Setelah insiden Angga dan telepon Arka tengah malam itu, praktis hari ini menjadi hari ketiga aku dan Arka saling diam.
Tidak ada pesan.
Tidak ada telepon.
Tidak ada social media engagement apapun.Dalam tiga hari pula, aku sama sekali belum bisa memutuskan untuk menulis.
Perubahan kebiasaan yang kupikir akan membawa perubahan baik nyatanya berjalan jauh sekali dari ekspektasi.Pesan WhatsApp Mbak Ode yang beberapa kali menanyakan naskah pun sengaja kuabaikan. Aku tahu, saat ini memang seharusnya sudah bukan saatnya lagi aku bersikap se-kekanakan ini, tapi siapa sangka kalau Arka bisa mendistraksi pikiranku sampai sebegininya hanya karena ucapannya tempo hari?
Dan sebelum semakin berlarut-larut, aku memutuskan untuk menghubungi Arka terlebih dulu.
Seperti yang sudah-sudah, tiap kali ada adegan ngambek-ngambekan begini, Arka selalu menjadi pihak yang paling betah diam, sedangkan aku selalu menjadi pihak yang paling tidak bisa didiamkan begini.
Dua kali Arka sama sekali tidak ada tanda-tanda akan menelepon balik, dan tepat ketika aku baru akan meneleponnya lagi untuk yang ketiga kalinya, sebuah pesan WhatsApp dari Arka masuk.
"Aku masih ada klien. Sejam lagi ku telepon."
Baiklah.
Setidaknya usahaku untuk mengibarkan bendera putih sudah ditanggapi baik oleh si Pak Pengacara yang cuek dan angkuh itu.------------
"Masih betah diemnya?"
Sengaja aku langsung menggoda Arka, sesaat setelah teleponnya kuangkat."Ini udah kutelepon masih dikira betah juga?"
Ternyata tetap dan nggak berubah, menjawab pertanyaan dengan balas memberi pertanyaan."Kamu sesekali belajar jawab pertanyaan tanpa harus balik nanya, bisa kan?"
Terdengar suara Arka tertawa kecil diujung telepon, membuatku tanpa sadar ikut tersenyum.
Setidaknya perang dingin telah berakhir."Tiga hari kamu ngapain aja, Na?"
Arka langsung membelokkan arah pembicaraan, mungkin ia paham jika diterus-teruskan maka obrolan dengan tujuan perdamaian dua kubu ini justru akan berakhir dengan perang yang lebih dingin lagi."Aku nggak ngapa-ngapain, cuma WhatsApp an sama Mbak Ode aja, bahas tulisanku yang nggak selesai-selesai itu."
Aku mulai menyandarkan dudukku di sofa depan TV, tempat Arka biasanya betah berlama-lama untuk tidur itu.
"Ya gimana mau selesai, orang nggak dikerjain.."
"Eh enak aja, aku tuh riset ya beberapa hari ini, kamu pikir bahan tulisan bisa dicari di Malioboro apa?"
Arka kembali tertawa, bahkan kali ini terdengar lebih nyaring.
"Bahan tulisan nggak ada disana aja kamu masih betah main kesana, gimana kalo ada?"
Aku tersenyum lebar bahkan meski tahu, Arka tidak bisa melihatnya.
"Kamu lagi di apartemen kan?"
"Iya, kenapa, Ka?"
"Boleh Face Time?
"Nggak."
"Oh ya udah nggak papa, telepon gini aja, Na.."
Aku mengulum tawaku sendiri dengan tingkah Arka. Membayangkan si Pengacara cuek dengan wajahnya yang serba salah ternyata bisa membuatku tersenyum selebar ini sekarang.
"Kamu tuh ya, Ka. Kita pacaran udah setahun lebih dan kamu masih minta ijin buat video call aku?"
Arka terdengar mendenguskan nafasnya kesal, mendengar jawabanku yang justru menggodanya.
![](https://img.wattpad.com/cover/155685000-288-k682331.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Burnt Bridge (Completed)
Romance"Aku pernah membaca di sebuah novel favoritku semasa SMA dulu, bahwa menjalin hubungan, apapun itu, dengan siapapun itu, layaknya membakar sebuah jembatan." Buuum! And there is no turning back. Begitu pula aku kepadanya. Sayangnya hanya aku yang me...