STAY AWAY

2.8K 139 1
                                    

Nata menyibukkan dirinya sesibuk mungkin di kantor. Mencoba untuk tidak pulang ke tempat tinggalnya sendiri. Di satu sisi dia merasa nyaman berada di dekat housematenya itu, karena mereka juga tidak banyak berinteraksi. Malah hampir tidak pernah berinteraksi. Jadi paling tidak, dia tidak merasa terganggu.

Entah siapa yang sedang menghindari siapa karena sepertinya housematenya itu sangat-sangat menutup dirinya bahkan cenderung menganggap Nata tidak ada. Nata jadi kesal sendiri dibuatnya.

Seminggu setelah tinggal bersama, mereka seperti dua manusia dari dua dunia lain yang kebetulan terjebak dalam satu tempat yang sama. Ketika Nata terbangun, Andi sudah tidak terlihat dan dipastikan sudah menghilang entah kenapa. Tentunya setelah dia mengerjakan bagiannya sebagai upah tinggal gratis di apartemen mewah Nata, membersihkan tempat tinggal mereka tentunya. Nata jadi penasaran, jam berapa anak itu bangun sebenarnya.

Setelah itu, Nata akan berangkat kerja. Dan ketika dia kembali senja atau malam hari, pintu housematenya sudah tertutup dan Nata tidak punya alasan untuk mengganggunya, karena dia terjebak dengan aturan yang ia buat sendiri.

DILARANG MENGGANGGU KENYAMANAN DAN PRIVASI MASING-MASING.

Sialnya, Nata justru malah penasaran karena hampir tak pernah melihat batang hidung bocah kurus itu sampai pada akhirnya dia mencoba membuka pintu si housemate. Dan Nata benar-benar tak percaya. Bocah tidak jelas itu mengunci kamarnya, seakan-akan berlindung dari Nata yang mungkin saja bisa menyakitinya. Kekesalan Nata sudah sampai di ubun-ubun.

"Memang dia pikir dia itu siapa?"

"Siapa yang dia pikir dia itu siapa?" Tanya Hadi Aryahadinata, ayahnya, sekaligus atasan tertingginya di perusahaan. Memutar-mutar kata-kata Nata, menambah sakit kepalanya saja.

"Eh, pa. Bukan siapa-siapa pa. Biasalah salah satu Don Juan berbuat ulah dan papa tahu kan, selalu aku yang harus menjadi penasehat mereka." Jawab Nata asal. Walau bagaimanapun, dia tidak ingin membuat risau orang tuanya.

"Hmm. Papa akan pulang duluan. Jangan kecapean ya." Ucap sang komisaris sambil menepuk bahu anaknya. Sang anak hanya menganggukkan kepalanya.

Tak lama, setelah memandangi langit-langit kantornya, Nata akhirnya memutuskan pulang. Itu tempat tinggalnya. Kenapa juga jadi dia yang harus luntang-lantung seperti ini?

***

"Kau sakit?"

Nata terkejut dengan suara yang tiba-tiba ia dengar. Dilihatnya si cupu ternyata berada di lift yang sama dengannya.

"Kupikir hantu." Ucap Nata asal.

"Cek saja kakiku. Menapak atau tidak?"

"Haha. Funny." Ketus Nata yang entah kenapa menjadi ketus. Nata selalu ramah pada orang lain, biasanya begitu.

"Trims." Sahut Si Cupu mengakhiri perdebatan hantu mereka yang tidak lucu.

'What?' Nata benar-benar tak habis pikir dengan housematenya itu. Apa dia selalu mengesalkan seperti ini?

"Apa kau selalu mengesalkan seperti ini?" Tanya Nata akhirnya terus terang. Dia malah merasa merinding, jika diam saja dan berdua dengan makhluk seperti Andi.

"Tidak. Biasanya aku selalu menyenangkan. Moodku langsung berubah hanya kalau berhadapan dengan orang yang menyebalkan."

'What? Serriously?' "Maksudmu aku mengesalkan? Begitu?"

Andi tak menghiraukan Nata. Dia hanya melaju keluar ketika pintu lift berhenti di lantai apartemen Nata seraya mengedikkan bahu.

"Hey!!!" Teriak Nata ketika Andi sudah keluar lift dan meninggalkannya seperti orang idiot di lift.

Dan baru saja Nata ingin mengejar bocah tengik yang langsung masuk ke kamarnya, Bel berbunyi. Nata mengumpat dalam hati dan langsung kembali ke pintu.

"Sore pak. Pesanan atas nama Sdr. Andi S. Pratama."

Nata menatap kotak besar yang dibawa kurir itu dan menaikkan alisnya.

'Bocah tengik itu benar-benar seenaknya.'

"Atas nama Andi, pak?" Ucap Andi yang tiba-tiba muncul, menggeser Nata tanpa permisi.

"Benar. Mohon ditanda tangani." Pinta si kurir itu.

Nata melipat tangannya di dada sembari menunggu transaksi itu selesai.

"450.000 sudah termasuk ongkir mas."Ucap kurir itu lagi.

Andi berbalik arah dan menghadap Nata yang masih melipat kedua tangannya. Menatap Andi dengan horor.

"Bisakah aku pinjam uangmu dulu? Tadi uangku terpakai untuk sesuatu." Ucap Andi lirih dan malu sebenarnya.

Nata menatap tajam ke arah Andi. Bisa-bisanya Andi meminjam uangnya setelah apa yang ia katakan.

Tapi Nata tak berkata apapun. Dia hanya mengeluarkan dompetnya dan memberikan 5 lembar uang kertas merah kepada si kurir dan meminta ia menyimpan kembaliannya. Si kurir pun langsung pergi karena merasakan aura ketegangan di antara keduanya.

"Jadi begitu kelakuanmu kepada orang yang baru saja kau bilang menyebalkan? Kau bahkan tidak tahu malu meminjam uang padaku. Apa harus aku mengusirmu hari ini juga? Ah ya, jangan lupakan 2 vas bunga yang kau letakkan di nakas. Kau mau membuat apartemenku menjadi feminim atau apa?"

Nata ingin meneruskan ocehannya kalau saja dia tidak melihat Andi yang sudah menggenang air matanya. Walau terhalang rambut agak gondrong dan kaca mata kudanya, Nata yakin Andi sedang menahan emosi dan tangisannya.

'Serriously?' Batin Nata tak percaya.

"Satu. Aku tidak bermaksud meminjam uang padamu. Kurir itu harusnya datang besok. Dan kalau saja tidak ada hal mendadak tadi, aku tidak mungkin terpaksa meminjam uangmu yang berharga itu. Dan jangan khawatir, aku akan menggantinya besok."

Nata membesarkan matanya, melihat tatapan garang Andi dengan wajahnya yang memerah karena menahan amarah dan air mata. Mengingatkannya pada seseorang yang terlihat seperti dirinya. Membuat hati Nata kembali perih. Kalau dilihat-lihat lagi, tatapan pria kurus di hadapannya juga sama seperti tatapan dia yang telah tiada. Sebegitu identik kah mereka?

"Dua. Hanya sekedar 2 vas bunga tidak akan menjadikanmu feminim. Tapi kalau itu membuatmu tidak nyaman, aku minta maaf dan kau bisa membuangnya." Katanya lalu berpaling dan meninggalkan Nata yang kebingungan. Diletakkannya kardus besar yang setengah mati ia pegang di atas meja tamu dan ia pun masuk ke kamarnya. Itupun dengan membanting pintu. Membuat Nata kaget dan melotot tak percaya.

"Astaga bocah tengik itu. Karakternya benar-benar buruk."

Nata yang penasaran membuka kardus besar itu tanpa permisi. Rupanya isinya akuarium. Membuat Nata menaikkan alisnya.

"Apa sekarang dia ingin membuat apartemenku bau amis? Bocah itu benar-benar."

Tapi anehnya, Nata malah meletakkan akuarium itu di atas nakas kosong di dekat pantry. Ia juga mulai menata pernak-pernik hiasannya. Dan ketika Andi keluar di malam hari karena haus, dia tersenyum senang karena akuariumnya sudah tertata rapi, lengkap dengan lampu dan ikan hias di dalamnya. Membuat perasaannya menghangat. Si Nata itu, mungkin dia bisa tinggal dengannya. Mencoba peruntungannya dengan menyatakan apa yang ia pendam selama ini.

 Mencoba peruntungannya dengan menyatakan apa yang ia pendam selama ini

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.







*Masih gaje 😥😥😥😥😥😥😥😥

NO OTHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang