"Gimana Arka keadaannya, Na?"
Reyhan yang pagi itu menghampiriku di meja tentu saja tidak melepaskan ceritaku kemarin begitu saja.
"Kamu tuh ya, Re. Dapat info mbok ya lengkapan dikit. Arka itu cuma sakit ya pas ada kamu kemarin. Orang aku kesana dia aja udah bisa jalan-jalan sama makan cumi pedas."
Reyhan kali ini kembali tertawa-tawa mendengar ucapanku yang terdengar marah. Jujur aku masih sebal dengan laki-laki yang saat ini justru memilih duduk di mejaku.
"Loh seriusan, Na, pas aku kesana kemarin dia lagaknya udah kaya' lagi nanggung sakit sedunia. Mana kemarin pas kesini dia masih pucet banget sambil megangin perut."
"Ya tapi pas aku kesana dianya udah sembuh, Reyhan. Kaya' aku nggak punya kerjaan aja, dibelain jauh-jauh kesana, yang dijenguk udah seger banget."
Aku masih bersungut-sungut mengomeli Reyhan yang pagi itu sepertinya khusus menyambutku hanya untuk mendengarkan ceritaku.
"Ya karena kamu samperin itu makanya dia sembuh, Na. Udah dibilang juga mantanmu itu gengsinya lebih gede dari porsi nasi gila-nya Pak Gito. Ya jelas dia nggak mau ngaku lah kalo lagi sakit."
"Re, Arka itu sudah ada yang ngurusin di rumah."
Reyhan menatapku tidak paham.
"Setahuku dia nggak punya pembantu sih, Na."
"Yang ngurusin itu nggak melulu pembantu Reyhan. Contohnya kamu, diurusin Dena, kan?"
Kali ini ucapanku masih juga belum direspon oleh Reyhan.
"Arka nggak mungkin punya istri, sih, Na."
"Aduh!"
Refleks aku mencubit lengan Reyhan yang langsung disambut aduhan dan tawa lebar dari laki-laki itu.
"Kamu tanya sendiri aja itu sama temenmu, Re. Aku mau sarapan bentar."
Aku memilih untuk meninggalkan Reyhan yang kali ini jelas-jelas cuma ingin menggodaku saja.
"Ikut dong, Na."
"No. Aku sama Angga. Nggak ada ceritanya makan bertiga lagi kaya' dulu. Nggak lucu, Re. Kamu jatohnya malah kaya' Ayah lagi nemenin anak perempuannya pacaran."
Reyhan ikut bangkit dari duduknya dan menahan lenganku.
"Kalian pacaran?"
"Lho? Bukan urusanmu."
Seketika aku meninggalkan Reyhan yang masih melongo mendapati ucapanku barusan.
Sesekali si kepo yang sok posesif itu memang harus diberi pelajaran.--------------
Pagi ini Angga memang sedang mengambil cuti dari kantornya, dan karena aku memang belum sarapan, menerima ajakan laki-laki itu untuk sarapan bersama rasanya tidak terdengar seperti ide buruk.
"Gimana kerjaan, Na? Lancar? Buku barumu gimana kabarnya?"
Angga membuka obrolan sambil menunggu pesanan sop ayam kami datang.
"Alhamdulillah baik semua, Ga. Kalo buku baru sih kemungkinan bulan depan sudah bisa Pre-Order. Kamu sendiri, ditugasin disini sampe kapan?"
"Tergantung sih, Na."
Keningku berkerut. Agak kurang paham dengan arah ucapan Angga.
"Tergantung pimpinan?"
Angga menggeleng sambil tersenyum lebar yang menurutku justru lebih mirip cengiran.
"Tergantung kalau kamu masih mau aku disini, ya aku bisa lebih lama lagi minta ditugaskan di Jogja."
Seketika aku mencibir meskipun tak urung aku tertawa juga mendengar gombalan khas Angga.
KAMU SEDANG MEMBACA
Burnt Bridge (Completed)
Romansa"Aku pernah membaca di sebuah novel favoritku semasa SMA dulu, bahwa menjalin hubungan, apapun itu, dengan siapapun itu, layaknya membakar sebuah jembatan." Buuum! And there is no turning back. Begitu pula aku kepadanya. Sayangnya hanya aku yang me...