Angela 5

1.2K 54 0
                                    

Ela memutuskan untuk pulang keesokan harinya. Dia membujuk Vita supaya mau pulang, tentunya dengan alasan berwisata ke tempat lain. Ancol mungkin. Padahal sesuai rencananya sebelum berangkat, dia akan menghabiskan waktu lima hari di Anyer. Tapi kehadiran keluarga Bu Fatma, terutama munculnya Frans, membuatnya tidak betah berlama-lama di sini. Akhirnya inilah keputusannya.

“Baru dua hari kok sudah pulang sih, Ma. Vita belum puas nih.”

“Liburanmu kan masih panjang, Sayang. Kita bisa ke tempat lain. Bosan dong kalau di sini terus. Mama janji deh, lusa Mama ajak Vita ke tempat yang lebih bagus. Oke?”

“Beneran janji, Ma?” tanya Vita seperti tidak percaya karena ibunya sering ingkar dengan alasan pekerjaan yang padat.

“Mama janji. Vita harus percaya sama Mama.”

Ela pulang tanpa berpamitan pada keluarga Bu Fatma. Dia merasa tidak perlu meskipun seharusnya sebagai tanda hormat, dia harus berpamitan. Sebenarnya yang lebih mengusik pikirannya adalah Frans, lelaki yang diam-diam menggundahkan hatinya selama dua hari. Bahkan entah apa tujuan Frans sampai ingin tahu lebih banyak tentang dirinya dengan mencari akun facebook-nya. Dan sangat disayangkan, lelaki itu telah mengetahui wujud aslinya. Sebuah aurat yang kini ditutupinya serapat mungkin. Ela merasa malu. Sangat malu!

Jadi dia tidak ingin bertemu Frans lagi. Dia akan melupakan hari ini dan hari kemarin, hari di mana dia bertemu lelaki yang sepertinya menyimpan ketertarikan akan dirinya. Dia tidak ingin Frans semakin larut dalam rasa itu. Dan salah satu cara adalah segera pergi menjauh.

Sampai Ela baru saja tiba di dalam rumahnya, ponselnya berbunyi khas sebuah pesan WhatsApp. Ela segera menyambarnya dan melihat nomor tak dikenal. Isi pesannya sungguh mengejutkan.

Mengapa buru-buru pulang, Ela?

Tanpa melihat foto yang tertera di atasnya sekalipun, Ela sudah tahu siapa yang mengirim itu. Tapi untuk lebih meyakinkan diri, dia mengetuk foto itu dengan jari jempolnya. Kemudian terpampanglah lelaki memesona yang telah menemaninya selama dua hari di Anyer. Frans.

Seketika dadanya berdebar. Jantungnya berdetak lebih cepat. Dia menarik napas dalam-dalam kemudian beristigfar. Setelah itu dia mulai tenang. Ditebahnya dadanya sambil memejamkan mata. Dengan perlahan dia membalasnya.

Maaf, pekerjaanku tidak bisa ditunda lagi. Terima kasih untuk kemarin.

Hening. Harap-harap cemas, Ela melihat bagian atas dari pesan itu. Tidak ada tulisan bahwa Frans sedang mengetik pesan balasan. Akhirnya diletakkannya dengan perasaan yang lebih tenang.

“Ma,” Vita menarik ujung bajunya. “Mbak Sofi mau ke rumah nenek. Vita ikut, ya?”

“Iya, Sayang. Jangan lupa bawa oleh-oleh buat nenek. Mata letakkan di atas meja makan.”

Vita mengangkat salah satu jempolnya kemudian segera berlalu.

Nenek yang dimaksud Vita adalah ibu Ela. Rumah ibu Ela tidaklah jauh dari rumahnya. Hanya berbeda blok saja. Vita dan Sofi biasa berjalan kaki jika ke rumah ibu Ela. Seperti pula hari ini.

Setelah melihat Vita dan Sofi keluar dari pagar rumah, Ela memutuskan untuk masuk ke kamarnya. Suasana begitu panas. Pukul dua belas siang dia memilih untuk mandi. Setelah mandi dia memilih baju santai berupa kaos bergambar kartun, kemudian merebahkan diri.

Ketika berbaring itulah, pikirannya kembali melayang pada Frans. Ya Allah, mengapa aku mudah berperasaan seperti ini? Mengapa jika mengetahui gerak-gerik lelaki yang menyukaiku, aku menjadi resah begini? Mengapa aku...

Ela tidak sanggup melanjutkan lamunannya, karena pintu kamarnya tiba-tiba terbuka. Dia terlonjak kaget lalu segera bangkit dengan wajah ketakutan.

“Dedi!”

“Hai, El.”

Dedi, suaminya, dengan santainya membuka jaket kulitnya dan melemparkannya ke sofa. Dia menatap Ela sekilas kemudian memasuki kamar mandi.

“Di, kamu mau apa?”

“Mau apa? Tentu saja mandi,” jawabnya cuek kemudian ngeloyor ke dalam kamar mandi. Sedangkan Ela begitu berdebar-debar melihat kedatangan suami brengseknya itu. Suami yang hanya pulang sebulan sekali selama setahun ini. Ela benar-benar menderita dengan ulah Dedi.

Dengan perasaan tidak tenang, Ela menunggu Dedi. Hingga ketika lelaki itu keluar hanya dengan balutan handuk di bagian bawah tubuhnya, Ela semakin ketakutan.

“Kenapa kamu kemari lagi?” Ela tidak bisa menahan kemarahannya. Dia tidak suka melihat Dedi yang seenaknya keluar masuk rumahnya.

“Loh, bukannya aku masih suamimu?” kata Dedi sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk. Seperti tadi pula, setelah menggunakan handuk itu, dia melemparkannya semaunya.

“Aku sudah mendaftarkan perceraian kita. Kamu tunggu saja surat panggilannya.”

“Sudah kubilang aku tidak mau bercerai. Aku masih mencintaimu.”

“Omong kosong! Kalau kamu benar-benar cinta, kamu tidak akan berselingkuh dengan mantan istrimu!” Ela meluapkan amarahnya dengan berapi-api.

“Bisakah kamu tidak membicarakan orang lain saat sedang berdua, Ela?”

“Kamu dulu yang memulainya!”

Dedi tidak begitu merespon kemarahan Ela. Lelaki itu justru mendekat dan menggapai pinggang istrinya.

“Kamu mau apa?” Ela berusaha mengelak.

“Mau apa menurutmu suami yang mendekati istrinya kecuali meminta haknya?”

“Jangan bicara soal hak! Kamu sudah tidak berhak atas diriku! Sebentar lagi kita bercerai!”

“Sekarang belum,” jawab Dedi masih saja santai seperti tadi. Dan dia tidak dapat lagi ditolak. Sekuat apapun Ela mendorongnya, Dedi tetap melakukan apa yang dia mau. Hingga membuat Ela terpuruk dalam kesakitan.

***

Dedi, lelaki yang sejak awal bertemu sudah sangat dibencinya karena mengganggu hubungannya dengan Edo. Saat itu Dedi diperintah oleh ibu Edo untuk menjauhkan Edo dari dirinya. Semua karena beberapa alasan, karena Ela seorang janda beranak satu, dan karena Ela lima tahun lebih tua dari Edo.

Setiap kali bertemu, Ela begitu mual jika bertemu dengan Dedi. Gayanya yang urakan dan mirip berandal. Tapi sebuah peristiwa yang menyentakkan hati Dedi yang awalnya juga sangat membenci Ela, Dedi melihatnya menangis saat dia meratapi nasibnya sebagai janda.

Saat itu Dedi mulai mengubah sikapnya dan menaruh perhatian berlebih terhadap Ela. Wanita yang pada mulanya sangat ingin dikalahkan, namun kali ini ingin dilindunginya. Hatinya mendadak luluh melihat kegetiran hidup Ela.

Hingga ternyata cintanya tidak bertepuk sebelah tangan. Ela juga merasakan hal lain terhadap Dedi. Sikap Dedi yang jantan dan pemberani, membuatnya takluk dan jatuh cinta. Merekapun harus berselingkuh di belakang Edo. Hingga Edo amat sangat marah mengetahui perselingkuhan mereka. Kecemburuan Edolah yang membuat lelaki itu berani menculik Vita agar Ela memutuskan hubungannya dengan Dedi.

Tapi cinta Dedi dan Ela terlalu kuat meskipun pada awalnya Ela meragukannya. Peran Dedi dalam menyelamatkan nyawa Vita, membuat Ela akhirnya luluh. Cinta Dedilah yang pada akhirnya membuat Ela menerima pinangan Dedi. Suami kedua setelah kepergian Fedi, suami pertamanya sekaligus ayah Vita yang meninggal karena kecelakaan.

Lalu hidup mereka berjalan dengan mulus hanya selama lima bulan. Karena pada bulan ke enam, Dedi bertemu lagi dengan mantan istrinya. Dan cinta mereka kembali bergejolak, apalagi Sarah datang dengan membawa anak mereka.

Tinggallah Ela yang merana karena sakit hati. Dedi begitu saja meninggalkannya hanya untuk kembali kepada mantan istrinya dan anak semata wayangnya. Dedi hanya kembali ke rumah Ela sebulan sekali.

Pada satu tahun pernikahan mereka, Ela tidak mau berpikir beberapa kali untuk mengajukan gugatan cerai kepada Dedi. Tapi belum sempat surat panggilan Dedi datang, Dedi keburu datang kembali ke rumahnya dan menerkamnya seperti binatang buas yang sedang kelaparan.

***

Angela (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang