Yes. Friend. Setelah memutuskan secara sepihak, Nata resmi berteman dengan Andi, si nerd yang gayanya itu-itu saja setiap hari. Kaos kebesaran yang dipadu dengan kemeja kotak-kotak yang kebesaran juga yang tidak dikancing sama sekali. Dan jangan lupakan kaca mata kuda yang menutupi hampir seluruh wajah mungilnya.
Meski berteman, tidak banyak yang mereka lakukan karena kesibukan mereka masing-masing. Nata dengan businessnya, dan Andi dengan kuliah dan part timenya. Sekarang Nata tahu darimana asal aroma vanilla yang selalu tercium dari tubuh Andi. Rupanya Andi bekerja part time di toko kue setiap pagi atau sore, tergantung jadwal kuliahnya. Terkadang, mereka kedapatana nonton TV bersama ataupun makan malam bersama kalau Nata tidak sedang tugas luar. Itupun karena Nata yang selalu mengajak Andi. Karena si Nerd itu tidak pernah berubah. Dia selalu mengurung diri di kamar dan Nata sudah bisa dipastikan tidak akan pernah tahu apa yang bocah itu kerjakan jika sudah di kamar, karena Andi selalu mengunci kamarnya jika sudah masuk. Entah untuk apa.
"Jadi team favouritemu yang mana?" Tanya Nata ketika mereka sedang menonton babak perempat final world cup Rusia.
"Memang kapan aku bilang kalau aku suka bola?" Jawab Andi flat sambil terus memasukkan pop corn ke mulutnya dan tatapan ke layar kaca di hadapannya, walau dia tak menikmati tontonannya itu.
"Aish! Bocah tengik. Lalu kenapa kau di sini?" Tanya Nata hampir menjitak kepala Andi yang tidak jadi ia lakukan.
"Kau lupa? Siapa yang menggedor-gedor pintu kamarku dan ribut minta ditemani nonton?"
Nata geregetan dibuatnya. Apa tidak bisa dia tidak ketus seperti itu? Bukankah Nata sedang mengajarinya bagaimana caranya berteman?
"Kau tahu, kembaranmu itu, dia juga sepertimu. Tidak suka bergaul. Dia selalu menutup diri. Cerdas, tapi tidak pandai bergaul." Ucap Nata dengan mata lurus ke layar kaca, mencoba menahan emosinya yang selalu kacau balau jika mengingat kembali tentang dia yang telah tiada.
"Karena kami selalu berada di lingkungan yang salah. Lingkungan yang tidak mungkin menerima kami apa adanya. Kau tahu itu kan?"
"Tidak. Aku tidak tahu. Aku hanya tahu aku menyukai adikmu yang mengesalkan itu. Yang selalu menghindariku. Yang selalu menggetarkan hatiku."
"Benarkah? Tapi setahuku, kaulah yang membuat masa SMAnya menjadi mimpi buruk baginya. Jangan kira aku tidak tahu apa yang kau lakukan Aryahadinata. Kau membuatnya sakit hati." Ucap Andi yang membuat Nata membeku. Dia tidak akan memungkiri hal itu. Dia memang berbuat kesalahan pada gadis yang telah tiada itu, dan di saat ia menyesalinya, tak ada yang bisa ia lakukan. Dia hanya bisa menyesalinya seumur hidup. Bahkan setelah 6 tahun berlalu, Nata masih berandai-andai. Andai saja dia masih diberi kesempatan, dia ingin meminta maaf kepada dia yang masih terpatri di hatinya. Satu hari, hanya satu hari saja ia berharap bisa mengulang masa itu, dan Nata bersumpah, dia tidak akan melakukan kesalahan yang sama.
Satu hari untuk bisa bersamanya.
Satu hari untuk menggenggam tangannya.
Satu hari, bahkan bermimpi mendapatkan satu hari itu saja sekarang sudah tak mungkin. Benar-benar tak mungkin.
Kini, kenangan tentangnya hanya seperti lagu cinta bagi Nata. Membuatnya selalu teringat akan dirinya. Nata terkadang memutar lagu-lagu cinta untuk merasakan kehadiran dia yang telah pergi, tapi sesungguhnya, dia membenci lagu-lagu cinta itu karena dia tahu, seberapapun Nata memikirkannya, dia yang telah tiada tidak akan pernah jadi nyata untuknya.
Bullshit jika Nata begitu memaksakan dirinya berteman dengan pria nerd menyebalkan seperti Andi. Tapi entah kenapa, tiap kali bersama kembaran dia yang telah tiada itu, Nata merasakan kehadiran cinta lama itu secara nyata. Bahkan makin ke sini, entah kenapa suaranya bahkan semakin mirip seperti suara beledu yang samar-samar ia ingat.
Teman. Nata bahkan tidak sadar, dia menamengi perasaannya sendiri dengan satu kata itu.
Teman. Dan Nata mulai merasa jijik pada dirinya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
NO OTHER
RomancePutra Sulung Aryahadinata. Seperti namanya, dia adalah putra sulung keluarga Aryahadinata. Nata biasa ia dipanggil. Seorang pria gentleman yang begitu malang dalam cinta, kenapa tidak? kalau cinta pertamanya harus layu sebelum berkembang. Dan ketika...