🍑prolog🍑

769 44 20
                                    

Entah sejak kapan perasaan ini datang, entah sejak kapan aku begitu takut kehilangannya, dan
entah sejak kapan perasaan cemburu datang kepadaku.
Iya cemburu, cemburu di saat melihat dia bersama perempuan lain.

Aku tahu, tidak seharusnya aku mempunyai perasaan seperti ini, tidak seharusnya aku jatuh cinta kepada temanku sendiri.

Namun, apa boleh buat. Perasaan cinta ini datang secara tiba-tiba, akupun tidak menyadari kedatangannya, dan benar apa kata orang, rasa cinta bisa tumbuh karena
terbiasa.

Aku pikir perempuan, dan laki-laki bisa bersahabat dengan tulus tanpa ada perasaan cinta. Tapi ternyata dugaanku salah, ujung-ujungnya pasti selalu ada rasa.

Entah berapa kali aku mencoba untuk menjauhinya. Namun sayangnya, aku tidak pernah berhasil menemukan celah untuk melarikan diri dari perangkap yang telah dia buat, dan sekarang yang bisa aku lakukan hanyalah mencintainya dalam diam tanpa harus memberi tahu perasaanku yang sebenarnya.

                              🌸🌸🌸🌸🌸

Ku duduk terdiam, di sebuah bangku panjang di tengah-tengah keramaian taman kota. Melihat pemandangan yang begitu menyakitkan di depan mata. Walaupun menyakitkan, kedua bola mata ini tidak mau lepas dari pandangan itu. Pemandangan yang memperlihatkan betapa bahagianya dirimu saat bersama dia, dia sosok pengganti yang perlahan menghapus namaku dalam ingatanmu, dan kini aku hanya bisa tersenyum melihat kebahagiaanmu, dan dirinya. Secara tak langsung kebahagiaanmu itu mengiris-iris hatiku menjadi potongan kecil tak berharga.

"Karena aku mencintaimu, maka dari itu aku rela melihatmu bahagia bersama orang lain," ucapku rilih. "Beginilah caraku mencintaimu, hanya bisa mendoakanmu di sepertigaan malamku, melihatmu dari kejauhan, dan memastikan kalau kamu baik-baik saja."

Tanpa disadari butiran-butiran keristal bening jatuh membasahi pipiku, dan Isak tangisan pilu yang keluar dari mulut tidak dapat aku cegah.

"Nggak baik perempuan sendirian di sini sambil menangis," ucap seseorang secara tiba-tiba, dan membuatku mengangkat wajah melihat ke sumber suara.

"Nih," lanjutnya, seraya menyodorkan sebuah sapu tangan kepadaku. Ku menatap sapu tangan itu beralih hingga menatap wajahnya.

Seorang pria berkulit sawo matang, dengan postur tubuh yang tinggi semampai.

Untuk apa dia kesini? dan kenapa dia bisa ada di sini?

Aku pun segera memanglingkan wajahku, dan menatap lurus ke depan. Masih dengan pemandangan yang sama, pemandangan yang menyakitkan untuk aku lihat.

"Kalau menyakitkan kenapa terus dilihat," ucap pria itu.
"Gue sudah tahu semuanya Tik, gue tahu kalau lo mencintai dia," lanjutnya.

Aku melirik sekilas ke arahnya tanpa menanggapi ucapannya.

Diarry AtikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang