Suara bel tanda pergantian jam sudah berbunyi. Setelah mampir dari koperasi, ku berjalan cepat menuju kelas, mengintip dari balik jendela, dan menghela napas lega saat melihat tidak ada guru di kelas.
Segera ku memasuki kelas begitu saja mendahului Kelvin. Namun, baru sampai di ambang pintu.
"WOW, WOW, WOW. LIHAT INI SIAPA YANG DATANG," seru Dimas heboh membuat semua orang yang ada di kelas menoleh kompak ke arahku.
Yang selanjutnya....
"Heh, lo berdua habis dari mana?"
"Cieee..., tumben akur, kompak lagi berangkat bareng."
"Duh Tika, mulai berani ya lo."
"Di ajarin apa lo sama si Kelvin?"
Beberapa celotehan langsung menyerangku begitu saja. Namun aku tidak peduli, memilih berlari kecil ke arah meja, dan mendudukkan diri sambil menghela napas.
Sampai....
"Jam berapa ini? Niat Sekolah nggak sih? Nggak malu ya, sama kain panjangnya?" ucap seseorang dengan nada sinis dari belakang buatku menoleh.
Ya. Sudah kuduga, pemilik suara itu adalah Rena.
"So suci emang. Najis," sambung yang lain. Kalau yang ini suara Ica teman satu geng Rena.
Mata mereka memang lagi fokus sama ponsel. Tapi aku sangat yakin kalau ucapan mereka itu ditujukan kepadaku, karena siapa lagi siswi yang pake jilbab, dan telat masuk kelas di kelas ini kalau bukan aku?
Hah, aku benar-benar tidak mengerti sama mereka.
Mau mereka apa sih?
Nggak ada kerjaan lain apa? Selain nyinyir?
Dari awal masuk, Rena sama Ica ke nya udah nggak suka banget sama aku, sikapnya udah beda banget, apalagi kalau udah natap, itu matanya minta ditusuk mulu, dan apapun yang aku lakukan, sepertinya selalu saja salah di mata mereka.
Dulu, pas awal masuk mereka berdua sering banget kasak-kusuk nyindir.
"Mau ke sekolah, atau mau ke pengajian sih."
"Kaya emak-emak."
Atau kalau aku lagi ngobrol sama Bagas, mereka pasti menyeletuk.
"Iya sih pake jilbab. Tapi kelakuannya kaya cabe."
"Mainnya sama cowok mulu."
"Menel banget njiirr, nempel sana nempel sini."
"Mending nggak usah berhijab aja sekalian."
Ucapan-ucapan seperti itu sering banget aku dengar dari mulut mereka, yang ditujukan buat aku
Aku juga tidak mengerti, kenapa mereka berdua bersikap seperti itu sama aku?
Salah aku, sama mereka apa?
Apa karena aku pake jilbab?
Emangnya kenapa kalau aku pakai jilbab?
Aku 'kan hanya mengenakan pakaian yang memang semestinya digunakan oleh seorang muslimah.
Atau, karena ahlak aku yang belum baik? Tidak seperti perempuan berjilbab pada umumnya?
Dengar, ya. Jilbab dan akhlak adalah dua hal yang berbeda.
Jilbab itu murni perintah Allah.
Wajib bagi yang telah baligh.
Sedangkan akhlak adalah budi pekerti yang tergantung pada pribadi masing-masing.
Jika seseorang memakai jilbab melakukan dosa atau pelanggaran, itu bukan karena jilbabnya, melainkan karena akhlaknya. Jadi, kalau mau nyinyir, silakan. Nyinyir saja sesuka hati. Tapi aku mohon jangan bawa-bawa jilbabku.
Ok, deh aku kasih tahu ya.
Aku emang perempuan berjilbab. Tapi, aku juga belum bisa disebut sebagai perempuan sholehah yang sebenarnya. Aku tak sebaik perempuan berjilbab pada umumnya. Gaya bicaranya yang kalem, sikapnya yang tenang, atau tutur katanya yang lembut. Semua sikap seperti itu tidak ada dalam diriku.
Aku, juga masih sering bergaul dengan teman laki-laki di kelas. Seperti, selalu mendengarkan curhatan Bagas, makan ke kantin bareng, atau teriak-teriak memarahi Kelvin (karena si Kelvin yang selalu mencari masalah). Tapi, hanya itu, tidak lebih.
Aku tidak tahu, seperti apa penilaian kalian terhadapku. Tapi yang jelas aku bukan perempuan baik. Namun, sedang berusaha untuk memperbaiki diri.
Makanya dari itu, jangan pernah anggap ku baik, karena aku pakai jilbab. Karena pada akhirnya, kalian akan kecewa jika mendapatiku tidak sebaik yang kalian sangka.
Cukuplah kalian menganggapku orang biasa, karena sebaik-baiknya diriku ini, masih ada yang lebih baik dariku.
"Udah, diam semuanya itu Bu Erma mau datang," ucap Rendi membuyarkan lamunanku.
Ku menghela nafas, menoleh sebentar ke arah Rena dan Ica, lalu kembali menghadap ke depan-melihat Bu Erma sudah memasuki kelas.
~Bersambung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diarry Atika
Tienerfictie"Karena gue takut jatuh cinta sama lo. Gue takut salah dalam mengartikan sikap baik lo terhadap gue. Walaupun rasa itu belum tumbuh. Namun, yang namanya cinta tak bisa ditebak kapan saat ia datang, dan hilang. Karena itulah gue memilih menghindar da...