Hari ini kelas X ipa-3 akan kembali lagi ke Jakarta. Kami yang sudah naik ke dalam bus, bernyanyi-nyanyi ria, berdo'a untuk keselamatan di jalan dan siap akan berangkat, tiba-tiba....
"Bu, Waldi tidak ada," teriak Rendi dari kursi belakang, yang langsung membuat semua orang menjadi diam, menoleh ke belakang dan berkata.
"Hah?"
"Kemana?"
"Hilang?"
"Jatuh ke danau?"
"Bu-bukan," kata Rendi.
"Terus kemana?" tanya Bu Susi dari kursi depan yang bersebelahan dengan sopir."Sepertinya masih di dalam, masih mandi," jawab Rendi.
"APA?" ucap semua orang kompak membelalakan mata tidak percaya, yang kemudian langsung membuat suasana di dalam bus menjadi berisik.
"Hadeh...," ucap beberapa orang dengan nada lelah.
"Duh, si Waldi ngapain sih di dalam, mandi aja lama," ucap Rena kesal.
"Biasalah, anak perawan," sahut Bagas.
"Lagi luluran mungkin dia di kamar mandi, biar cantik," celetuk Kelvin asal dan diikuti tawa dari anak-anak yang lain.
"Hadeh, Yura-Yura. Makanya punya anak itu diurus yang benar, " kata Dimas yang tengah mengipas-ngipas wajahnya dengan topi, yang kemudian langsung dijambak rambutnya oleh Yura dari belakang.
"LO SEMUA BISA DIAM NGGAK SIH HAH?" amuk Yura berdiri dengan tangan menjambak rambut Dimas.
"Aduh, kenapa jadi gue yang kena sih ini," kata Dimas meringis kesakitan, "Ra, lepas Ra."
"Terusin Ra, terusin," ucap Bagas samangat mengompori dan berdiri di hadapan Dimas dan Yura seraya mengacungkan hapenya untuk merekam.
"Udah-udah, diam!" lerai Bu Susi. "Rendi, tolong kamu cek ke dalam," perintah Bu Susi.
"Baik Bu," kata Rendi.
"Gue ikut," teriak Yura menyusul.
Beberapa menit menunggu, kemudian Rendi Kembali, dan di belakangnya ada Yura menarik lengan Waldi yang terseret pasrah. Lalu menyuruhnya duduk di kursi barisan paling depan, tepat berada di hadapanku.
"Lo diam di sini, jangan gabung sama mereka!" perintah Yura tegas membuat Waldi mengangguk patuh.
"Mince gue punya video drakor terbaru, lo mau nonton nggak?" teriak Kelvin dari belakang membuat Waldi menoleh.
"NGGAK USAH NENGOK KE BELAKANG!" tegas Yura dan lagi-lagi Waldi hanya mengangguk patuh.
Aku yang melihat itu, hanya bisa geleng-geleng kepala, dan tersenyum kecil melihat sikap dan kelakuan Waldi sama Yura.
Aneh.
Ya, menurutku, dari semua jenis manusia aneh yang ada di kelas X Ipa-3, tidak ada yang seaneh Waldi dan Yura.
Dua sepupu yang memiliki sikap dan keperibadian tertukar.
Kenapa aku bilang seperti itu?
Karena....
Si Waldi itu cowok? Iya. Dia ganteng, tubuhnya tinggi, kulit sawo matang eksotis, dan wajahnya juga bersih banget.
Pertama kali bertemu.
Wihhh....
Itu cowok ganteng banget, mirip aktor India.
Tapi, saat dia bicara....
"Aaaa...., Yura tupperware gue hilang," rengeknya dengan nada suara manja, dan melengking.
Lah.
Aku nganga.
Kaget.
Tidak percaya.
Ternyata si Waldi itu cowok melambai.Yang hobinya setiap hari ngomongin skincare bareng Nabila atau mojok nonton drama Korea bareng Rena.
Selain itu, sikapnya yang lembut dan manja membuat Waldi selalu menjadi korban kejahilan anak-anak cowok di kelas.
Sedangkan Yura, dia kebalikannya dari si Waldi.
Bisa dibilang dia itu cewek tomboy. Punya karisma berkuasa yang kuat, galak, barbar, dan juga pemberani.
Berani gangguin temannya? Siap-siap kena tabok.
Dara emang galak, dan berani. Tapi Yura ini jiwa tomboynya kebangetan.
Kalau di kelas dia sering gabung dengan anak cowok, ngomongin masalah bola, atau main game online bareng, dan dia paling dekat dengan Kelvin.
Tapi, walaupun tomboy. Yura ini sering dijuluki sebagai mamanya ipa-3. Melindungi anak cewek, dan si bungsu Waldi dari cowok-cowok beringas, dan juga nabokin anak-anak cowok kalau nggak nurut.
"Guys, are you ready, " teriak Dimas tiba-tiba buatku mengerjap dan menoleh ke belang melihat Dimas yang udah berdiri.
"Ready," respon beberapa orang semangat.
"Berangkat," kata Bagas.
"Bang, Musik," ucap Kelvin.
Sejurus kemudian, bus pun melaju dengan cepat menuju Jakarta, dan suasana di dalam bus begitu berisik dan ramai seperti pasar malam dipenuhi oleh alunan suara dangdut yang diikuti oleh anak-anak lain.
~Bersambung.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diarry Atika
Novela Juvenil"Karena gue takut jatuh cinta sama lo. Gue takut salah dalam mengartikan sikap baik lo terhadap gue. Walaupun rasa itu belum tumbuh. Namun, yang namanya cinta tak bisa ditebak kapan saat ia datang, dan hilang. Karena itulah gue memilih menghindar da...