“Sebenarnya aku cuma mau menemui Vita. Tapi karena ibu Vita adalah dirimu, otomatis kita bertemu. Jadi jangan salahkan keadaan,” ucap Frans santai dengan wajah menawan sekaligus menggoda.
Dasar cerdik! Batin Ela dengan kekaguman yang menggelikan. Pintar sekali lelaki ini mengatasnamakan Vita untuk kepentingan dirinya sendiri. Dan kalau Frans sudah mengatakan ingin bertemu Vita, dia harus melakukan apa?
“Aku sudah bertemu ibumu, El. Kami mengobrol sebentar tadi.”
Astaga! Sekarang lelaki itu mendekati ibunya. Lalu ketika anak dan ibunya nanti sudah terpesona kepada Frans, dia bisa apa?
“Frans, kamu berusaha mendekati mereka untuk menarik perhatianku?”
“Apa?” awalnya Frans memang bingung, tapi selanjutnya dia tertawa ringan. “Dugaanmu melenceng sekali.” Frans bersandar santai. “Kalau aku memang ingin menarik perhatianmu dengan memperalat ibumu, aku pasti sudah mendatangi rumahnya sebulan yang lalu.”
“Lalu mengapa kamu tidak juga mengerti bahwa aku melarangmu untuk menemuiku? Mengapa kamu keras kepala sekali?”
“Ela, aku hanya main-main kemari. Kamu tidak perlu marah.” Frans bangkit mengambil jaketnya. “Oke, kalau begitu aku pamit ya.”
Frans tidak terlihat kecewa atau marah. Lelaki itu masih saja bersikap santai dan tenang. Sedangkan Ela membeku di tempat. Rasanya nano-nano, antara lega karena Frans tidak begitu menjengkelkan tapi juga kecewa karena lelaki itu memilih untuk pergi. Karena sejujurnya, dia ingin Frans ada di sini. Di sampingnya. Tapi dia tahu itu tidak mungkin.
“Oh, ya, El,” Frans berbalik ketika dia sudah mencapai pintu. “Aku ingin tahu alasan istri Pak Kevin kemari, dengan wajah cemberut lagi.”
“Itu bukan menjadi urusanmu, Frans.”
“Akan menjadi urusanku kalau hati kita sudah terpaut.” Frans tersenyum kemudian melenggang keluar tanpa menoleh lagi. Meninggalkan Ela yang merasakan hatinya seperti terbang tak tahu arah.
***
Pagi yang cerah. Iya, ini pagi yang cerah setelah dia melewati hari-hari yang suram. Meskipun masalahnya belum selesai seratus persen, tapi paling tidak sedikit demi sedikit sudah mulai berakhir.
Hal pertama yang patut disyukuri adalah sidang cerai dengan Dedi tinggal satu kali lagi. Hal kedua, Kevin sudah tidak bekerja padanya lagi. Ketiga, Frans tidak membiarkannya sendiri meratapi cobaannya. Tapi ada satu hal yang paling utama dalam hidupnya, yaitu Ibu dan Vita selalu dalam keadaan sehat.
Tak henti-hentinya Ela bersyukur akan rahmat dan nikmat dari Allah untuk keluarganya. Dua kesayangan yang membuatnya terus bersemangat dan berjuang menapaki kerikil tajam kehidupan. Keberadaan mereka menjadi tiang penyangga tubuh dan hatinya. Tanpa mereka, Ela tidak yakin bahwa dia masih bisa membuka mata untuk menyongsong alam semesta.
Ela merentangkan kedua tangan saat udara pagi menerpa tubuhnya. Kini dia berada di balkon kamar merasakan kesejukan alam dan menghirup udara yang segar. Taman indah dengan rumput yang tertata rapi menjadi pemandangan yang memukau. Dia melihat Sofi sedang menyiram tanaman di bawah sana.
“Vita sudah bangun, Sof?”
Sofi menoleh ke atas. “Belum, Bu. Maklum hari minggu, kesempatan bangun siang.”
Memang tidak setiap hari Vita tidur dengan Sofi. Hanya kadang-kadang saja. Biasanya anak itu lebih memilih untuk tidur dengan ibunya. Tapi karena Sofi suka sekali membacakan Vita cerita dongeng, akhirnya anak itu memilih untuk tidur dengan Sofi.
“Mama nggak asyik ah kalau baca cerita. Bagusan Mbak Sofi,” begitu celoteh Vita saat Ela menanyakannya dulu. Ela hanya tersenyum mengingatnya. Tiba-tiba dia merindukan Vita.

KAMU SEDANG MEMBACA
Angela (Terbit)
Ficción GeneralPerjalanan cintanya tidak semulus perjalanan karirnya. Pada usia 25 tahun, suaminya pergi selama-lamanya, meninggalkannya dengan seorang gadis kecil permata hatinya. Pada usia 28 tahun, suami keduanya mengkhianatinya, meninggalkan penyesalan dan sis...