Angela 10

1K 51 0
                                    

Seperti yang Frans bilang, malam ini adalah malam yang sangat menyenangkan. Frans membawa mereka ke sebuah mal yang di dalamnya terdapat tempat bermain anak-anak. Mereka bermain bersama. Bahkan Sofi dibebaskan untuk jalan-jalan ke sekeliling mal. Ketika Vita meminta makan, mereka berempat makan bersama sambil bercanda.

Ela sangat menikmati acara jalan-jalan ini. Apalagi melihat keakraban antara Vita dan Frans, sebuah persahabatan yang belum pernah dilihatnya antara Vita dan Dedi. Sampai sini saja, Ela sudah merasa tidak enak hati. Hatinya terlampau berat. Seperti ada sebuah janggalan yang menentang perasaannya untuk membebaskan getar-getar ganjil yang beberapa kali dirasakannya jika bersama Frans. Dia benci mengapa mengenal Frans pada saat seperti ini. pada saat dia belum resmi bercerai dengan Dedi.

Tidak ada yang tahu pasti bagaimana perasaannya sesungguhnya kepada Frans. Bahkan dia sendiri juga tidak mengerti. Sepertinya harus ada prioritas utama yang harus diseleseikannya dulu. Perceraiannya dengan Dedi. Sebuah pernikahan yang barangkali boleh, akan disesalinya seumur hidup. Meskipun dia tahu bahwa menyesal adalah sesuatu yang salah. Tapi bagaimanapun, dia tidak bisa menghilangkan rasa jijik jika mengingat segala adegan yang telah dilakukan Dedi. Kepada dirinya atau lebih parah lagi, kepada mantan istrinya.

“Apa yang kamu pikirkan, El?” tanya Frans seperti mengerti kegundahannya. Saat itu Sofi sedang mengantar Vita ke toilet. Frans memanfaat kondisi tersebut untuk lebih memerhatikan Ela setelah sekian lama memerhatikan Vita.

Ela mencoba menata kalimatnya yang paling tepat sebelum membuka mulut.

“Frans.”

“Hm.” Frans menyunggingkan sebelah ujung bibirnya dengan alis terangkat. Gerak-geriknya terkesan menggoda. Dan itu membuat Ela harus mengusir kegelisahannya sendiri.

“Mengapa kamu melakukan ini?”

“Apa?” Frans pura-pura bingung.

“Mengajakku dan Vita.”

“Kamu keberatan?”

“Kamu tahu aku masih...” Ela menatap bola mata Frans dengan pasti. Berharap lelaki itu memahami kelanjutannya.

“Kamu sedang dalam masa persidangan, bukan?”

“Bukan berarti kamu bebas mengajakku.”

“Tapi kamu mau, kan?” Frans kembali menatap mesra.

“Frans!” kali ini Ela kesal. Tersinggung pula dengan pertanyaan yang menurutnya adalah sebuah ledekan.

Frans melebarkan senyumnya. Dia menyandarkan tubuhnya dengan santai. Tapi tatapannya yang lembut tak beralih sedikitpun dari wajah Ela yang kini sedang memberengut. Sungguh, dia sebenarnya juga tidak ingin melakukan ini. Tapi bagaimana caranya menghilangkan rasa rindu untuk melihat barang sekejap saja wanita yang sudah membuatnya susah tidur?

“Ela,” Frans berhenti sebentar hanya supaya Ela bisa sedikit relaks, “tidak ada yang salah dengan apa yang kita lakukan sekarang. Kita hanya sedang membahagiakan Vita. Dan lagi pula kita tidak pergi berdua saja. Ada Sofi pula.”

“Frans, aku ingin kamu berjanji padaku.”

“Aku tidak janji bisa menepatinya,” ucapnya santai seakan menyepelekan.

“Frans!” sekali lagi Ela memberengut kesal. Dan itu membuat tawa Frans meledak.

“Oke, aku harus berjanji apa, El?”

Ela mengatur napasnya supaya teratur. Setelahnya dia mulai menggerakkan bibirnya dengan kepastian yang sudah pasti akan diragukannya.

“Jangan menemuiku lagi sebelum aku resmi bercerai. Kecuali mengenai pekerjaan.”

Angela (Terbit)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang