Ela melihat kebahagiaan mereka bertiga dengan dada naik turun. Ada rasa bahagia saat melihat Vita tertawa lepas begitu. Ada pula kepedihan saat dia menyadari bahwa kebahagiaan itu adalah semu. Jika Frans bukan jodohnya dan menikah dengan Chika, maka kebahagiaan Vita adalah sementara.
Huh! Ingin sekali Ela mengusir Frans dari rumahnya. Bukan karena benci. Tapi karena Vita dan Sofi seperti melupakan kehadirannya. Mereka berdua asyik bermain dengan Frans. Frans cerdik sekali mengalihkan perhatian mereka.
Tidakkah mereka tahu bahwa dia juga butuh teman. Apa namanya perasaan ini? Apakah cemburu? Cemburu melihat kebahagiaan mereka sedangkan dia tidak ikut terlibat di dalamnya.
Ela sudah tidak tahan lagi. Dia ingin membawa Vita masuk ke kamar. Tapi sebelum dia melakukannya, suara Frans terdengar lagi.
“Sof, kamu masak apa? Saya lapar nih!”
“Vita juga lapar, Mbak!”
Nah kalau sudah begitu, mana mungkin Ela menyeret Vita masuk.
“Lalap ayam goreng!” seru Sofi karena sudah memenangkan permainan kartu.
“Saya pakai sambal yang pedas dan banyak ya.”
“Vita pakai saos yang nggak pedes, Mbak.”
Suasana semakin ramai saja, membuat Ela semakin memberengut. Dia kan juga lapar. Dari pasar tadi dia belum makan. Tapi melihat mereka begitu lahap makan, Ela justru semakin kesal saja.
Mereka tidak makan di meja makan. Frans meminta Sofi membawa makanan di depan televisi. Meletakkan masakan di atas karpet. Dan mereka makan sambil duduk bersila. Mengesalkan, bukan?
“Ma, ayo makan!” teriak Vita.
“Ayo, Bu. Semuanya masih anget nih!”
Cuma Frans saja yang tidak mengajaknya makan. Padahal dalam hati, lelaki itu tersenyum geli. Dibiarkan saja Ela memendam kejengkelan.
Ela tetap bergeming. Dia tidak menjawab apa pun. Yang dilakukannya hanya melihat ponsel. Entah apa yang dilihat, barangkali berita bisnis. Dia tidak suka membuka mengobrol di media sosial. Dia tidak aktif di sana. Hanya cukup punya akun saja. Tapi tidak pernah dibukanya.
Dia hanya melirik sekilas ketika dilihatnya Frans dan Vita saling berbisik. Entah apa yang dibicarakan. Ela gemas sekali.
“Om, Mama kenapa?” tanya Vita di sela-sela makan.
“Mama ngambek,” jawab Frans lucu sambil berbisik.
“Mama marahan sama Om ya?” tanya Vita ingin tahu. Frans mengangguk cepat dengan mulut ber ah uh kepedasan. “Om Frans marahin Mama?”
“Ya nggaklah. Marah kan dosa,” jawabnya sok polos.
“Terus Mama kenapa marah sama Om?”
“Mama lagi cemburu.”
“Cemburu apa, Om?”
“Cemburu itu...”
“Jangan mengajari Vita yang tidak-tidak, Frans!”
Suara Ela tiba-tiba terdengar di belakang mereka. Spontan Frans dan Vita yang sedang duduk bersila menoleh ke belakang. Mereka mendongakkan kepala.
Berbeda dengan Vita yang kemudian tertunduk takut melihat ibunya yang sedang marah. Frans justru tersenyum geli kemudian melanjutkan makannya tanpa mempedulikan Ela lagi.
***
Ini belum pernah terjadi dalam sejarah kehidupan keluarga mereka. Pria bujang menikah dengan janda. Janda dua kali apalagi. Karena itu Bu Fatma dan Pak Hengki gelisah setelah mendengar pangakuan dari Frans.
Ela memang masih terlihat muda dan cantik. Tapi bagi Bu Fatma, Ela tetap saja janda. Dua anak lelakinya, kakak Frans, sudah menikah dengan gadis. Jadi kalau sekarang Frans berkeinginan meminang janda, ini akan menjadi masalah baru yang mungkin sedikit... memalukan!
Okelah, secara status sosial, Ela tidak perlu diragukan lagi. Wanita itu adalah pimpinan perusahaan yang dikelola sendiri dari nol. Bahkan bekerja sama pula dengan bisnis batik milik Bu Fatma.
Tapi setinggi apa pun status sosial Ela, bagi keluarga Bu Fatma, Ela tetaplah janda. Tidak dapat disandingkan dengan Frans.
“Saya bingung, Pa. Bagaimana mungkin Frans bisa mencintai Bu Ela.” wajah Bu Fatma menekuk cemas. Iya, ibu mana yang tidak gelisah ketika mendengar anak lelakinya jatuh cinta pada janda? “Saya malu kalau Frans benar-benar nekad menikahinya.”
“Saya yakin mereka belum berhubungan lama. Masih ada waktu untuk menyadarkan Frans.”
“Papa tahu Frans tidak mudah dibujuk.”
“Kita belum mencobanya, Ma. Lagipula Chika juga tidak akan melepaskan Frans begitu saja. Mama dengar sendiri kalau Chika sangat mencintai Frans.”
Bu Fatma tahu sekali karakter Frans. Frans memang lelaki yang lembut, tidak gegabah, tidak pernah berkata kasar. Tapi Frans juga lelaki yang teguh dengan pendiriannya. Apa yang dirasanya menenangkan, dia akan bertahan. Tapi apa yang membuatnya gundah, Frans akan meninggalkannya. Itu yang membuat Bu Fatma tidak bisa tidur lelap.
“Kalau memang Kak Frans lebih suka Bu Ela, apa salahnya sih Ma?”
Shera, yang sedari tadi asyik menonton televisi sambil bermain ponsel, ikut menyahut.
Bu Fatma mengernyitkan keningnya mendengar perkataan Shera. “Shera... kamu setuju?”
“Kenapa nggak? Bu Ela wanita yang baik. Cocok banget bersanding dengan Kak Frans.”
“Loh, bukannya Chika sahabatmu?” Pak Hengki turut bingung dengan pendapat Shera. Biasanya anak itu tidak pernah ikut campur. Tapi entah kenapa sekarang malah menyetujui pilihan Frans.
“Nah, terus kenapa meski sahabat? Kalau memang bukan jodoh masa musti dipaksain.”
“Pokoknya Mama nggak bisa terima. Mama malu, Pa.” Air mata Bu Fatma menetes satu-satu. Tidak peduli apa pun kelebihan Ela. Putri raja sekali pun, dia tidak akan rela.
Pak Hengki tak dapat menjawab. Sebenarnya dia juga tidak begitu setuju. Tapi sebagai lelaki yang tahu bagaimana memendam cinta kepada wanita, beliau mengerti sekali perasaan Frans.
“Apa sebenarnya yang dicari Bu Ela dari diri Frans? Dia bisa mencari lelaki lain yang lebih pantas. Di luar sana pasti banyak duda sekaya dirinya.”
“Jangan berpikiran buruk, Ma. Siapa tahu Frans yang mengejarnya dan Bu Ela sudah menghindarinya.”
“Papa membela Bu Ela?!”
Lagi-lagi Pak Hengki membeku, bingung mau menjawab apa. Tapi dia yakin bahwa Frans-lah yang mengejar wanita itu.
“Sudahlah, Ma.” Shera menyela santai. Gayanya khas anak muda. “Ingat umur. Marah-marah terus entar tegangan tinggi.”
Bu Fatma membeliak kesal kepada Shera. Sedangkan Shera menanggapinya dengan tenang. Beliau memasuki kamarnya segera kemudian menguci diri di dalamnya sampai malam.
***
Vote ya

KAMU SEDANG MEMBACA
Angela (Terbit)
General FictionPerjalanan cintanya tidak semulus perjalanan karirnya. Pada usia 25 tahun, suaminya pergi selama-lamanya, meninggalkannya dengan seorang gadis kecil permata hatinya. Pada usia 28 tahun, suami keduanya mengkhianatinya, meninggalkan penyesalan dan sis...