4

402 53 5
                                    

Lisa membuka kedua matanya yang tadi sempat terpejam. Perlahan ia mengucek matanya yang terasa berat. Tanpa ia sadari memang matanya sangat lelah karena akhir-akhir ini ia jarang tidur dan malah sering menangis. Ditatapnya wajah damai Hyanggi yang masih belum mau ikut membuka matanya. Lisa tersenyum.

Tidak apa.

Lisa akan terus menunggu sampai tiba waktunya malaikat kecil itu terbangun.

Karena baginya, hanya Hyanggi harta paling berharga yang ia punya.

Karena baginya, kini hanya Hyanggi alasan untuk tetap hidup di dunia yang kejam ini.

Benar. Lisa pernah mengalami depresi berat sejak kematian suaminya dua tahun yang lalu. Dalam masa itu Lisa benar-benar hancur. Setiap malam ia bermimpi buruk. Bahkan hampir selama seminggu di awal-awal kepergian suaminya ia tidak menyentuh makanan apapun. Selama itu pula wanita itu menutup diri dari dunia luar, bahkan melarang Hyanggi keluar rumah walaupun untuk sekolah dan bermain. Lisa juga mengabaikan keadaaan rumah yang berantakan. Ia hanya menangis sambil meringkuk di balik selimut tebalnya, dan akan semakin menangis kencang saat ia mendapati sisa-sisa aroma tubuh Kyungsoo yang tertinggal diselimutnya.

Lisa sangat kecewa dengan sikap kekanakannya dulu. Namun tidak dengan Hyanggi. Di saat seperti itu, tak sekalipun puterinya ia dapati mengeluh. Gadis kecil tersebut hanya diam sambil memeluk ibunya setiap akan pergi tidur, dan akan menenangkan ibunya saat Lisa bermimpi buruk. Hyanggi tak pernah rewel dengan masakan Lisa yang sangat mungkin terasa hambar, karena dimasak tanpa adanya perasaan hangat yang Lisa tuangkan seperti biasanya. Gadis kecil itu bahkan mulai belajar mencuci piring bekas makannya dan belajar merapikan barang-barangnya sendiri. Setelah melewati waktu yang berat itu, Lisa memutuskan untuk melupakan masalahnya dengan menyibukkan dirinya mengurus Hyanggi serta bisnis restoran yang dibangun Kyungsoo.

Namun rencana tinggal lah rencana. Lisa ternyata masih harus banyak beradaptasi dengan persaingan bisnis kuliner, dan itu membuatnya kehilangan banyak waktu yang seharusnya bisa ia gunakan bersama puterinya. Lisa hanya bisa memantau kegiatan puterinya melalui Jisoo, gadis cantik yang ia pekerjakan sebagai pengasuh Hyanggi di rumah. Terkadang ia juga meminta bantuan sahabatnya Bambam untuk menjemput putrinya di sekolah ketika ia sedang memiliki kepentingan yang mendesak di restoran. Namun sebisa mungkin, Lisa selalu menemani Hyanggi jika ia telah pulang ke rumah.

Puteri kecilnya lah yang membuat ia bisa menjadi dewasa dan bertahan dalam menghadapi cobaan hidup. Dan ia tak mau kehilangan orang yang ia cintai lagi.

Ya. Lisa akan mengorbankan apapun untuk Hyanggi.

Apapun itu, bahkan jika itu termasuk hati nuraninya sendiri.

"Maafkan aku, oppa, eonni. Tapi sudah kuputuskan. Aku akan menyelamatkan Hyanggi-ku." Gumam Lisa lirih sebelum mengecup pelan puncak kepala Hyanggi.

***

Jungkook memandang langit-langit kamar dengan pandangan yang kosong. Pria bernama Junmyeon tadi bergegas pergi setelah bercakap-cakap sebentar dengannya. Meski hanya obrolan ringan, namun pertanyaan junmyeon beberapa waktu yang lalu sempat membuatnya tertegun.

'Jungkook-ah, apa kau ingat berapa nomor telepon orang tuamu? Atau siapapun dari keluargamu yang bisa kau hubungi?'

Jungkook terdiam, membuat Junmyeon buru-buru mengganti kata-katanya.

'Ah, atau kenalanmu mungkin? Itu memang bukan urusanku, tapi kau tahu kan, pihak rumah sakit membutuhkannya.'

Jungkook memejamkan matanya lalu tersenyum lirih, "Rumah sakit, ya?"

Dalan satu tarikan, selang infus yang ada di tangan kirinya terlepas, membuat tangan Jungkook yang putih pucat kini ternodai oleh darahnya sendiri. Meski kepalanya sangat berat, pemuda itu tetap memaksakan dirinya turun dari ranjang lalu melangkah ke arah pintu kamar dengan sempoyongan. Tepat ketika tangan Jungkook berhasil meraih daun pintu, seorang wanita bersurai darkbrown panjang membuka pintu terlebih dahulu, sehingga membuat Jungkook agak terhuyung ke belakang.

Once AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang