him - OngNielTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang