DIRGA (30)

4.8K 196 0
                                        

Seperti senin sebelumya, matahari sudah bersiap untuk menyapa semua orang yang berjalan dibawahnya dengan sinar yang mampu menyilaukan mata. Kali ini Ana diantar Ayahnya dengan sepeda motor. Feeling yang ia rasakan saat masih di rumah benar terjadi ketika Fadli menghentikan sepeda motor tepat di depan gerbang.

Terdapat beberapa siswa yang didominasi oleh kelas dua belas sedang berdiri di luar gerbang yang sudah tertutup rapat.

"Gak papa?" tanya Fadli.

Anak gadisnya mengangguk dengan tersenyum manis, "gak papa, Yah. Banyak juga yang telat." jawab Ana meyakinkan Ayahnya. Setelah itu, Fadli memutar sepeda motornya kembali pulang.

Bangun siang dan datang terlambat adalah perpaduan yang selalu ia hindari. Meski hasilnya hampir selalu sama; gagal. Walau ia sudah berusaha untuk tak mengulangi, tetap saja nasib buruk itu seolah tak ingin membiarkan Ana begitu saja. Ana berjalan sedikit mendekat ke murid lainnya.

Di dalam sana semuanya sedang menyanyikan lagu Mengheningkan Cipta, artinya ia tak harus menunggu lama lagi untuk bisa masuk kedalam sekolah.

Salah satu kebijakan yang ada di SMA Rajawali; bagi mereka yang datang terlambat di hari senin harus menunggu upacara selesai baru dibolehkan masuk.

Ana diam tak ada teman untuk diajaknya  berbicara. Pasalnya, tak ada satu diantara dari sebelas orang di sekitarnya saat ini yang ia kenal.

"Hai.." sapa seseorang dengan suara berat yang berasal dari belakang punggung Ana. Gadis itu menoleh dan tersenyum ketika mendapati seseorang yang ia kenal baru saja datang dari arah seberang jalan. "kak Ari." serunya.

"Iya, syukur masih ingat kirain udah lupa hehe.."

"Masih kak... hmm kakak telat juga?"

"Kalau gue disini berarti gue sama kayak lo dong" jawab Ari.

"Kenapa bisa telat?" kini giliran Ari yang bertanya pada Ana.

"Gue kesiangan kak." jawab Ana.

"Bang.." panggil seseorang pada Ari. Keduanya menoleh ke arah sumber suara. Ana memasang muka khas orang terkejut saat mendapati pemilik suara barusan.

"Udah nemu?"

"Ada jalan belakang. Cepetan entar ketauan." seru Dirga.

"Na, lo mau ikut kita gak?"

"Kemana kak?"

"Masuk lewat jalan belakang, dari pada disini bisa-bisa kena hukum. Lo gak mau kan masih pagi udah dapat hukuman?"

"Kenapa harus ajak Ana sih Ri." ucap Dirga membatin.

Ana tampak berfikir sebentar, rasanya ia ingin menolak saja karena ini sekolah, dan sekolah punya aturan. Ana tak mau melanggar aturan itu.

Tapi perkataan Ari ada benarnya, ini masih pagi dan ia juga disini perempuan satu-satunya. Ia tak mau mendapatkan hukuman yang dirinya harus menanggung sendirian. Contoh; membersihkan toilet khusus murid perempuan seorang diri.

"Gimana?" ulang Ari. Ana menganggukkan kepala tanda setuju untuk mengikuti perkataan Ari.

Ana berjalan mengikuti Ari dan Dirga. Saat mereka tiba di belakang sekolah, Ana mencari pintu untuk bisa mereka masuki. Tapi tak ditemuinya malah yang sedari tadi ia dapatkan hanyalah tembok bangunan yang menjulang tinggi.

Pikirannya akan masuk dengan mudah seketika hilang, saat Dirga menegakkan tangga yang sempat terguling di tengah rumput lebat.

"Lo duluan aja bang." saran Dirga setelah menegakkan tangga itu dengan benar.

"Gue duluan ya, Na.." ujar Ari.

"Iya kak."

Sebagai laki-laki, menaiki tangga hanya perkara mudah baginya dan cepat. Setelah Ari berhasil melewati tembok tinggi itu, Dirga menyuruh Ana untuk naik lebih dulu. "Kamu duluan aja." ujar nya menggunakan kata kamu.

"Tenang. Aku gak akan ngintip." imbuh Dirga meyakinkan.

"Kemarin-kemarin juga pake lo-gue sekarang aku-kamu. Udah kayak bunglon, berubah-ubah." cibir Ana membatin.

Ana diam tak merespon, ia menaiki tangga kayu itu dengan lambat karena ini adalah hal baru baginya, tangannya sedari tadi tak berhenti untuk tak bergetar. Ia berhenti sejenak menoleh kebawah. Seperti yang diucapkan nya, laki-laki itu saat ini sedang menunduk dengan kedua tangan yang setia memegangi tangga. Ana kembali melanjutkan pijakannya.

Saat gadis itu sudah tiba di atas dan hendak melakukan adrenalin berikutnya. Ia kembali menoleh ke bawah hendak untuk turun tetapi jarak antara dirinya dan tanah sangatlah jauh. Ana tak bisa melompat dari ketinggiannya saat ini.

"Kamu duduk dulu disitu jangan langsung lompat" ujar Dirga menyadari diamnya Ana.

Kini giliran laki-laki itu menaiki tangga, tak butuh waktu lama, ia tiba di samping Ana. Ia melempar tas miliknya dan tas Ana yang disambut dengan sigap oleh Ari. Selanjutnya ia menggeser agak menjauh dari gadis itu lalu dengan sangat hati-hati ia mengangkat  tangga kayu tersebut untuk di pindahkan agar mereka bisa turun tanpa harus melompat.

Sebenarnya untuk Dirga sendiri, ia bisa langsung melompat dengan mudah. Karena, demi gadis di sampingnya saat ini, ia rela harus bersusah payah meski sedari tadi badannya selalu terhuyung jatuh tapi ia berhasil menyeimbangkan kembali.

Setelah tangga kayu berhasil di pindahkan, Dirga mengajak Ana untuk turun. "Ayok turun. Kamu duluan." ucapnya.

Tidak seperti tadi saat naik meski lambat, tapi saat turun ini kelambatannya menjadi dua kali lipat karena harus turun dengan dengan melangkah mundur.

Setelah Ana berhasil turun ke bawah, Dirga kembali mengangkat tangga kayu untuk dipindahkan kembali ke semula. Lalu laki-laki itu turun dengan melompat tanpa ragu.

Bertepatan dengan warga SMA Rajawali menyelesaikan upacara, keduanya berjalan dengan santai karena kebetulan berbarengan dengan murid-murid lainnya yang hendak ke kelas masing-masing.

Sebelum melangkah masuk ke dalam kelas 11 IPA 2, Ana menoleh pada Dirga yang berjalan di belakangnya. "Makasih ya." ujarnya dengan tersenyum tipis. Lalu berjalan masuk meninggalkan Dirga tanpa harus menunggu jawaban laki-laki tersebut.

🍒🍒

Dirga (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang