Angela 4

1.3K 72 0
                                    

Mereka melanjutkan perjalanan ke Pantai Marina, pantai yang menyediakan banyak permainan air. Shera terlihat begitu semangat untuk mencobanya. Vita juga tersulut untuk mengikuti Shera, sekedar melihat saja. Karena dia tentunya belum berani mengikuti olahraga air yang khusus orang dewasa. Bu Fatma dan Pak Hengki yang mengajak Vita untuk lebih dekat melihat Shera.

Shera memang tidak begitu ramah, tapi sepintas Ela melihat Shera cukup merespon pertanyaan-pertanyaan Vita yang super banyak mengenai permainan air. Shera mengobrol dengan Vita layaknya mengobrol dengan teman sebayanya. Bukan dengan anak kecil. Tapi Ela tidak keberatan. Memang gaya Shera seperti itu. Jadi biarkan saja. Toh, Vita tidak menjadi takut mendengar suara Shera yang cuek. Gadis kecil sangat pemberani dan tetap tertarik dengan keberanian Shera di tengah laut.

“Kalau tahu kamu tidak suka sup ikan, aku tidak akan membawa kalian ke sana.”

Suara itu tiba-tiba muncul di sebelahnya. Saat itu Ela duduk di sebuah pot tanaman hias yang terbuat dari semen. Di belakangnya ada sebuah pohon kelapa yang cukup melindunginya dari terik matahari. Dia sedang mengamati luasnya laut dan menikmati semilir angin sepoi-sepoi. Sedangkan Vita berada jauh di depan bersama Bu Fatma dan Pak Hengki.

Ela menoleh, kemudian melihat Frans berdiri di sebelahnya. Sepertinya lelaki itu ingin duduk tapi terlihat ragu-ragu. Barangkali dia takut Ela akan lari ketika ada seorang lelaki duduk di sebelahnya.

Ela tidak menjawab. Dia hanya menggeser duduknya lebih ke pinggir. Dan Frans tahu sekali apa artinya. Artinya dia dipersilakan duduk. Ehm, gelagat yang menggemaskan.

Ketika mereka telah duduk berdua, tentunya dengan jarak satu meter, Frans mengamati Ela dengan mata menyipit. Wanita yang cantik. Sangat cantik. Dibalut jilbab yang menurut Frans pasti bukan jilbab murahan, dari warna dan bahannya sudah terlihat kelasnya. Gaunnya sederhana berwarna peach namun mempesona. Dan saat ini, gaun bagian bawah itu sedang berkibar-kibar di terpa angin. Sedangkan ujung jilbabnya di tekuk ke dalam dengan sebuah bros mawar yang mempercantik penampilannya.

Ela membetulkan duduknya ketika merasa diamati. Dan gerakan Ela menyadarkan Frans. Kemudian dia mengalihkan pandangannya, melihat Vita yang kini sedang bercanda riang sambil mengulum ice cream.

“Kamu biasa diam begini?” tanya Frans tiba-tiba membuat Ela terkejut lalu menoleh. Bukan terkejut karena Frans mengajaknya bicara, tapi terkejut oleh pertanyaan Frans.

“Tidak ada yang perlu diobrolkan,” jawab Ela perlahan.

Frans tersenyum bingung. Jawaban Ela membuatnya ingin tertawa. Oh ya, mungkin wanita ini sudah terlalu banyak bicara di kantornya. Jadi sekarang wanita itu sedang menghemat suaranya.

“Kamu tidak merasa aneh selamanya diam jika sedang ada seseorang di sampingmu?”

“Kamu ingin mengobrol apa, Frans?” tanya Ela lembut tanpa senyum. Dia tidak mau didesak lagi. Jadi lebih baik dia menanyakan itu. Hanya mengobrol. Tidak dosa, kan?

Justru yang terbuai mendengar betapa lembut suara Ela adalah Frans. Frans terpesona seketika. Matanya tak bisa melepaskan pandangan terhadap Ela. Seandainyapun hari itu muncul salju tiba-tiba, Frans tidak akan memedulikannya.

“Ela, tadi aku bilang, kalau aku tahu kamu tidak suka sup ikan, aku tidak akan membawa kalian ke sana.”

“Aku suka ikan, Frans. Tapi kalau ikan dalam keadaan mentah kemudian dimasukkan ke dalam kuah sup, aku tidak kuat dengan bau amisnya. Itu yang membuatku mual.”

Ehm, dia mulai bisa bicara, gumam Frans sambil tersenyum dalam hati.

“Berarti kamu belum kenyang.”

Tanpa diduga, Frans memanggil tukang bakso yang mangkal di tempat parkir mobil. Melihat lambaian tangan Frans, si tukang bakso langsung melajukan motornya untuk mendekat.

“Aku tidak ingin makan apa-apa, Frans,” tolak Ela bingung ketika melihat rombong bakso di dekatnya.

“Bukannya kamu tadi tidak jadi makan?”

“Bukan berarti aku ingin makan lagi.”

“Tapi aku ingin makan lagi.”

“Kalau begitu kamu saja yang makan.”

“Kita akan makan bersama.”

Dan Frans tidak bisa ditolak lagi. Karena dia memesan dua mangkuk bakso.

Dengan desahan lelah, akhirnya Ela menerimanya dan sungguh tak terduga, dia mampu menghabiskannya tanpa protes dan tanpa mual. Ketika dia meletakkan mangkuk kosong itu, Frans tertawa ringan.

“Mau tambah lagi, Ela?”

“Tidak, terima kasih.”

Frans menumpuk mangkuk itu kemudian membayarnya. Dia lega akhirnya bisa membuat wanita itu makan dengan lahap, hanya dengan semangkuk bakso. Seorang direktris makan bakso murahan di pinggir pantai. Sesuatu yang luar biasa.

Ela kembali menatap ke tengah laut yang seolah tak berujung. Lalu tanpa disadarinya dia bersendawa kecil. Dia memang sudah menutup mulutnya supaya Frans tidak mendengarnya. Sayangnya lelaki itu mendengar kemudian tertawa ringan. Ela menunduk malu.

“Sudah lama kamu memakai kerudung, Ela?”

Sekali lagi Ela terkejut dengan pertanyaan Frans yang tidak pernah diduganya sebelumya. Dia menoleh dengan wajah bertanya, apa maksud lelaki ini sebenarnya.

“Maaf, semalam aku mencari akun facebook-mu. Dan ternyata aku menemukan dua akun. Kamu pasti lupa menghapus akunmu yang lama.” untuk alasan yang tidak ketahuinya sendiri, Frans mengetikkan nama Ela di kolom search beberapa media sosial seperti instagram dan facebook. Dalam instagram itu tidak ada informasi apapun, hanya beberapa model baju dan foto-foto mengenai profil perusahaannya. Tapi dalam akun facebook yang sepertinya sudah tidak pernah lagi dibuka karena postingan terakhir adalah dua tahun yang lalu, Frans menemukan foto-foto Ela.

Ela terdiam membeku seperti patung. Pikirannya mengingat jauh pada akun facebook yang dikatakan Frans. Karena seingatnya dia hanya meng-upload tiga foto. Dan ketiganyapun sudah menggunakan jilbab. Kemudian sekonyong-konyong dia ingat bahwa akun facebook-nya yang lama masih menampilkan foto-fotonya yang tanpa jilbab. Bahkan ada beberapa fotonya yang terlihat bahu dan betisnya. Ya Allah, Ela menutup wajahnya seperti ingin menangis. Tapi tidak, dia tidak akan menangis di depan lelaki ini. Dengan menahan malu, secepat kilat dia menyambar ponselnya lalu menghapus akun itu sekaligus. Sayangnya dia tidak tahu, bahwa Frans sudah mengunduh foto-fotonya.

***

Angela (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang