Dua minggu berjalan tanpa Arka ternyata rasanya memang aneh.
Selain tidak adanya lagi jadwal bertemu seminggu sekali, ternyata ada juga satu hal yang membuatku bahkan sampai ingin mengutuk pacarku satu-satunya itu.Arka sibuk banget.
"Aku cuma enam bulan disana, nanti kuusahain sebulan sekali pulang ya, Na."
Ucapan Arka saat itu sembari menggandeng tanganku menuju terminal keberangkatan bandara Adi Sutjipto sore itu."Dua minggu sekali gitu gak bisa?"
Aku masih berusaha bernegoisasi.
Terus terang aku baru memikirkan kemungkinan bahwa aku akan sangat merindukan Arka, justru setelah Arka pulang dari apartemenku malam itu setelah ia menceritakan rencana kepindahannya."Bisa aja. Tapi tiketnya mahal, Na.."
Aku menutup mulutku, mencegah tawaku lepas akibat ucapan spontan bernada malas dari Arka tadi.
"Kecuali kamu mau gantian sesekali jengukin aku ke Surabaya, sih."
Aku mengusap lenganku yang disenggol Arka sesaat setelah mengucapkan hal barusan.
"Iya jengukin kamu, terus sampe sana aku cuma di hotel sama muter-muter mall, lalu baru kamu samperin malemnya, itupun cuma sejam dua jam, gitu? Makasih deh."
Arka tertawa sambil mengacak pelan puncak kepalaku.
"Ya itu kamu paham sendiri gimana aku kalo udah sibuk banget sama kasus, kan? Makanya, sabar-sabar ya. Siapa tahu kamu justru punya banyak waktu buat ngelanjutin tulisanmu.."
Aku ingat, saat itu aku cuma mengangguk pelan, lalu membiarkan ia mencium puncak kepalaku dan keningku pelan sebelum ia benar-benar berangkat ke Surabaya.
"Jangan sering-sering jalan ke Malioboro sendirian."
Bisiknya singkat membuatku tertawa kecil saat itu.----------
"Ka, lagi ngapain kamu sekarang? Jangan bilang lagi sibuk kerja dan lupa makan ya.."
Ucapanku di telepon cuma dibalas Arka dengan tawa singkatnya."Iya, nanti aku makan deh. Sejam lagi. Nanggung ini masih periksa kasus. Kamu lagi dimana?"
Aku mengulum senyumku sendiri mendengar pertanyaan Arka barusan, seolah bisa menebak bahwa aku tidak mungkin tahan seharian tanpa jalan-jalan ke luar apartemen.
"Jangan bilang kamu lagi bengong di Malioboro sambil jajan es dawet.."
Aku terbahak.
Ya Tuhan, ternyata bisa sekangen ini juga aku rasanya dengan Arka."Nggak usah protes deh. Aku jajan es dawet juga nggak pernah ngajak kamu kok."
"Emangnya sendirian jalan-jalan gitu enak, Na?"
Daripada menjawab kalimat getasku tadi, Arka ternyata memilih untuk balik bertanya.
"Ya tergantung, kalo kamu mah aku nggak yakin bakalan suka jalan-jalan sendirian gini."
"Aku disini kan kemana-mana sendirian."
"Tapi kamu kan disana nggak jalan-jalan.."
"Tapi tetep sama aja, sendirian juga."
"Emangnya nggak ada yang bisa diajak jalan-jalan apa disana?"
Arka terdiam sesaat.
Aku sendiri baru sadar, daripada bertanya, suaraku ternyata lebih mirip dengan orang menuduh."Aku disini kerja, Na. Bukan jalan-jalan. Nanti aku telepon lagi ya, aku ada meeting sama klien-ku habis ini."
Sambungan telepon ditutup, menyisakanku yang sedikit menyesal sambil mengutuki diriku sendiri.
Kenapa aku justru membuat Arka jadi merasa tidak nyaman begini sih.."Kanaya?"
Aku masih baru akan meninggalkan warung tenda es dawet dekat pasar Beringharjo ini, sampai tiba-tiba sebuah suara asing menyapaku.
"Angga?"
Aku hampir tidak mempercayai penglihatanku sendiri kalau saja laki-laki berkacamata tipis yang kupanggil Angga tadi, tidak langsung duduk di salah satu kursi disampingku."Se-sempit ini Jogja, Na, sampai mau makan siang pun aku harus ketemu kamu. Apa kabar?"
Aku balas menjabat tangan Angga sambil mempersilakan laki-laki itu untuk duduk disampingku.
"Alhamdulillah aku baik, Ga. Kamu sendiri apa kabar? Kerja disini juga?"
Angga tertawa, kali ini sambil melepas kacamatanya dan menaruhnya di dalam saku kemeja maroon-nya.
"Satu-satu dong pertanyaannya, Na. Nggak berubah ya kamu dari dulu, merepet kalo nanya.."
Gantian aku yang tertawa kali ini.
"Kabarku baik juga, Na. Aku kerja di Bank Utama Jakarta, tapi lagi tugas di cabang sini. Kamu sendiri ngantor dimana?"
Angga ikut memesan segelas es dawet dan sepiring gudeg.
"Nggak lagi buru-buru kan? Temenin makan sambil ngobrol gak papa?"
Seperti dulu. Angga yang sebenarnya adalah mantan pacarku semasa kuliah dulu, selalu bisa membuatku menuruti semua ucapannya.
Aku mengangguk.
"Aku ngantor dirumah kok, Ga. Nggak punya jam kerja juga."
"Nulis?"
Anggukanku dibalas senyum lebar dari laki-laki itu sekali lagi.
"Udah kutebak, ladangmu emang disitu, Na. Kamu aja yang aneh-aneh pengen ngantor segala."
Angga menanggapi ringan, kali ini sambil menyeruput es dawet-nya.
"Jujur aku masih sering baca blog-mu lho. Masih bacaan favoritku itu."
Aku tersenyum lebar, sambil meletakkan tanganku di dada, berpura-pura terlihat terharu dengan ucapan Angga barusan.
"Makasih lho. Kenapa masih dibaca?"
Iseng aku bertanya, mengingat sejak pacaran bertahun-tahun dulu, Angga adalah pembaca setia setiap tulisan di blogku. Bahkan seringnya, ia sekaligus menjadi kritikus yang akan mengoreksi kalimat-kalimat tulisanku yang ia rasa kurang pas."Kenapa harus nggak baca? Katamu setiap tulisan punya jodoh pembacanya masing-masing, ya mungkin jodoh tulisanmu itu aku, Na."
Aku mencibir ucapan Angga barusan.
"Kurang-kurangin suka gombalnya, Ga. Kamu itu suka nggak sadar diri deh, udah pantes gendong anak, masih aja gombalin mantan pacar.."
Laki-laki itu kembali terbahak.
"Masih pedes ya kamu, Na. Orang lain kalo nggak lihat KTP-mu dulu pasti nggak nyangka kamu ini orang Jogja. Judesnya minta ampun."
"Aku cuma judes sama orang-orang tertentu sih.."
Angga masih tertawa mendengar ucapanku barusan.
"I'm done, Na. Susah aku kalo harus bantah ucapanmu. Gak pernah menang."
Aku tertawa.
Sekilas aku teringat masa beberapa tahun lalu, dengan Angga, rasanya hampir setiap hari obrolan kami cuma diisi dengan perdebatan demi perdebatan.
Entah kenapa, dulu rasanya memang cuma Angga, lawan bicaraku yang paling menyenangkan sekaligus paling menyebalkan.Menyenangkan karena dengan dia aku rasanya bisa membicarakan apapun. Menyebalkan, karena ia hampir selalu tidak setuju dengan pendapatku.
"Kok sendirian, bapak negara-nya mana?"
Pertanyaan singkat Angga seperti menarikku pelan dari kilasan masa lalu barusan.
Bagaimana bisa aku mendadak melupakan Arka begini sih?
![](https://img.wattpad.com/cover/155685000-288-k682331.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Burnt Bridge (Completed)
Romansa"Aku pernah membaca di sebuah novel favoritku semasa SMA dulu, bahwa menjalin hubungan, apapun itu, dengan siapapun itu, layaknya membakar sebuah jembatan." Buuum! And there is no turning back. Begitu pula aku kepadanya. Sayangnya hanya aku yang me...