First Impression?

4.3K 410 8
                                    

Bel masuk berbunyi. Semua murid berhamburan keluar kelas. Mereka akan melakukan upacara bendera seperti biasanya. Ini hari Senin.

Seorang pemuda melangkah gontai ke pinggir lapangan. Mencari tempat yang adem. Memang, hari ini tak seperti biasanya. Hari ini panas banget.

"Panas banget sih," keluhnya sembari mencari tempat adem di pinggir lapangan.

"Cemen lo, kayak gini aja panas," saut Karina memandang Radith, yang dari tadi mengeluh terus.

"Apasih, panas tau, heran gue pas panas disuruh upacara pas enggak malah gak ada," bener-bener laki-laki satu ini selalu saja cerewet. Sebenarnya dia ini laki-laki atau perempuan sih?

"Lembek lo," ejek Karina lagi. Ya memang, Karina ini tukang bully-able. Kerjaannya ya pasti gitu. Tapi, gak tahu kenapa bully-an nya dia itu malah bikin orang ketawa.

"Hus, diem, udah mau mulai," kata salah satu orang laki-laki yang berada di belakang Radith. Mungkin dia salah satu murid IPA 1.

Upacara berlangsung khidmat, walau ada salah satu murid yang pingsan, tapi sampai itu tidak bisa menghentikan upacara begitu saja.

Setelah selesai upacara, Alya dan Yana udah ngacir aja ke kantin, katanya laper. Sementara itu, tiga curut udah tidur di kelas.

Stevanus sama Radith tuh emang gitu. Kalo udah ngantuk ya ngantuk. Ga mau tahu, tidur itu wajib. Oji awalnya ikut tidur, tapi Renata datang bangunin katanya ada yang mau tanya soal Tupperware, dan yaudah dia jadi turn on lagi. Dasar tukang jual.

Ryu sekarang melangkah menuju kelas. Tapi dia gak sendiri, ada satu orang berjalan di belakangnya. Laki-laki, kalau tidak salah, laki-laki itu orang yang sama saat di tempat upacara tadi.

"Heh Ryu, sini lo," panggil Karina pada Ryu. Baru beberapa jam mereka saling mengenal tapi apa ya? Mereka seperti sudah dekat gitu.

"Loh Ryu? Itu dibelakang lo siapa? Orang Jepang juga?" tanya Berlin pada Ryu.

"Dia temen gue, tetangga juga sih, namanya Feri," jawab Ryu serta mendorong Feri untuk maju ke depan.

"Feri," katanya singkat, datar dan cuek. Okey, dia laki-laki tercuek disini. Tapi setidaknya dia tidak menambah ke bobrokan tiga curut. Karena Bagas, iya Bagas sudah mulai tertular virus tiga curut itu.

"Lo dari Jepang juga?" tanya Berlin lagi. Ya, secara wajah Feri ini punya mata yang sipit. Hidung yang mancung dan rahang yang tajam. Hanya pipinya tidak tirus, walau tidak se cubby Zayn tapi Feri termasuk cubby.

"Enggak, gue asli Jakarta, Ryu gue duduk di sebelah lo," katanya agak menuntut. Iya, disini satu meja dua bangku. Masih sama seperti dulu.

"Oh, jadi Ryu ini baru di Indonesia?" tanya Zayn pada Ryu. Ryu awalnya melongo, kenapa anak ini tiba-tiba bertanya seperti itu. Tapi akhirnya dia menjawab juga.

"Enggak, gue udah dari kelas 8 pindah dan rumah gue yang ada disini tetanggaan sama rumah Feri," jawabnya lengkap. Kayak di interogasi aja.

Dan setelahnya mereka semua hanya ber-oh-ria saja. Dasar manusia unfaedah.

Semua murid sudah masuk ke dalam kelas. Kecuali kedua perempuan yang tadi langsung ngacir ke kantin. Alya dan Yana.

"WOY ADA YANG PUNYA AIR GAK?"

"ANJIR, BESOK GUE BAKAR TUH KANTIN."

"ASTAGFIRULLAH AIR AIR, GUE BUTUH AIR."

Teriakan dari tiga perempuan itu spontan membuat seluruh penghuni kelas kaget.

Mereka Alya, Yana dan Adel.

Loh kok ada Adel?

"Apasih lo, ganggu gue tidur aja," Radith terbangun dari tidurnya. Dia ini kalau sudah ngomong tidur ya tidur beneran guys.

"Dith, gue minta minum," kata Alya gelagapan. Radith cuma ngangguk sambil masa bodo terun lanjut tidur gitu aja. Emang dasar manusia tidur.

"Al, gue minta Al," kata Yana menyulurkan tangannya meraih botol Radith. Tidak hanya Yana, Adel juga dan seketika air minum Radith habis.

"Lo napa dah?" tanya Bagas mendekat.

"Sumpah itu sambel pedes banget, goblok," jawab Adel di akhiri umpatan.

"Sambel kan jelas pedes goblok lo ah!" kata Bagas sambil menjitak kepala Adel. Dan Adel kesakitan. "Sumpah ya lo, gue tuh lagi kepedesen, terus lo jitak kepala gue, gue tambah pusing he tiang listrik," katanya penuh makian.

"Ck, tapi bener, itu sambel pedes banget astagfirullah, Adel goblok sih lo, main taruh sambel di mangkok bakso gue," saut Alya dan menyalahkan Adel dengan tajam.

"Ya mana gue tahu Al, kirain tuh sambel gak pedes-pedes amat," jawab Adel.

Mereka berhenti untuk mengambil nafas. Daritadi mereka berbicara dengan nafas yang tersengal-sengal. Mana keringat turun dengan deras lagi. Edan, pagi-pagi seragam udah basah.

Tapi, tunggu. Mereka tadi bertiga, terus Yana kemana?

"Yan, Yana? Napa lo? He bangun elah," kata Alya sambil menggoyangkan lengan Yana. Yana tau-tau sudah tidur di bangku nya.

"Cot, diem lo, perut gue sakit, Adel bangsat," katanya tajam. Dan Adel hanya tersenyum cengengesan.

Jadi, tadi Alya dan Yana setelah upacara beli bakso di kantin. Terus dia ketemu sama Adel, gak tahu gimana mereka udah akrab. Adel gak pesen bakso, tapi soto. Karena di situ ada sambel soto, dia masukin ke semua mangkok. Iya, ke mangkoknya dia, Alya dan Yana. Awlanya sih gak pedes. Sampai Adel teriak, dan semua nya juga ikut teriak. Ya goblok sih, kasih sambel lima sendok penuh. Sukurin.

Setelah Alya cerita panjang lebar, Bagas cuma manggut-manggut. Tapi, ada satu orang yang daritadi merhatiin dia.

"First impression gue kayak gini, ck dasar perempuan gila," katanya dengan mulut yang tersenyum kecil tak kentara.









(…)

Kalau kalian sayang sama anak-anak gue, mohon di vote dan komen. Apresiasi kalian sangat gue hargai. Dari awal gue enggak pernah ngomong gini, tapi disini gue juga pengen kerjaan gue (novel ini) dihargai juga.

Votement plies!

10 IPA 1 [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang