Empat

7K 533 4
                                    

Aku dan Arka mengambil salah satu tempat di warung bakmi Jawa itu, dan seperti biasa, Mas Udin, salah satu pelayan warungnya langsung menghampiri kami berdua.

"Wah bro, koyo' biasane? Mbak Kana ayu tenan toh bengi iki."

"Wis, ndang digawakke, malah nggudoi Mbak Kana.."

Aku tertawa kecil menanggapi godaan Mas Udin seperti biasa. Setahun aku pacaran dengan Arka, setahun pula Mas Udin selalu mengatakan hal sama setiap kali kami berdua makan disini.

"Mbak Kana? Kanaya Aditama?"

Aku menoleh mendengar nama lengkapku dipanggil dari arah belakangku. Ternyata dua orang gadis, yang sepertinya masih SMA atau kuliah, terlihat dari dandanannya yang cukup "lucu" bahkan untuk datang ke sebuah warung bakmi Jawa.

Sekarang dua gadis itu terlihat tersenyum lebar kearahku.
Bukannya kepedean, sepertinya mereka adalah pembaca novelku, karena ya bagaimana mungkin aku bisa dikenali semudah itu kalau bukan karena mereka temanku, keluarga, dan pembacaku.
Dan dua kemungkinan awal itu sama sekali tidak ada.

"Wah beruntung banget bisa ketemu Mbak Kana disini. Kita udah baca Samudera itu dari pertama kali terbit, dan sekarang dia udah jadi best seller. Jangan-jangan habis ini diangkat jadi film juga, Mbak?"

Sambil masih berdiri dihadapanku dan Arka, dua gadis itu terlihat mengoceh sendiri sambil tertawa-tawa.

"Iya, makasih ya karena udah baca Samudera. Kalo boleh tahu, nama kalian siapa?" Kali ini aku berdiri sambil menyalami dua gadis itu. Mereka langsung menarikku mendekat, dan menempelkan dua pipinya secara bergantian.

Hatiku seketika menghangat. Tidak menyangka bahwa begini rasanya dicintai oleh orang lain yang bahkan terbilang asing.

"Aku Nadia.." jawab si gadis yang memakai cardigan biru.

"Aku Shila, Mbak.." kali ini temannya yang memakai kaos ungu yang gantian bicara.

"Maaf ganggu waktunya Mbak Kana, kita duluan ya, Mbak. Oh iya, boleh minta foto?"

Nadia bertanya sambil mengangsurkan ponselnya kepada Shila.

"Saya bantu.."
Kali ini Arka, yang sedari tadi diam akhirnya angkat bicara, dan menerima ponsel putih yang diberikan Nadia kepadanya.

"Wah sekali lagi makasih banyak Mbak Kana dan Mas-nya. Semoga lain kali bisa bertemu lagi ya, Mbak. Beneran nggak nyangka aku, kita bisa ketemu secara langsung begini."

Nadia masih tersenyum lebar sambil menyalamiku.

"Kalian juga, makasih ya sudah mau nyamperin saya duluan."

"My pleasure, Mbak.."

Dua gadis itu bahkan menjawab hampir berbarengan sambil masih melambaikan tanganku sampai keduanya keluar dari warung bakmi, diikuti tatapan tak paham dari beberapa orang di warung bakmi itu.
Mungkin karena memang aku ini artis juga bukan, tapi sampai dimintai foto seperti tadi.

---------
"Ada yang belum kamu ceritain ke aku?"
Aku menoleh kearah Arka dihadapanku. Kali ini aku tersenyum lebar, lebih mirip ke meringis sebenarnya.

Aku tahu, laki-laki didepanku ini pasti akan meminta penjelasan soal apa yang barusan didengarnya dari dua gadis tadi.

"Ya itu tadi, novelku jadi best seller. Tapi aku juga baru tahu kabarnya dari Mbak Ode pagi tadi, Ka. Maaf aku belum sempat cerita ke kamu..

"Selamat ya.."

"Ha?"

Kali ini tangan Arka terulur mengacak poniku hingga berantakan. Aku memberengut kecil meskipun akhirnya tersenyum juga. Pikirku dia akan marah karena aku belum cerita apa-apa soal novelku tadi.

Burnt Bridge (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang