"Aku pikir Kak Dirta sangat berlebihan."
Hujan menunduk, masuk ke dalam mobil yang pintunya telah dibuka oleh Dirta. Dia bersungut dan memasang air muka keki. Masa pergi berbelanja ke minimarket yang hanya berjarak 200 meter harus memakai mobil? Seharusnya mereka jalan kaki saja --hitung-hitung memanaskan sendi yang ada di tubuh Hujan karena dia tidak pernah beraktivitas lebih kecuali hanya berbaring di atas ranjang sepanjang hari.
"Berhenti menunjukkan ekspresi seperti itu atau kita tidak jadi pergi membeli wafernya."
"Hm ya, ya."
Menjawab seadanya masih dengan rasa kesal yang mendominasi di dada, Hujan memainkan aksesoris yang ada di atas dasbor mobil Dirta. Tak sedikitpun berminat membuka pembicaraan yang terkesan sedikit menghibur kali ini.
"Suhu di luar dingin sekali. Kau mau terkena flu dan harus meminum obatmu yang lain?"
Hujan menggeleng keras, "Tidak."
"Ya sudah kalau begitu. Pasang seat beltmu."
« Musim Semi »
Wah, keadaan mini market hari ini lumayan ramai. Banyak anak kecil yang membeli cemilan juga, seperti Hujan. Remaja itu hanya berjalan pelan menyusuri lantai minimarket sembari memindai barang di etalase. Sedangkan Dirta, dia hanya berjalan di belakang --mengikuti langkah adiknya.Dirta menghela napas ringan. Sekarang, dia malah merasa kelihatan seperti seorang ayah yang sibuk mengawasi putera kecilnya memilih makanan ringan.
"Kak, apa pantai akan ramai juga hari ini?"Dirta mengernyit, berpikir sebentar sambil melihat - lihat di manakah etalase yang berisikan wafer berada, tetap melanjutkan langkahnya. "Tidak mungkin. Ini 'kan musim dingin."
"Ah, begitu."
"Ini wafernya!" Hujan terpekik gembira ketika dia menemukan sebuah etalase kaca yang di duduki oleh banyak macam wafer --mulai dari rasa cokelat, vanila, keju, dan stroberi. Menilik satu persatu, mencari yang menurutnya paling enak. Akhirnya dia mengambil 2 bungkus wafer keju dan langsung berlari menuju meja kasir.
Dirta hanya memasang wajah pasrah ketika Hujan menyelip tubuhnya dan membuatnya hampir saja limbung. Mendecih sebentar, kembali mengekor jejak Hujan. Sekarang apa lagi?
"Totalnya sembilan ribu."
Hujan memindai wajah Dirta, menyungging senyum yang terkesan dipaksakan. Dia menengadahkan tangannya, "Uang?"
Mengeluarkan dompet dari saku celana, dokter itu kembali berpikir. Mengapa tiba - tiba Hujan menanyakan pasal pantai? Apa anak itu ingin pergi ke pantai?
"Ini." Dirta mengeluarkan selembar uang bertuliskan limapuluh ribu, memberinya pada Hujan. Menatap wajah lemas adiknya sebentar, "Tidak ingin makanan yang lain? Hanya ini?"
"Ya." Hujan merampas uang itu dari Dirta dan langsung menyodorkannya pada sang kasir. Dia merasa sedikit girang ketika memandangi belanjaannya yang tengah dimasukkan ke kantung putih, "Ah, dingin sekali ya."
"Kembaliannya empatpuluh satu ribu."
"Terima kasih." Hujan meraih uang kembaliannya dan memasukkan ke dalam saku pasien yang hanya berbalut jaket tipis, lalu menggotong kantung belanjaan yang dia punya dan langsung bertolak keluar dari minimarket -- meninggalkan Dirta yang tengah membatu sendirian di sana.
Mendengus keras lantas mengikuti langkah adiknya, Dirta mendongkol dalam hati. Ketika dia sudah sampai berjalan tepat di depan mobilnya yang terparkir, Dirta malah dibuat bingung oleh Hujan. Remajanya tengah menjongkok pas sekali di depan bumper, memegangi kepalanya sambil bergemelutuk kedinginan. "Hujan, kau kenapa?"
"Eung?" Hujan berkedip lucu di sana, menggosok kedua telapak tangannya yang terasa membeku. "Aku baik." Dia bangkit berdiri, terkekeh di sana. Bergumam canggung pada Dirta, "Kak, boleh aku meminta bantuanmu..." memberi jeda, "...lagi?"
Sang lawan bicara hanya mengernyit. Dengan enteng membalas. "Tentu. Katakan saja padaku. Biasanya kau langsung bicara."
"Bisa belikan aku susu pisang? Aku lupa membelinya."
"Ah," Dirta mendesah lagi --entah sudah kesekian berapa. "Masuk ke mobilnya. Tunggu lima menit."
Di balik saku jaketnya, Hujan meremas uang kembalian belanjaannya tadi. Anak itu menunduk lesu, tak yakin tentang rencana kali ini.
Akhirnya selepas Dirta kembali masuk ke minimarket, Hujan menapak kakinya semakin laju --berlari menjauh dari minimarket dengan alas kaki karet dan pelindung tubuh dari dingin yang tak seberapa tebalnya.
Perihal susu pisang itu... sebenarnya hanyalah alibi Hujan agar dia bisa menjauh dari sana tanpa sepengetahuan Dirta. []
KAMU SEDANG MEMBACA
Musim Semi : Awan dan Hujan
FanfictionHujan percaya kalau Awan tidak akan mungkin mengingkari janji yang telah mereka buat bersama. Dia pasti akan menunggu kakaknya kembali, menjemputnya di suatu hari saat musim semi tiba. Ya, kakak pasti akan menjemputnya. Pasti. 2018 © dyowaseul