10

292 35 11
                                    

Sehun melepas airpodsnya begitu ia masuk ke dalam apartemennya seusai jogging. Pemuda itu melepas kaus abu-abunya, memperlihatkan otot perut sempurna yang terbentuk dari hasil latihan fisiknya bertahun-tahun. Ia berjalan menuju dapur, meraih botol minumnya lalu meraup air mineral dengan cepat.

Sekembalinya Sehun ke dalam kamarnya, ia pun langsung meraih dokumen pribadi Lisa dan spidol hitamnya untuk membuat lini masa di papan tulisnya. Dahinya mengernyit, fokus untuk menulis setiap informasi yang ia dapat dari dokumen. Tak puas, kini Sehun menyalakan laptopnya. Tangannya dengan cepat menelusuri berita yang ia cari.

"Pembunuhan putra Do Jungsuk... Do Kyungsoo." Gumam Sehun sambil membaca artikel berita di naver. "Diduga perampokan spontan terjadi dikarenakan pelaku melihat adanya kesempatan saat korban dalam keadaan setengah mabuk. Hah... perampokan spontan, pantatku. Siapa sih yang menulis berita ini? Dia pikir masyarakat itu bodoh?"

Sehun beranjak menuju papan lini masanya lalu dia membuat panah menuju tulisan nama Do Kyung Soo dengan spidol merah. "Pembunuhanmu sudah direncanakan. Bahkan dengan sangat rapi. Aku penasaran, ada apa denganmu sampai seseorang ingin melenyapkanmu?"

Sehun mengambil tiga langkah mundur untuk melihat lini masa yang ia buat. "Pelaku dan mobil korban tidak terekam di cctv manapun setelah pembunuhan, beberapa hari kemudian mobil korban tercebur di danau. Tak ada mayat yang ditemukan tenggelam. Benar-benar terlihat persiapannya. Aku bahkan ragu jika ada sidik jari yang tertinggal di TKP pembunuhan. Dengan persiapan serapi itu, sepertinya pelakunya tidak hanya satu orang saja. Dibutuhkan banyak bantuan untuk menghapus jejak seperti ini."

Sehun menyeringai. "Polisi berpangkat tinggi yang menangani kasus ini menyerah dalam penyelidikan, bahkan menutup kasus. Berita yang beredar di masyarakat pun tidak masuk akal. Wow. Mengapa tidak dari dulu aku tertarik pada perkembangan kasus ini?"

Pria itu melirik foto Lisa yang tertempel pada dokumen. "Mungkin sudah takdir bagiku untuk mengenalmu dengan cara seperti ini, Nyonya Lalisa Manoban."

***

"Aku pulang." Seru Jeongyeon begitu ia selesai meletakkan sepatu kets kesayangannya di rak. Gadis itu melangkahkan kakinya menuju kamarnya yang berada di lantai atas. Ketika aroma bulgogi menggoda penciuman Jeongyeon, ia buru-buru meletakkan tasnya di kamar lalu menuruni tangga menuju dapur.

"Ah sayang, kau sudah pulang ternyata." Suara lembut ibunya langsung menyambut Jeongyeon, membuat gadis itu tersenyum cerah.

"Tidak biasanya eomma memasak bulgogi untuk sarapan. Kenapa? Apa aku melewatkan sesuatu?" Tanya Jeongyeon sambil membantu ibunya untuk meletakkan beberapa mangkuk nasi di meja makan. Ibundanya Kim Tae Hee, hanya tersenyum sambil melirik ke arah pintu dapur. Mau tak mau Jeongyeon mengikuti arah pandang ibunya.

"Yo, Yeonnie. Sudah lama tidak melihatmu. Kenapa kau masih pendek saja? Sungjae bahkan sekarang lebih tinggi darimu."

Mata Jeongyeon menatap datar ke arah pemuda jangkung yang kini sedang mengambil tempat duduk dengan nyaman di meja makan. "Benar juga. Sungjae sepertinya juga lebih tinggi darimu sekarang, Seung Ho-oppa." Timpal Jeongyeon.

"Hei, panggil aku oppa!"

Jeongyeon dan Seung Ho langsung menoleh ke arah Sungjae yang baru datang, diikuti oleh Yeonseok dan ayah mereka Yoo Jae Suk.

"Oppa apanya. Kita ini kembar." Tukas Jeongyeon.

"Tapi aku lahir dua menit lebih dulu darimu!"

"Alasan itu lagi? Hei, kau itu juniorku di rumah sakit!"

Sungjae melotot. "Yak! Juniormu itu Yook Sungjae, tapi di rumah ini aku tetap Yoo Sungjae oppa mu!"

"Kau sengaja mengganti namamu hanya karena kau tak mau orang lain tahu kita saudara sebaya, kan?"

Once AgainTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang