Baik Arka, maupun diriku sendiri ternyata memang saling menepati janji untuk tidak lagi saling mengganggu setelah terakhir kali kami bertemu, satu minggu yang lalu.
Jujur aku sendiri masih bingung, bingung karena setelah putus tentu saja beberapa orang harus tahu soal keputusan terakhir kami, termasuk kedua orangtuaku.
Sama sekali tidak ada ide tentang bagaimana caraku harus memberi tahu Ayah dan Ibu kalau calon menantu kesayangannya, akhirnya harus berakhir menjadi mantanku.
Dan orangtua Arka tentu saja.
Satu hal yang aku yakini, bahwa laki-laki itu pasti juga belum memberi tahu kedua orangtuanya perihal hubungan kami, karena bahkan dua hari yang lalu saja, Ibu Arka masih meneleponku, menanyakan kabar dan kesediaanku untuk datang ke acara pernikahan Mbak Sasa, salah satu sepupu Arka.Aku tentu saja belum bisa menjawab apapun kecuali "Insya Allah", karena aku sendiri masih bingung dengan caraku memberitahu kepada ibunya Arka bahwa kami sudah putus.
-------------
"Kalian putus, Na?"
Mbak Ode yang siang itu kutemui untuk lunch bareng di Ambarukmo, langsung menatapku tajam saat aku memberitahu bagaimana akhir hubungan kami.Aku cuma mengangguk.
"Sejak kapan?"
Kali ini suara Mbak Ode kembali merendah, mungkin melihat bagaimana reaksi-ku, ia jadi tak begitu tertarik untuk bersikap berlebihan seperti biasa."Semingguan lah, pas habis aku cerita di Kaliurang itu, Mbak. Besoknya dia kan jemput aku pulang, nah di jalan itu kita akhirnya malah putus.."
Mbak Ode tertawa.
"Kamu tuh nyeritain putus hubungan kaya' lagi laporan hasil naskah tau, nggak. Malah kaya'nya lebih heboh pas laporan deh.."
Aku mencibir, sambil kembali meminum ice coffee latte-ku.
"Aku bingung banget, Mbak. Bingung banget habis putus ini.."
Aku akhirnya mulai menyuarakan kebingunganku.
"Bingung karena ternyata kamu masih sayang sama dia? Bentar, jangan bilang kamu yang minta putus duluan.."
"Telat. Orang emang aku yang minta putus, kok.."
Kali ini Mbak Ode justru bereaksi berlebihan, ia berkali-kali menggeleng-gelengkan kepalanya sambil menunjukkan ekspresi menyerah.
"Kamu tuh kenapa sih, Na, sampe se gegabah itu ambil keputusan? Aku nggak menyalahkan kalian putus, nggak menyalahkan kalau memang itu pada akhirnya jadi jalan terbaik menurut kalian berdua, tapi tolong deh, Na, kalian cuma baru pisah beberapa bulan lho, nggak sampe tahunan. Harus banget putus gitu?"
Aku cuma memainkan pancake durianku, mendengarkan Mbak Ode yang kali ini rasanya sama sekali sedang tidak memihakku.
"Trus alasan apa yang bikin kamu mendadak minta putus gitu?"
Mbak Ode membelokkan arah pembicaraannya sendiri dengan sebuah pertanyaan.
"Aku sama Arka nggak bisa komunikasi dengan baik, Mbak. Aku baru nyadar kalo selama ini hubunganku sama dia isinya kaya' orang main tebak-tebakan. Aku pikir itu namanya saling paham, tapi rasanya bukan, Mbak. Kami itu pacaran, nggak lagi ikut Pramuka yang isinya kode-kode nggak jelas gitu.."
Mbak Ode masih membiarkanku menjelaskan.
"Dulu aku pikir, dengan gampangnya kami bikin kesepakatan demi kepentingan masing-masing itu namanya dewasa, tapi makin kesini aku makin mikir, Mbak, ternyata aku sama dia masih sama-sama egois. Dan gimana cara Arka terus menerus bikin aku ngerasa buruk soal Angga, makin bikin aku yakin buat nggak nerusin hubunganku sama dia.."
"Lho ngapain Angga dibawa-bawa?"
"Itu yang aku makin nggak paham sama Arka. Dia terus-menerus nyinggung aku soal orang lain, dan jelas itu mengarahnya ke Angga, soalnya ya you know what lah, siapa lagi mantan pacarku yang akhir-akhir ini mendadak sering ketemu sama aku?"
Kali ini Mbak Ode justru tertawa kecil.
"Pak Pengacara bisa cemburu juga toh ternyata.."
Aku mencibir.
"Itu sih bukan cemburu. Curiga namanya. Sampe segala urusan aku ke Kaliurang nginep sendirian kemarin aja, dibilang ada orang lain yang kasih aku ide. Siapa yang nggak emosi coba, Mbak, kalau dituduh gitu?"
Mbak Ode cuma meraih tanganku dan menepuk-nepuknya pelan.
"Lepas apapun itu keputusan kalian pada akhirnya, aku cuma yakin, Na, Arka nggak mungkin bersikap sesuatu kalau nggak ada alasannya.."
Aku mengernyit dan menatap Mbak Ode. Sama sekali tidak paham dengan apa maksud ucapannya barusan.
"Terus yang masih bikin kamu bingung apa, Na?"
Sekali lagi Mbak Ode menghentikan ucapannya dan justru kembali mengajukan pertanyaan.
"Aku bingung gimana ngasih tahu orangtuaku sama orangtuanya Arka, Mbak. Mana minggu depan aku diundang ke acara sepupunya. Aku yakin Arka belum cerita juga deh, Mbak.."
Aku mengambil jeda sebentar untuk melanjutkan.
"Ayah sama Ibu pasti bisa ngerti keputusanku, kan, Mbak?"
Kali ini Mbak Ode tidak menjawab dan cuma melemparkan senyum tipisnya sebagai jawaban.

KAMU SEDANG MEMBACA
Burnt Bridge (Completed)
Romance"Aku pernah membaca di sebuah novel favoritku semasa SMA dulu, bahwa menjalin hubungan, apapun itu, dengan siapapun itu, layaknya membakar sebuah jembatan." Buuum! And there is no turning back. Begitu pula aku kepadanya. Sayangnya hanya aku yang me...