Dua hal yang seharusnya menjadi ketenangannya, yaitu rumah dan kantornya, kini menjadi sumber masalah yang ingin segera diselesaikannya. Di rumah, dia selalu was-was akan kehadiran Dedi yang tiba-tiba. Dia tidak habis mengerti bagaimana Dedi masih saja ingin menemuinya padahal sidang perceraian mereka sudah berlangsung satu kali. Pada saat itu Ela hadir dengan tegar. Berbeda dengan Dedi yang tidak muncul batang hidungnya.
Ela justru bersyukur dengan ketidakhadiran Dedi. Malah lebih bagus menurutnya. Lebih cepat lebih baik. Tinggal satu kali sidang, lalu lambaikan tangan kepada Dedi. Ela sudah muak melihatnya.
Kemudian yang kedua adalah kantornya. Kantor yang notabene adalah rumah kedua baginya, menjadi suram sejak Kevin menggalaukan perasaannya. Jujur saja, dia tidak sanggup bekerja dalam tekanan batin seperti ini. Melihat kehadiran Kevin sama saja melihat masalah. Jadi dengan berat hati, Ela akan memaksanya untuk mengundurkan diri. Terserah, Kevin mau mencapnya sebagai atasan yang kejam. Semua ini dilakukannya untuk kebaikan. Supaya Kevin menjadi suami yang setia dan rumah tangga mereka akan senantiasa damai.
“Ela, sangat berlebihan memintaku keluar dari sini hanya karena aku menyatakan cinta padamu!” geram Kevin terkejut ketika Ela menyampaikan keinginannya. “Kamu harus belajar menilai permasalahan secara objektif!”
“Maaf, Kevin. Ini sudah menjadi keputusanku. Aku tidak akan membiarkan bibit-bibit perselingkuhan berada dalam kantorku. Jadi sebelum ada gosip skandal mengenai kita, akan lebih baik jika kamu mengundurkan diri.”
Kevin tertawa sinis. Tangannya mengibas di udara, seperti tidak setuju dengan ungkapan Ela. “Kamu terlalu jauh menilaiku, Ela. Aku tidak akan bertindak bodoh dengan mengajakmu berselingkuh. Aku tahu siapa dirimu. Seorang direktris yang sangat terhormat!”
Ela menunduk sedih mendengar ocehan Kevin. Sebenarnya dia tidak tega melakukan ini. Dia ingat Hera, sahabatnya yang dulu selalu ada saat dia sedang terpuruk kehilangan sosok ayah sebagai tulang punggungnya. Tapi baginya, ini adalah keputusan yang paling tepat. Dia yakin, di luar sana, Kevin pasti akan mendapat pekerjaan yang sama baiknya seperti posisinya sekarang.
“Aku tunggu surat pengunduran dirimu nanti sore, Kevin,” ucap Ela lemah tanpa menghiraukan kata-kata Kevin.
“Sekarang juga akan kuberikan padamu. Semoga itu bisa membuatmu puas.”
Kevin dengan amarah yang terkepul di kepala, melenggang pergi tanpa salam. Meninggalkan Ela yang kini terpuruk merasakan beban yang semakin hari menggeluti pikirannya.
Kekalutannya semakin menjadi ketika malam harinya Hera datang ke rumahnya. Firasatnya itu bukanlah hal yang baik. Karena selama beberapa tahun terakhir, Hera tidak pernah mendatangi rumahnya. Baru malam ini, setelah dia memecat suami wanita itu.
“Hera, kamu dengan siapa?” tanya Ela sedikit tergagap melihat muka kusut Hera yang sedang berdiri di depan pintu rumahnya.
“Sendirian.”
Ela bukannya tidak merasa, betapa dingin dan kakunya suara Hera. Berbeda sekali dengan keceriaan Hera pada saat Ela mengunjunginya beberapa hari yang lalu. Namun Ela berusaha bersikap tenang dan mencoba tersenyum ramah. Dia mempersilakan Hera masuk, kemudian duduk berdua.
“Kemal tidak kamu bawa?” tanya Ela seperti baru menyadari bahwa Hera tidak menggendong bayinya. Hera hanya menggeleng. “Ada apa, Her, malam-malam begini kamu datang sendiri?”
“Aku ingin tanya padamu, El, apa benar kamu meminta Kevin untuk berhenti bekerja?” Tanpa basa-basi, Hera langsung ke pokok permasalahan. Sepertinya, berhentinya suaminya dari pekerjaan yang selama ini telah menghidupi mereka, menjadi bumerang dalam rumah tangga mereka.
KAMU SEDANG MEMBACA
Angela (Terbit)
General FictionPerjalanan cintanya tidak semulus perjalanan karirnya. Pada usia 25 tahun, suaminya pergi selama-lamanya, meninggalkannya dengan seorang gadis kecil permata hatinya. Pada usia 28 tahun, suami keduanya mengkhianatinya, meninggalkan penyesalan dan sis...