00. Prolog.

974 28 0
                                    

Happy Reading Fellas!

~♥~

"Lo kenapa sih, Sha?" tanya seorang laki-laki kepada perempuan yang berstatus pacarnya itu. Fabian, laki-laki yang sedang menatap pacarnya tak suka. Ia bingung dengan pertanyaan aneh yang dilontarkan gadis itu.

"Lo itu yang kenapa? Tinggal pilih aja kok ribet banget sih," balasnya dengan kesal. Fabian meraup wajahnya dengan kasar dan berjalan mondar-mandir di depan perempuan itu. Kini ia bersandar di pohon besar yang ada di dekatnya.

"Gue enggak mau ribut, Sha. Apa sih yang lo dapat dari jawaban gue? Apapun itu lo enggak ada hubungannya sama dia," tegas Fabian yang sangat kesal dengan perilaku Felisha kali ini. Gadis itu sangat berbeda dari biasanya.

"Jawaban lo penting buat gue. Cewek selalu punya pemikiran bahwa hal sekecil apapun bisa jadi sebuah kepastian. Dalam situasi kayak gini, enggak akan ada cewek yang bisa bilang kepercayaan lebih penting dari semua alasan yang lo kasih, Fabian. Gue cuma mau lo pilih, gue mau tahu jawaban lo. Gue... Atau Nania?" tanya Felisha sekali lagi dengan suara yang semakin lirih. Fabian menatap Felisha tidak percaya. Ia tak menyangka seorang Felisha bisa mengatakan hal seperti itu. Fabian menegakkan tubuhnya, kemudian mendekat ke arah Felisha yang menatapnya dengan begitu dingin.

"Sebelum gue pilih, lo sendiri bisa enggak pilih antara gue atau Ardha?"

Hening. Tak ada satu suara pun yang keluar dari bibir ranum Felisha. Pertanyaan laknat yang dilontarkan Fabian barusan membuat Felisha diam seribu bahasa. Fabian berhasil membalik pertanyaannya. Tanpa ekspresi gadis itu membalas tatapan Fabian yang semakin menusuk. Sementara mata kosong itu menatap Fabian, napasnya ikut memburu dan tangan mungilnya gemetar meski tak terlihat. Felisha menahan gejolak dalam dadanya untuk tidak berteriak memaki laki-laki itu.

"Kenapa diam? Gagu? Enggak bisa jawab 'kan lo? Jadi lo enggak perlu kecewa kalau gue enggak bisa pilih," tembak Fabian. Tepat sasaran menohok ke dalam batin Felisha yang sudah menangis. Tapi laki-laki itu tidak peduli. Ia tak suka membahas hal yang menurutnya sudah jelas tak bisa ia ungkapkan.

Felisha masih diam dan menatap Fabian. Menatap sang pacar melalui manik mata yang terlihat kosong dengan ekspresi datar yang mendukung. Sementara laki-laki berjaket kulit warna hitam itu sudah beranjak dan mengemasi barang mereka.

"Ayo pulang, Felisha".

Tangan besar Fabian menarik lembut Felisha untuk segera keluar dari taman itu. Fabian mengantar sang pacar pulang sampai ke rumahnya tanpa bicara dan tanpa menatap gadis yang tertunduk itu. Ia sadar betul bahwa tanggapannya terhadap pertanyaan Felisha membuat gadis itu kecewa. Tapi Felisha harus tahu kalau Fabian juga kecewa. Bukan kecewa pada Felisha, namun pada dirinya sendiri. Kecewa karena ia tak pernah menyiapkan jawaban untuk pertanyaan itu.

~♥~

A reset, a fresh start, with a big heart! I believe that we can survive this journey. Have a nice day, great reason to smile and happy reading! Salam,

-dessafel.

Game Over: THE WOLFGANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang