Angela 26

818 50 2
                                    

Frans tidak habis pikir bagaimana mungkin Chika bisa berbuat bodoh dan memalukan seperti tadi. Gadis itu menangis meraung-raung, berlutut memohon, seolah-olah sedang meminta pertanggungjawaban lelaki untuk mengawininya. Hal itu memang di luar logikanya. Hanya rasa malu begitu mendera ketika semua pasang mata memandang ke arahnya. Frans mengangkat tubuh gadis itu dan setengah menyeret keluar.

Di dalam mobil, Chika masih berusaha memohon dan merayu dengan tangisnya yang menderu. Jujur saja, ini membuat Frans bingung dan setengah panik. Dia tidak suka berada dalam kondisi seperti ini. Ini sungguh mengerikan.

“Kak, aku mohon, aku nggak mau putus. Aku ingin kita tetap dalam rencana kita. Kita bertunangan kemudian menikah.”

Kebingungan itu menjadi kekalutan bagi Frans. Keinginan untuk segera pergi dari Chika semakin besar saja. Tiba-tiba, tidak ada respect lagi dalam dirinya untuk Chika. Chika semakin menyebalkan dan sungguh asing berada di sampingnya.

“Kamu tidak bisa memaksaku, Chika.”

“Tapi kita sudah jalan enam bulan. Mana mungkin kamu bisa berubah begitu cepat?”

“Aku tidak pernah berubah. Dari awalpun aku memang, aku memang tidak pernah merasa jatuh cinta padamu.”

Chika terperangah. Tak menduga Frans akan berani mengatakannya. Rasa sakit yang sejak beberapa hari yang lalu menggerogoti hatinya, kini bertambah sakit dengan pengakuan Frans. Ditambah pula rasa malu yang tertutup oleh kejengkelan.

“Lalu kenapa kamu membiarkan kita berpacaran?” tanya Chika setengah berteriak.

“Saat itu aku sedang tidak punya kekasih. Jadi kupikir tidak ada salahnya menerimamu.”

“Jadi kamu,” Chika membeliak, “kamu mengaggap ini hanya main-main? Kamu mempermainkanku?”

“Tidak seperti itu.”

“Kamu jahat!”

Kemudian Chika menangis tersedu-sedu. Suara tangisnya membuat Frans semakin merasa bersalah. Dia harus akui dia memang bersalah telah menggoda Ela sebelum berpisah dengan Chika. Begitupun sebaliknya, dia merasa bersalah tidak segera memutuskan Chika sebelum Chika tahu semuanya. Seandainya dia bisa mengantisipasi kejadian ini...

Chika belum juga berhenti menangis ketika gadis itu sampai di rumahnya. Bahkan ketika ibu dan ayahnya menyambutnya di ruang tamu, Gadis itu seolah ingin meluapkan kesedihannya, sampai Bu Adi wijaya kebingungan.

“Ada apa, Chika?” tanya Bu Adi wijaya sambil membelai punggung Chika yang kini tengah menangis di pelukannya. Saat itu Frans berada di belakangnya.

“Kak Frans mau membatalkan pertunangan, Ma.”

Membulat mata Bu Adi wijaya dan suaminya. Terkejut sekaligus heran mengapa pertunangan yang masih sebatas rencana, kini gagal. Apa penyebabnya?

“Apa yang terjadi, Frans?” kali ini Pak Adi wijaya yang bergerak mendekati Frans.

“Saya minta maaf, Pak. Mungkin ini terlalu mengejutkan. Tapi saya ingin Chika fokus terhadap kuliahnya saja.”

“Alasan!” jawab Chika kasar.

“Frans, saya tidak mengerti.”

“Pak, Chika masih terlalu muda. Saya tidak pantas bersanding dengannya. Saya kira biarkan Chika menemukan lelaki yang sebaya dengannya.”

Pak Adi wijaya menyipitkan matanya. Sebagai lelaki, dia tahu bahwa jawaban itu hanya pengalihan terhadap penyebab yang sebenarnya. Frans pasti punya alasan yang lebih kuat tapi belum berani diungkapkan.

Angela (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang