11. 🍑Hujan dan kenangan🍑

183 16 1
                                    


"Ya ampun, kasihan anak mamih nangis."

Deg.

Ada perasaan takut, dan bahagia yang menyatu dalam diriku, ketika terdengar suara seseorang  dari belakang. Buatku berhenti nangis, dan mendongakkan kepala.

"Kelvin?" mataku melebar,  saat melihat sosok Kelvin ada di hadapanku.

Aku bengong, tidak tahu harus bereaksi seperti apa.

"Woy, ko lo bengong sih?  Udah penuh tuh, ayo bangun," ucap Kelvin buatku mengerjap.

Eh.

Segera ku berdiri. Namun, masih tertegun memandang Kelvin tidak percaya.

Dalam hati ku menjerit.

AKHIRNYA ADA ORANG YANG DATANG MENYELEMATKANKU, DAN AKU BISA KELUAR DARI HUTAN INI.

Aku tidak pernah merasa sebahagia ini melihat Kelvin datang, dan menolongku.

Aku benar-benar bahagia.

TERIMA KASIH YA ALLAH....

"Ya ampun Atika. Gue tahu ya, gue ganteng. Tapi, gak usah di liatin ke gitu juga kali," kata Kelvin dan lagi-lagi buatku mengerjap.

Hah?

"A-apan sih," kataku seraya mengusap-ngusap pipiku yang sudah basah karena air mata.

"Emang di penginapan nggak ada wc ya, sampai lo berak aja harus pergi ke hutan seperti ini," kata Kelvin, buatku berdecak sebal.

NI ORANG YA, DI SAAT KEADAAN SEPERTI INI, MASIH SAJA ITU MULUTNYA.....

"Apaan sih lo nggak lucu," kataku.

"Lagian sih lo, bikin orang lain khawatir aja tahu nggak? Semua orang jadi panik nyariin lo," omel cowok itu buatku kaget melihat wajah serius nya. "Lain kali, kalau mau kemana-mana itu minta izin dulu, atau minta ditemenin sama siapa kek. Jangan main pergi-pergi sendiri."

Aku hanya ternganga, lalu meneguk ludah, dan menciut takut begitu saja saat melihat cowok itu ngomel-ngomel dengan wajahnya yang serius.

"So-sory," ucapku gemetar dengan wajah menunduk.

"Udah, sekarang kita balik. Yang lain pasti sedang nyariin elo," ucap Kelvin setelah menghela napasnya. "Nanti, gue hubungi mereka, kalau lo lagi sama gue."

Aku hanya ngangguk yang kemudian mengekori Kelvin dari belakang.

Ku melihat ke sekeliling, melihat pemandangan malam yang diselimuti balutan warna hitam. Langit yang bertebaran bintang, ditemani rembulan yang terpaku dan tersipu dengan wajah sendu. Semilir angin menerpa tubuhku, buatku menggosokkan tangan karena kedinginan-lupa membawa jaket

Angin yang dingin ternyata pertanda datangnya hujan. Saat di perjalanan,  perlahan aku merasakan rintik hujan turun membasahi tubuhku. Awalnya kecil, lama-kelamaan menjadi deras, buatku terpaksa lari mengikuti Kelvin mencari tempat untuk berteduh.

"Ck, Atika lo jalan lambat banget sih, kaya siput. Buruan hujannya deras nih," ucap Kelvin tak sabar langsung meraih tanganku,  buatku membelalak dan tertarik begitu saja.

Kami berdua keluar dari area hutan, dan memilih untuk berteduh di salah-satu rumah warga.

"Ih, lepas," kataku menepis tangan Kelvin saat kami sudah sampai di depan rumah.

"Apaan sih lo. Lebay banget," cibir Kelvin.

"Bodo," jawabku, melengos sebal.

"Atika," panggil Kelvin buatku menoleh.

Cowok itu melepas jaket abu-abunya, lalu menyodorkannya ke arahku.

"Apaan?" tanyaku bingung.

"Pake! Baju lo basah," katanya.

Eh.

"Oh. Nggak usah, basah sedikit ko. Lo aja yang pake," kataku tak mau menerima.

"Nggak usah keras kepala deh, nanti lo bisa masuk angin."

"Ta-tapi, lo...."

"Nggak usah mikirin gue, gue cowok. Cepetan pake!" paksa Kelvin tak mau dibantah, buatku menghembuskan napas. Mau tak mau menurut, meraih jaket dan memakainya.

Hujan turun sangat deras, menciptakan keheningan diantara kami berdua. Aku duduk-diam di kursi rotan bersebelahan dengan Kelvin. Kelvin pun yang biasanya selalu mengoceh kini memilih diam, tidak melakukan apapun selain fokus dengan ponselnya. Ntah kenapa suasana jadi terasa canggung, bingung harus melakukan apa, aku pun memutuskan untuk berdiri, mengulurkan tangan ke depan, membiarkan air hujan membasahi tanganku.

"Ada yang bilang, di dalam hujan terdapat sebuah lagu yang hanya bisa didengar oleh seseorang yang sedang rindu, rasa rindu yang membawa kita pergi ke masa lalu, dan ternyata benar. Gue merasakan itu semua," ucapku rilih dengan mata terpejam, menikmati setiap tetesan air hujan yang membasahi tanganku.

""Lo benar," ujar Kelvin buatku mengerjap, dan menolehkan kepala. "Hujan memang mampu membawa seseorang pergi ke masalalu, dan mengingat kembali semua kenangan yang hampir tenggelam bersama waktu,  dan bagi gue hujan itu simbol penderitaan. Karena dengan lancangnya dia membuat luka lama kembali dirasakan, membawa kembali kenangan yang hampir saja tenggelam. Hujan seakan tidak peduli berapa banyak rasa sakit yang gue rasakan," lanjutnya.

Buatku nganga tidak mengerti.

Ku meneguk ludah. "Justru menurut gue hujan mampu melunturkan semua masalah yang sedang gue alami," kataku.

"Benarkah?" Kelvin tersenyum miris, "Lalu bagaimana dengan sekarang? Apakah hujan bisa menghilangkan masalah yang sedang kita alami? Gue rasa tidak. Justru gara-gara hujan, kita menjadi terjebak di rumah ini,"kata Kelvin.

Eh.

Aku terdiam sesaat, mencoba mencerna ucapan Kelvin barusan.

Ada apa dengan dia?

Kenapa dia sangat membenci hujan?

"Tapi yang gue tahu setelah hujan pasti selalu ada pelangi, dan setelah kesedihan pasti selalu ada kebahagiaan datang," kataku.

"Lalu bagaimana dengan hujan di malam hari? Apakah dia menjanjikan sebuah pelangi? Gue rasa tidak."

Ku menghembuskan napas panjang. "Memang tidak menjanjikan sebuah pelangi. Namun, hujan di malam hari lebih mengerti bagaimana menenangkan hati," jelasku. "Hujan sudah ditugaskan, kenapa harus  disalahkan atas peristiwa yang terjadi dengan lo di masalalu," lanjutku, dan selanjutnya memilih duduk kembali dan diam.

Sesat suasana berubah menjadi hening, tidak ada obrolan lagi diantara kami berdua. Hanya ada suara rintikan air hujan yang semakin besar. Sampai tiba-tiba ada suara seseorang yang memecahkannya keheningan diantara kami.

"Atika.... Kelvin."

Ku menoleh.

"Eh Yura, Bagas," ucapku melihat Yura dan Bagas sudah berdiri di belakangku.


~Bersambung.

Hallowww teman-teman.
Gimana sampai sini suka?
Ikuti terus ya ceritanya, dan jangan lupa voment☺

Diarry AtikaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang