Angela 28

1.1K 55 0
                                    

Entah untuk keberapa kali, Frans mengucap kata putus dari Chika. Sekalipun Chika menolak semua ucapannya. Chika tetap mengejarnya dan mendatangi rumahnya. Suasana memang menjadi ribut, di rumah Chika ataupun di rumahnya sendiri.

Sebagai lelaki dewasa, dia berusaha mengakui kesalahannya karena melepas komitmen yang pernah terucap. Tapi sekalipun dia tidak pernah menyebut nama Ela. Frans benar-benar menjaganya.

Dia dengan tenang dan bersahaja berusaha menjelaskan apa yang menjadi ganjalannya. Dia tidak mau lari dari masalah. Orang tuanya dan orang tua Chika dihadapi dengan gentle. Dia tidak mau menjadi seorang pengecut. Tak dipedulikannya ketika banyak orang yang memprotes keputusannya. Sekalipun dirayu dan dimohon untuk lebih bersabar, Frans menolaknya secara halus. Dia berpikir bahwa dia masih berhak untuk memilih.

Pernikahan bukanlah ajang permainan. Dia tidak ingin salah memilih teman hidup. Salah memilih berarti menyakiti wanita. Apa kata yang paling tepat ketika dia tidak bisa mencintai teman hidupnya kelak selain bukan menyakiti dan membuat menderita?

Hari ini dia ingin mengunjungi Ela. Sudah hampir dua minggu dia tidak bertemu. Ada rasa rindu yang tak bisa ditahan lagi. Dan rasa rindu ini ternyata sangat menyakitkan hatinya.

Frans melihat ponselnya yang berbunyi. Dia membaca sekilas siapa peneleponnya. Chika.

Frans begitu lelah untuk berdebat lagi. Beberapa hari terakhir ini dihabiskan dengan berdebat dengan keluarganya. Meskipun perdebatan itu bukan perdebatan yang sengit, tapi tetap saja mereka mempersoalkan wanita pilihan Frans.

Frans mengangkatnya dengan malas. Dan belum juga dia mengucap ‘halo’, Chika telah menyerangnya.

“Kamu jahat, Kak!” teriak Chika sepulang dari kantor Ela kemudian menuju tempat kerja ayahnya. Ayahnya mengatakan bahwa Frans betul-betul ingin mengakhiri hubungan dengan dirinya. Ayahnya juga berpesan agar dia bisa menerima dengan ikhlas pilihan Frans.

Dia mengamuk dan mencerca ayahnya yang begitu mudah menerima keputusan Frans tanpa memikirkan perasaan putri tunggalnya. Bagaimana mungkin ayahnya itu bisa memahami alasan Frans yang sangat tidak masuk akal?!  Seharusnya ayahnya itu membela putrinya dan memaksa Frans untuk mengurus pertunangan yang sudah di depan mata. Tapi kenyataannya di luar dugaannya.

Lalu dia ingin menyambar Frans. Ingin meluapkan protes dan amarahnya, sampai dia tahu Frans tidak ada di ruangannya. Karena itu sekarang dia menelepon lelaki itu.

“Kamu tega mempermainkan aku! Kamu ingin aku mati, Kak?” lanjut Chika seperti orang kesurupan.

“Chika, tenanglah!” Frans menjauhkan ponsel itu dari telinganya ketika mendengar teriakan Chika.

“Aku nggak mau diperlakukan seperti ini. Aku nggak pernah mau putus samu kamu. Kita tetap bersama. Jangan menghindar lagi!”

“Chika, tolong mengertilah. Aku tidak bisa.”

“Kamu memang tega mau bikin aku sakit hati. Jangan karena aku masih anak kuliahan jadi kamu bisa memperlakukanku seenaknya!”

Frans begitu bosan dengan kalimat-kalimat khas anak muda yang hanya bisa menyelesaikan masalah penuh emosi dan berteriak menuntut protesnya dituruti. Dengan keterpaksaan penuh, dia memutuskan hubungan telepon. Tidak peduli meski Chika berusaha meneleponnya berkali-kali, dia tetap tidak peduli.

Frans telah tiba di depan rumah Ela. Mobil Ela terlihat terparkir di garasi. Itu berarti Ela sudah pulang. Frans menarik napas lega karena dia datang tepat waktu.

Sofi tergopoh-gopoh membukakan pintu pagar ketika Frans menekan bel tiga kali.

“Pak Frans, apa kabar? Lama nggak ke sini,” sapa Sofi sumringah.

Angela (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang