Bunga sakura bermekaran indah hari ini. Kelopaknya berterbangan dibawa angin, mengguyur tubuh kakak beradik yang tengah berjalan di bawah hujaman kembang pink kecil yang menawan. Bunga itu bertaburan di mana - mana, sepanjang jalan. Indah, indah sekali. Hujan menyukai pemandangan hari ini.
Awan menggandeng tangan Hujan. Dia tersenyum lembut -- merasa bahagia. Hari ini mereka akan puas berjalan - jalan seharian, ingin melihat festival bunga sakura yang tengah berada di puncak mekarnya. Itu pasti sangat keren.
Hujan bilang, dia ingin menikmati kebersamaan dengan kakaknya hari ini. Meluapkan segala beban kerinduan pada Awan yang telah pergi darinya beberapa tahun terakhir. Walaupun Dirta dengan keras menolak permintaannya dengan alasan bahwa anak itu belumlah pulih, tetapi Hujan semakin memaksa. Hujan berkata, "Biarkan aku kenikmati waktuku bersama Kak Awan, Kak. Aku tidak tahu apakah aku masih punya waktu yang banyak atau tidak."
Sial. Dirta terpaku selama beberapa saat setelah Hujan menggumamkan kata yang buruk itu. Matanya bahkan terasa ingin mengeluarkan tangis jika saja dia tidak ingat kalau dirinyalah yang harusnya menguatkan Hujan. Dengan berat hati, pun dokter itu menyetujui permintaan Hujan.
Hujan tampak menggemaskan dengan sweater putih berhiaskan gambar karakter Tata di dada. Tata adalah sebuah boneka lucu dengan kepala berbentuk hati berwarna merah dengan tubuh memakai pakaian perpaduan biru dan kuning polkadot. Remaja itu memakai celana jeans hitam, serta sepatu putih yang senada dengan bajunya. Bahkan Awan tertawa geli saat menampak penampilan adiknya yang terlihat sangat menggemaskan. Dia mirip balita.
Awan sendiri yang menata rambut Hujan. Membuat poni menjuntai hingga hampir menutupi mata -- agar menambah kesan keimutan adiknya. Perfect! Yaah, walaupun pria itu tidak bisa untuk tidak mengatakan bahwa wajah adiknya bahkan terlihat sangat pucat. Tidak ada sedikitpun rona kemerahan di sana. Well, Awan lupa sesuatu saat mendandani Hujan. Harusnya dia menambahkan blush on juga di pipi adiknya.
"Tidak lelah? Mau kakak gendong?"
Sang kakak memperhatikan langkah sang adik yang kelewat lemas. Meneliti dari ujung rambut sampai ujung kaki. Dengan senang hati menawarkan punggungnya, "Kita bahkan sudah berjalan hampir duapuluh menit."
Hujan tersenyum kikuk sembari menggeleng. Menampakkan jejeran gigi, menghentikan langkahnya, menatap lamat wajah Awan. Berusaha meyakinkan kalau dia tidak perlu digendong oleh kakaknya. "Tidak, Kak. Kaki milikku masih kuat berjalan. Hanya saja pinggangku terasa sedikit sakit, haha. T-tapi aku baik - baik saja."
Bohong. Awan bisa melihat mata itu. Mata yang memancarkan aura dusta. Adiknya tentu tidak baik - baik saja.
"Seharusnya kau mendengar apa yang Dirta ucapkan." Awan menarik tangan Hujan, dia berjongkok. "Ah, kenapa kita tidak memakai mobil saja ya tadi? Kakak bisa meminjam punya Dirta." Dia menepuk bahunya, menyuruh Hujan naik. "Dan eum, kita kan bisa pergi di lain waktu saja kalau kau tidak enak badan. Kakak tidak ingin melihatmu sakit begini, Hujan."
"Tapi, aku tidak tahu apakah masih bisa pergi jalan - jalan bersamamu di lain waktu itu."
Hujan menaiki punggung kakaknya, melingkarkan kedua tangan ke leher Awan dengan erat. " Aku takut kalau kau akan pergi meninggalkanku sendirian lagi." Desir napas Hujan menyapu leher Awan, "Aku sangat takut, Kak."
Takut. Awan bahkan merasa dadanya bergemuruh hebat ketika mendengar penuturan bergetar milik adiknya. Berdiri, kembali berjalan dengan tubuh Hujan di punggungnya. "Tidak perlu takut. Kakak tidak akan pergi lagi dan akan menemanimu hingga semuanya berakhir." Dia menghela napas sesak, "Dan --- hiks,"
Sebuah isakan terlontar. Awan gagal menahan desakan kesedihannya. "Ah, kenapa tubuh adikku ringan sekali, hmm?"
Hujan tahu. Perihal tubuh yang sangat ringan itu hanyalah sebuah kalimat peralihan topik oleh Awan agar dia tidak mengetahui lebih dalam tentang kesedihan kakaknya. Hujan berbisik, "Beratku hanyalah 48 kilo saja. Bukankah aku sangat langsing?"
Ah, lelucon itu.
"Ya, sangat." Suara Awan parau. Dia berdehem, "Setelah kita sampai di festival bunganya, kakak yakin pasti akan ada banyak gadis yang terpesona akan kelangsingan tubuhmu. Langsing sekali." Awan mencoba sekuat tenaga agar dia tertawa, "Dan oh, ketampanan wajahmu juga akan memikat mereka. Benar, 'kan?"
Damn. Air mata Awan malah meleleh.
"Haha, eum. Itu benar. Tunggu, bukanlah kita sudah sampai?" Hujan bergumam. Tersenyum renyah menatap keramaian di depan mata, memaksa turun dari punggung kakaknya. "Turunkan aku, Kak. Aku malu."
"Eh," Awan menahan gerakan adiknya yang berontak. Dia tetap berusaha menyeimbangkan tubuh agar tidak oleng dengan Hujan dibopongannya. "biarkan kakak menurunkanmu di bangku panjang yang ada di sebelah sana."
Pria itu menunjuk sebuah bangku di tepi jalan. Banyak orang yang berada di sini, ikut menikmati pemandangan bunga pink indah yang beterbangan ditiup angin. Taman yang sedang diadakan festival bunga itu terlihat ramai sekali. Awan tidak peduli dengan banyaknya orang yang melihat dirinya menggendong Hujan, yang membuat mereka berdua terlihat aneh --malahan mereka dianggap tidak normal.
"Oke. Sekarang, duduklah." Awan kembali berjongkok, menuntun adiknya untuk duduk."Ah, bunganya indah sekali. Bukankah begitu?"
"Hm. Dan kali ini aku menikmati keindahannya tepat bersamamu. Aku akan mengingat semua hal yang terjadi hari ini dan mengenangnya sampai akhir nanti."
Awan menarik senyum kecut. Menengadahkan tangannya, mencoba meraih kelopak bunga yang berjatuhan menerpa tubuh mereka. "Hm, kakak juga. Jadi, ayo kita membuat kenangan yang indah pada hari ini agar kita bisa mengenangnya sampai...," dada pria itu sesak, "akhir nanti."
"Eung."
Hujan ikut meraih kelopak bunga yang jatuh. Satu dua hinggap di telapak tangannya. Dia tersenyum konyol, terkekeh jahil lalu kembali menilik kakaknya.
"Jadi, kita mulai kencan antara kakak adik ini sekarang?" []
KAMU SEDANG MEMBACA
Musim Semi : Awan dan Hujan
FanfictionHujan percaya kalau Awan tidak akan mungkin mengingkari janji yang telah mereka buat bersama. Dia pasti akan menunggu kakaknya kembali, menjemputnya di suatu hari saat musim semi tiba. Ya, kakak pasti akan menjemputnya. Pasti. 2018 © dyowaseul