Wali Kelas

3.7K 371 16
                                    

Seorang wanita melangkah menuju kelas di pojok koridor. Dia tampak kesusahan karena membawa banyak berkas. Sepertinya berkas itu berisi nama-nama anak kelas 10 IPA 1. Beliau adalah Bu Sinta, sekarang menjabat sebagai wali kelas 10 IPA 1. Sudah tiga tahun berturut-turut beliau menjadi wali kelas 10 IPA 1.

Di belakangnya terlihat seorang perempuan mengenakan seragam berlari menghampiri Bu Sinta. "Bisa saya bantu Bu?" tawarnya dengan ramah, tersenyum memperlihatkan giginya yang putih dan bersih itu.

"Oh, iya Nak, tolong bawa berkas ini ke Kelas 10 IPA 1," jawab Bu Sinta.

"Loh, kelas saya itu Bu," seru gadis tersebut. Bu Sinta nampaknya sudah menemukan salah satu dari anaknya.

"Oh ya? Siapa nama kamu?"

"Saya Amel Bu," jawabnya semangat.

Mereka, guru dan murid berjalan melewati koridor. Dan sampai di ujung koridor itu, mereka berhenti. Membantu begitu saja. Jika melangkah sekali lagi, mungkin mereka akan terkena lemparan Tipe-X tadi.


"WOY BAGAS ITU TIPE-X GUE!"

"HE DIEM GAK, INI GAK KEDENGARAN SUARA NYA!"

"JEN, JENI!"

"BERISIK BANGET SIH AH!"

"WOY ZAYN AMBILIN TIPE-EX GUE!"

"KOK GUE SIH REN? YANG LEMPAR KAN—"


Kelas terdiam begitu saja. Melihat seorang guru perempuan masuk dengan Tipe-X di tangannya.

"Ini punya siapa?" tanya guru itu.

"Saya Bu," ucap Renata seraya maju ke depan. Renata sempat melihat ke arah Amel. Dengan pandangan "ini guru siapa?" Amel yang paham buru-buru menyeret Renata kembali duduk di bangkunya.

Semua murid langsung berhamburan, mencari tempat duduk mereka. Tapi, berbeda dengan Radith. Dia masih tidur di pojokan.

"Dith, bangun tuh ada guru," Azmi membangunkan Radith dengan menendang pantatnya.

"Sakit goblok," ucap Radith sambil mengelus-elus pantatnya.

"Yeu elu udah gue bangunin masih aja, cepetan duduk deh."

Setelah Radith duduk di bangkunya, dengan semua tatapan menuju kearahnya, barulah Bu Sinta maju.

"Assalamualaikum."

"Waalaikumsalam."

"Anak-anak saya Bu Sinta Nirmala, kalian bisa memanggil saya Bu Sinta, saya akan menjadi wali kelas kalian selama setahun ke depan."

Hening, semua nya diam tidak ada yang berkomentar.

"Ada yang mau ditanya—" belum sempat Bu Sinta melanjutkan kalimatnya, Radith sudah menggebrak meja.

"Astagfirullah," pekik Alya terkejut.

"Bu Sinta beneran jadi wali kelas?" tanya Radith dengan posisi berdiri tangan masih di meja.

"Iya," jawab Bu Sinta halus.



"ALHAMDULILLAH YA ALLAH!"

"YES AKHIRNYA KAGAK JADI BU TRI!"

"YA ALLAH MAKASIH YA ALLAH!"

"PUJI TUHAN, TERIMA KASIH TUHAN YESUS!"

"I LOVE YOU BU SINTA!"


Riuh begitu saja. Semua yang ada di kelas berdiri saling merangkul satu sama lain. Seakan mereka wisuda. Wisuda mbah mu, masuk aja barusan.

"Woy udah, itu Bu Sinta lagi bingung," Alya bersuara mengingatkan temannya yang menjadi monyet liar saat itu.

Bu Sinta bener-bener kaget. Tidak menyangka anak-anak nya akan seheboh itu mendengar bahwa dirinya yang akan menjadi wali kelasnya.

"Ibu beneran jadi wali kelas kami?" tanya Ryu masih tak percaya.

"Iya, udah yuk sekarang duduk, mau ibu absen dulu."

"Siap Bu!" jawab mereka kompak.

Bu Sinta adalah guru yang sangat di senangi di seluruh sekolah. Hampir semua anak-anak menginginkan beliau untuk menjadi wali kelasnya. Karena, Bu Sinta ini masih muda belum terlalu tau juga. Suaranya lembut, perhatian dan selau mengayomi anak-anak nya. Beneran kayak Ibu kandung. Udah gitu cantik lagi.

Bu Sinta duduk, membuka berkas-berkas yang tadi beliau bawa. Mencari berkas dengan isi nama-nama murid 10 IPA 1.

"Adelya Pancawati?" mulainya dengan nama yang tertera paling atas.

"Saya Bu," Adel mengangkat tangannya.

"Loh Del, nama lo tuh Pancawati, kenapa gak sekalian Sancawati aja?" ejekan kurang ajar itu tentu saja berasal dari Stevanus.

"Ya lo kira gue ular betina apa, Sancawati apaan," saut Adel santai.

Bu Sinta tak menggubris celotehan anak-anak nya dan kembali melanjutkan. "Alya Hanifah?"

"Saya Bu," jawab Alya kalem. Iya kalem.

"Buset kalem bener lo, tadi aja udah teriak-teriak kesuru— AW SAKIT ALYA!" teriak Bagas kesakitan karena di lempar Alya buku dan mengenai pipi kanannya. Alya hanya menjulurkan lidah, gadis itu tidak peduli.

Bu Sinta tertawa melihat tingkah anaknya. Beliau tdiak menyangka jika anak-anak nya akan seperti ini. Seperti keluarga.

"Amelia Sa'adah?" lanjut Beliau.

"Ha apa Sajadah? Sakwadah? Apaan?" celoteh Zayn tidak penting.

"Sa'adah pea lo," jawab Jenni ogah-ogahan.

"Hehe saya Bu," jawab wanita dengan suara berat itu. Semua sontak kaget. Muka imut tapi suara nya berat gak sinkron banget.

"Jadi Amel, artinya sa'adah itu apa?" tanya Zayn yang masih kepo.

"Artinya kebahagiaan, keberuntungan ya gitu lah," katanya enteng.

Seluruh kelas sontak ber-oh-ria. Termasuk Bu Sinta yang manggut-manggut.

"Ayu Indah?" lanjutnya.

"Saya Bu," jawab wanita dengan paras ayu. Kulitnya rada coklat tapi matanya besar. Rambutnya lurus turun ke bawah. Senyuman manis yang disukai para laki-laki.

"Subhanallah, masyallah, Allahu Akbar," kata Radith dengan mengelus dadanya.

"Cantik bener," Bagas ikutan.

"Cantik banget neng," Zayn juga ikutan.

"Apalah daya gue yang serbuk sari," celoteh Alya tak berguna.

"Gue juga Al," kata Yana ikutan.

"Ayu," panggil seorang laki-laki di belakangnya. Ayu menoleh tersenyum padanya.

"Ayuk nikah," katanya dengan cengengesan.

"YEU BUAYA!" seluruh kelas mengumpat bersamaan.

Baru juga anak pertama yang di panggil udah rame bener. Ya kalian rasakan sendiri sensasinya nanti.

(…)

VOTEMENT NYA BOS JANGAN LUPA OKKAY!

10 IPA 1 [ END ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang