Matahari sepenggal naik, jalan ibukota masih terisi mobil-mobil pribadi. Hari kerja yang membuatnya tampak ramai lancar. Sesekali Rizky melirik tempat makan yang disediakan mamanya. Beberapa roti isi telur dan potongan sayuran tertata rapi di dalam box makanan. Ia semangat syuting hari ini. Tidak seperti biasanya yang sulit untuk dibangunkan karena lelah yang melanda.
Manusia normal mana pun akan merasakan apa yang laki-laki 22 tahun ini rasakan. Berangkat pagi menuju lokasi yang membutuhkan waktu 60 menit jika perjalanan lancar, dan pulang dini hari. Jika boleh mengatakan, rumah hanyalah tempat untuk tidur bukan bercengkrama dengan keluarga.
"Do, gue callingan siang kan? Lo gak usah jemput ya. Gue bawa mobil sendiri."
Edo yang notabenya adalah manager Rizky kebingungan dengan sikapnya yang jarang terjadi. Biasanya Rizky akan minta dijemput agar satu mobil dengan laki-laki gempal itu. Ya, setidaknya Rizky bisa istirahat melanjutkan tidurnya selama perjalanan menuju lokasi. Belum lagi saat malam jika ia pulang dalam keadaan ngantuk berat, sudah dipastikan Edo lah yang akan mengemudikan mobilnya.
Mobil dengan warna hitam pekat terparkir di depan gerbang rumah berwarna cokelat keemasan. Rizky sengaja memparkirkan mobilnya di luar agar surprise.
"Assalamu'alaikum, Om. Selamat pagi," sapa Rizky saat berpapasan dengan Om Chandra yang sedang memanaskan mobil.
"Rizky? Wa'alaikumsalam. Tumben pagi-pagi udah mampir? Sehat, Ky?"
Setelah berbasa-basi, Om Chandra pun mengajak Rizky masuk ke dalam rumah untuk sarapan bersama.
Syifa yang sudah duduk rapi masih dengan stelan piyama kartun faforitnya membelalakan matanya melihat Rizky datang bersama papanya.
"Halo semuanya!" sapa Rizky ramah pada penghuni rumah keluarga Chandra.
"Ka Rizky kok udah dateng? Bukannya janjian jam 10 ya? Pagi amat, Bro?" cibir Syifa dengan wajah menggemaskannya.
"Adek, Kakaknya dateng bukanya disuruh duduk malah ditanya-tanya," tegur Tante Chandra. "Ayo, Ky, duduk. Sarapan sama-sama," ajaknya.
Setelah piring semua kosong, satu per satu penghuni pun meninggalkan meja makan. Syifa langsung pamit ke kamar untuk mandi dan rapi-rapi, Om Chandra pamit ke kantor, sedangkan Tante Chandra merapihkan dapur membantu ART nya.
"Jadi gimana ceritanya bisa ketangkap polisi? Gue dan keluarga kaget banget liat berita kemarin di tv," tanya Randy yang mengungkit masalah razia kemarin.
"Ya, biasalah, kumpul-kumpul ajah sama anak-anak. Tau tuh, selama ini juga aman-aman ajah gue nongkrong di sana. Mungkin emang takdir ajah kali ya. Biar gue sama Syifa baikan."
Randy dan Anwar yang memang tidak tau alasan Syifa sebenarnya pulang ke Jakarta seperti bingung dengan kalimat akhir Rizky.
"Gue baru sadar, selama ini kalian kan hilang kontak ya? Pantesan lo main ke sini lagi. Ternyata udah baikan." Anwar memperjelas.
"Dan adek ke Jakarta buat nemuin lo?" tambah Randy "gila si adek. Udah gede sekarang dia."
Setalah banyak interogasi, Randy pun mengganti topik dengan membahas piala dunia yang sedang menjadi tranding topik.
"Seru banget ngobrolnya," seru Syifa yang sudah rapi dengan style celana kodok levis abu-abu dan baju putihnya.
"Jangan pulang malem-malem ya, Dek. Besok kamu kan balik ke Jogja."
"Iya, Bang Anwar bawel."
Akhirnya setelah dua bulan berlalu, Rizky bisa lagi menjemput Syifa. Jalan berdua dengannya. Menghabiskan waktu bersama.
"Aku ajah yang pasangin ya."
Rizky meraih seatbelt tempat Syifa duduk dan memasangkannya. Ini adalah kebiasaan Rizky setiap kali jalan dengan gadisnya.
Mobil melaju dengan kecepatan sedang. Syifa memperhatikan laki-laki di sampingnya yang sedang mengemudi dengan senyum yang tidak lepas dari wajah keduanya.
"Aku seneng kamu liatin kaya gitu. Aku rindu tatapan kamu."
Syifa yang malu dengan pengakuan Rizky pun memalingkan wajahnya ke arah jendela. Bisa dipastikan wajahnya kini memerah.
Rizky tertawa geli melihat apa yang dilakukan Syifa. Tersenyum gak jelas menatap ke luar. Ah, Rizky sangat merindukan moment ini.
Lampu merah, kesempatan!
"Eh, bukan liat ke luar. Biasanya, kalau malu kamu akan pegang lengan aku kaya gini." Rizky menarik tangan Syifa dan melingkarkan di tangan kirinya. Lalu meraih kepala Syifa untuk bersandar di bahunya. "Aku juga rindu jadi sandaran kamu." Kecupan sayang pun mendarat di atas rambut Syifa.
Saat mobil kembali melaju pun Syifa masih bertahan dengan posisinya. Sesekali ia mengusap lengan Rizky dan mencium bahunya. Ia sangat suka aroma tubuh Rizky. Sangat menenangkan.
"Walaupun kita belum balikan, bukan berarti aku rela kamu berduaan sama cowok lain."
Syifa melepaskan pelukannya dan menatap Rizky bingung. "Maksudnya?"
"Iya, aku gak suka kamu ngeshoot wajah laki-laki lain kaya yang kamu lakuin kemarin sore di instagram. Aku gak suka. Aku cemburu."
Syifa bahagia mendengar pengkuan dari Rizky. Sekarang ia benar-benar berubah, tidak lagi ada kata egois dan gengsi.
"Ini punya kakak?" Syifa mengambil box makan biru muda yang ada di dashboard.
"Ia, mama yang buatin. Mau coba?"
Syifa yang menjawabnya dengan anggukan pun langsung melahap roti isi buatan mama Rizky. "Enak, kakak mau?"
Tidak menjawab, Rizky justru membuka mulutnya yang langsung disuapi Syifa. Tangan mungilnya menghapus jejak saos yang menempel di pinggir bibir Rizky.
"Perhatian banget sih. Sama kaya pacar aku dulu, namanya Cut Syifa. Gak boleh liat ada noda sedikit di wajah aku, pasti langsung dibersihin. Ah, kapan ya dia bisa buka hatinya lagi buat aku."
Mendengar ucapan Rizky, Syifa menyimpan kembali sisa rotinya di box. Sudah siapkah ia menerima Rizkynya kembali?
"Nah, sampai!"
"Mau ngapain kita ke sini?"
"Aku mau tagih janji kamu," ujar Rizky menaik-turunkan alisnya dan sigap melepas seatbelt Syifa.
- Bersambung -
Bekasi, 11 Juli 2018
KAMU SEDANG MEMBACA
Stuck In One Heart
FanfictionMenjalin hubungan dengan seorang superstar memang harus memiliki hati baja. Melihat pasangan bermesraan dengan lawan main dengan chemistry yang mampu meluluhkan hati para penonton setia. Akankah tatapan mata dengan lawan main mampu menggetarkan hati...