Part 14

4K 366 6
                                    

Arka ternyata tidak menepati janjinya untuk meneleponku setelah peristiwa munculnya Bianca Halim diruangan yang sama dengannya tempo hari.
Ditambah lagi beberapa hari ini Arka menjadi lebih sulit lagi dihubungi.
Ada saja alasan yang ia gunakan tiap kali aku berusaha menghubunginya entah via telepon atau WhatsApp.

"Aku lagi pelajarin kasus Pak Gatot, Na. Tolong kamu ngertiin aku ya.."

Bunyi pesan singkatnya yang datang sekitar enam jam lalu.
Dan sekarang pukul enam pagi. Artinya Arka bahkan masih bekerja sampai menjelang pagi, hal yang menurutku sangat bukan Arka bahkan meskipun ia cukup gila kerja menurut ukuranku.

Sengaja aku tidak membalas pesan itu.

Sudah lebih dari seminggu, dan komunikasi antara kami berdua nyatanya tidak menunjukkan tanda baik-baik saja.

Pesanku saat pagi, dibalasnya malam.
Dan malam, siapa juga yang mau tahan begadang hanya demi sebuah obrolan yang hanya disitu-situ saja?

------------

"Bulan ini kaya'nya aku nggak bisa pulang ke Jogja, Na."
Sebuah pesan singkat lagi.
Aku sebenarnya sudah menduga kalau kepindahan Arka ke Surabaya pasti akan lebih membuatnya sibuk, alias membuka jalan juga bagi Arka si gila kerja itu untuk tidak sering-sering pulang ke Jogja.
Tapi ini baru bulan pertama, dan Arka sama sekali tidak ada keinginan untuk pulang.

"Sibuk banget?"
Sengaja aku langsung meneleponnya, yang kebetulan juga langsung diangkat oleh Arka.

"Iya, ternyata banyak banget kasus yang harus kutanganin. Pak Gatot kemarin baru selesai, eh kenalan dia minta tim-ku juga buat ngatasin."

Aku berusaha mencari nada menyesal dari kalimat panjang yang barusan dijelaskan Arka, dan berakhir kecewa karena tidak ada satupun nada penyesalan yang bisa kutangkap dari kalimatnya tadi.

"Oh. Bagus dong makin padat kerjaanmu."

Arka justru tertawa diujung telepon, membuatku yang bermaksud menyindirnya, berakhir kebingungan sendiri.

"Iya alhamdulillah, makin sibuk gini kan aku makin nggak ngerasa homesick, Na."

What?
Makin apa tadi?
Makin nggak ngerasa homesick?
Berarti makin nggak kangen aku juga kan?

"Ya pasti nggak homesick, sih. Ada yang nemenin juga kan disana?"
Aku sama sekali tidak tahan untuk langsung menyindirnya.
Kali ini Arka langsung diam.

"Maksud kamu siapa, Na?"
Suara Arka yang awalnya melunak sekarang terdengar kaku. Mungkin ia tahu, kali ini aku menelepon bukan untuk bicara baik-baik dengannya.

"Ya mana aku tahu siapa yang nemenin kamu disana. Temen satu tim-mu banyak, kan? Atau klien-mu mungkin?"

Arka terdengar mendengus diujung telepon. Aku tahu, akan buruk rasanya kalau memancing emosi laki-laki itu dengan cara sereceh ini, tapi aku sama sekali tidak punya cara lain, kan?

"Aku nggak paham siapa yang kamu maksud nemenin aku disini ya, Na. Aku disini itu kerja.."

Ada jeda sebentar dalam kalimat Arka yang diucapkan seolah dengan menahan emosi tersebut.

"Dan aku juga nggak ada mantan disini.."

Kalimat terakhir yang diucapkan Arka langsung membuat emosiku tersulut.
Kenapa Arka jadi seolah-olah membawa Angga dalam hal ini, sih?

"Kamu nyindir aku, Ka? Kalo ini masih soal Angga, aku--"

"Aku masih ada kerjaan, Na. Aku tutup dulu ya. Assalamualaikum."

Lagi-lagi aku harus menutup teleponku dengan Arka dalam keadaan emosi yang masih belum tuntas.

Burnt Bridge (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang