TOMORROW

2.1K 150 10
                                    

Nathan berada di pantai yang luas dengan ombak yang berdebur kencang. Tatapannya kosong, dadanya sesak. Dia merasakan sakit di jantungnya seakan-akan waktunya di dunia ini akan habis.

Menangis. Nathan hanya bisa menangis. Bahkan untuk memikirkan hari esok saja ia tak sanggup. Dia.....pria yang tiba-tiba saja datang menganggu kehidupannya yang tak sempurna, kini setelah baru sekejab ia masuk dan menggoreskan warna di hari-hari Nathan yang biasa, pria itu pergi lagi. Menghilang untuk selamanya. Pria itu memang jahat, dia benar pria jahat.

Sepi, hampa, hanya itulah yang Nathan rasakan saat ini. Apakah bocah yang bahkan belum genap 9 tahun seperti dirinya pantas menanggung semua kepedihan hidup seperti ini? Ayahnya bukan ayahnya, bundanya bukan bundanya, mama yang harus ia tutupi dan ayah yang tak bisa ia akui. Kini, setelah ia pikir semua akan baik-baik saja, orang jahat itu pergi lagi dan untuk selamanya.

Air mata Nathan terus berjatuhan, sesaknya pun makin terasa, apa ia harus tenggelam bersama ombak yang berdebur? Haruskah?

"Nathan....nathan...hey.. bangun kak, hey...Nathan.."

"TIDAAAAAKKKKK!!!!"

Mimpi. Mimpi yang sangat menakutkan, entah kenapa mimpi itu terasa nyata. Apa pria yang tampak cemas di hadapannya ini akan pergi lagi? Apa dia akan memberikan luka abadi di hati Nathan yang takkan pernah terobati?

"Hey! Are you okay? It's okay. Hanya mimpi buruk. Papa di sini okay, jangan takut. Sudah..sudah.." ucap Nata sambil memeluk dan mengusap-usap punggung putranya.

Nathan mendorong ayahnya hingga ia terbebas dari pelukan sang ayah. Nathan tidak mau, dia tidak siap. Jika memang ayahnya datang hanya untuk pergi dan memberikan luka untuknya, lebih baik orang itu pergi sekarang juga. Nathan tidak akan sanggup menahan luka itu lagi. Tidak. Dia benar-benar tidak akan sanggup.

"PERGI! JANGAN MENYENTUHKU! JANGAN MENDEKATIKU! KAU BUKAN SIAPA-SIAPA BAGIKU. KAU HANYALAH ORANG ASING YANG TIBA-TIBA MENGUSIK KEHIDUPANKU. AKU MEMBENCIMU. AKU BENAR-BENAR MEMBENCIMU. PERGI!!! PERGI!!!"

Tidak ada yang lebih menyakitkan selain mendengar kata-kata kebencian putranya sendiri. Dan Nata tidak bisa menyalahkan putranya itu. Ini memang salahnya. Ini memang kebodohannya.

"NO. Never. Papa tidak akan kemana-mana. Kalau kamu ingin papa pergi dari hidupmu, lebih baik papa mati saja. Papa tidak ingin hidup kalau kau tidak menginginkan papa."

Sesak mimpi itu menghantam Nathan kembali. Sesak karena kepergian pria di hadapannya ini. Pria yang ingin ia akui sebagai ayahnya. Pria yang ingin ia panggil...PAPA. Ya. Papa. Nathan menginginkan papanya. Dia menginginkannya, tapi dia terlalu takut jika semua tidaklah nyata baginya. Takut jika pria gagah di hadapannya, akan pergi meninggalkannya lagi dan melukai mama yang sangat ia cintai.

Nata melihat putranya terus menangis histeris. Ada yang salah dengan putranya, mimpi seperti apa yang membuat putranya hingga seperti ini?

Nata mendekati putranya yang gemetar dengan isakkan yang meraung-raung. Dia berlutut di sisi ranjang dan berharap sang putra mau melihat ke dalam matanya. Melihat betapa ia menyesali segala sesuatu yang telah dilaluinya tanpa Nata di sisinya.

"Papa tidak bisa mengulang waktu kak, dan papa menyesal untuk itu. Tapi seandainya papa tahu sejak awal jika papa memilikimu, papa bersumpah, papa akan selalu berada di sisi kakak. Kalau kakak tidak bisa mengampuni papamu yang bodoh ini, well it's okay. Tapi papa mohon, beri papa kesempatan untuk menebus dosa-dosa papa padamu. Papa menginginkan kak Nathan, papa menginginkan dede Thalia. Kalian harta papa yang berharga. Bahkan lebih dari itu. Percayalah."

Nathan tidak menjawab, dia hanya terus menangis dan menyembunyikan kepalanya di antara kedua lutut dan tangannya. Dia benci terlihat lemah. Dia benci.

Nata mengambil tubuh gemetar Nathan ke dalam pelukannya. Membuat tangis sang putranya semakin menjadi-jadi. Mengiris-iris hati Nata. Apa dia menahan emosinya selama ini? Malang sekali putranya itu. Malang sekali dia. Entah berapa banyak penderitaan yang ia tanggung selama ini tanpa sosok seorang ayah yang sesungguhnya? Dan Nata mengutuk dirinya sendiri untuk hal itu.

Tapi tiba-tiba, Nathan menjulurkan tangannya ke leher Nata dan memeluknya erat. Membuat Nata tersentak dan mengerti perasaan Nathan yang sesungguhnya. Dia hanyalah seorang anak yang merindukan sosok seorang ayah.

"Kumohon, jangan pergi. Jangan pernah pergi lagi. Aku merindukanmu. Aku merindukanmu setiap harinya. Aku tahu siapa ayahku, tapi aku tak bahkan tak bisa mengakuinya. Aku mimpi kau pergi lagi. Aku takut. Aku sangat takut."

'Ya Tuhan. Putraku. Putraku sayang.'

"Never. Sekalipun Nathan mengusir papa, papa tidak akan pernah pergi meninggalkan Nathan. Kau dengar? Hmm? Itu hanya mimpi, jadi jangan takut. Hmm??"

Dan mereka pun meneruskan sisa air mata mereka dan terlelap bersama karena kelelahan.

'Besok akan jadi hari yang baru bagi papa, hari dimana papa tidak perlu menahan diri untuk menunjukkan betapa papa mencintaimu, betapa papa menginginkanmu. Kau adalah Nathaniel Putra Pratama Aryahadinata. Putraku.'

NO OTHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang