"Huahahaha..., lo serius jawab begitu?" tanya Bagas seraya tertawa gila tanpa rasa malu sedikit pun-buat beberapa orang yang ada di cafe menoleh ke arahnya.
"Serius lah njirr. Menurut lo wajah gue ada tampang-tampang bercandanya gitu?" ucap Dimas seraya meneguk jus jeruk Kelvin-buat cowok itu melotot kesal ke arahnya yang hanya dibalas senyuman lebar oleh Dimas.
"Habisnya ni ya, itu soal fisika ngeselin banget, nggak ada akhlak emang. Gue pikir yang bakalan susah dijawab itu soal-soal biologi, secara 'kan itu gurunya jarang masuk. Eh, malah si fisika yang ngajak perang," lanjut Dimas dengan mulut dipenuh oleh kentang goreng.
"Cih. Bego mah bego aja kali, kagak usah nyalahin soal," timpal Yura seraya mencomot ayam goreng di piring Kelvin, buat cowok itu lagi-lagi merasa kesal dan langsung menepuk punggung tangan Yura.
"Elah, minta dikit napa sih lo pelit banget jadi orang," kata Yura dan segera memasukkan ayam goreng ke dalam mulutnya.
"Contoh manusia yang nggak tahu diri dan berterima kasih ya gini, udah gue bayarin makanannya, masih aja merasa kurang dan bilang gue pelit," sewot Kelvin tak terima.
"Ck, bayarin apaan? Lo tuh cuma bayarin sepuluh ribu doang, sisanya suruh bayar sendiri. Uang sepuluh ribu bisa dapat apaan makan di tempat seperti ini," kata Dara merasa sebal.
"Bisa dapat apaan lo bilang? Emang minuman lo itu harganya berapa?" tanya Kelvin kesal.
"Iya, cuma dapat minum doang, makanannya nggak, harus bayar sendiri," kata Dara.
"Makanan lo 'kan dibayarin sama gue Dar, nggak bayar sendiri," ucap Dimas merasa terlupakan.
"Ekhem," dehemku mengalihkan perhatian mereka.
"Napa lo, keselek?" tanya Kelvin menoleh ke arah ku.
"Gue udah selesai makannya," ucapku seraya menyambar tasku, buat mereka semua melongo ke arahku.
"Lah, terus lo mau kemana Tik?" tanya Yura yang masih melongo ke arahku.
"Ya mau pulang lah," jawabku dengan santainya, lalu beranjak dari tempat duduk.
"Buset ni anak kecil-kecil cepat juga ya makannya," kata Dimas.
"Eh Tik, lo mau pulang sama siapa? Lo 'kan nggak bawa motor," ucap Dara menahanku yang hendak melangkahkan kaki, lalu menoleh ke arahnya.
Lah iya, aku lupa.
"Gue pulang...."
"Lo pulang sama gue aja. Kita 'kan searah, gue juga udah selesai ko makannya," kata Bagas menghentikan ucapanku.
"Lah, lo mau pulang Gas? Bukannya jam 11 ada latihan basket?" tanya Yura.
"Emang iya?" Bagas mengernyit.
"Dih, ganteng-ganteng ko pikun," kata Yura.
"Oh, iya," Bagas menepuk jidatnya sendiri, "Tapi jam 11 kan, ya? Jadi gue bisa pulang dulu."
"Emangnya sekarang jam berapa BAGAS ALDIANTO?" tanya Dimas penuh penekan, merasa kesal sendiri saat Bagas bertanya seperti itu.
"Jam berapa?" Bagas memasang tampang begonya.
"Noh lihat," Dimas menunjuk jam dinding yang ada di cafe menunjukkan sudah pukul 10.45.
"Lah, itu jam kapan majunya? Perasaan tadi pulang sekolah masih pukul 9.15" kata Bagas.
"Ck, gue tahu lo bego Gas, tapi nggak usah diperjelas juga kali," ucap Yura beranjak dari tempat duduknya, lalu menoleh ke arah Bagas, "Jadi gimana? Lo mau berangkat sekarang nggak?" tanya Yura, "Kalau mau sekarang sekalian gue nebeng sama lo ya," lanjutnya seraya menyengir lebar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Diarry Atika
Novela Juvenil"Karena gue takut jatuh cinta sama lo. Gue takut salah dalam mengartikan sikap baik lo terhadap gue. Walaupun rasa itu belum tumbuh. Namun, yang namanya cinta tak bisa ditebak kapan saat ia datang, dan hilang. Karena itulah gue memilih menghindar da...